Mengintip Ritual Punggahan Kejawen di Panembahan Banokeling Banyumas Jelang Ramadan

Peserta punggahan di Panembahan Banokeling diperkirakan mencapai 1.000 orang

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mar 2022, 01:30 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2022, 01:30 WIB
Ilustrasi - Penghayat kepercayaan dan penganut Kejawen menggelar ritual Punggahan di Panembahan Bonokeling, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Penghayat kepercayaan dan penganut Kejawen menggelar ritual Punggahan di Panembahan Bonokeling, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Dua tahun sudah penganut Kejawen, terutama di Banyumas raya, tak bisa menggelar ritual Punggahan. Tradisi menjelang Ramadan digelar tertutup, terbatas dan ketat karena ancaman Covid-19.

Namun tahun ini Punggahan tahun 2022 ini, komunitas Kejawen bisa bernapas lega. Tradisi tahunan itu bisa digelar dengan normal, meski dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Juru Bicara Komunitas Adat Banokeling, Sumitro mengatakan peserta punggahan di Panembahan Banokeling diperkirakan mencapai 1.000 orang. Jauh lebih banyak dibanding peserta dua tahun terakhir, namun juga masih sangat jauh dari angka dalam kondisi normal.

Kepastian pelonggaran ritual punggahan itu diperoleh usai perwakilan komunitas Kejawen menghadap ke Bupati Banyumas, Achmad Husein terkait pelaksanaan ritual tersebut, pekan ini.

“Sekarang tahun ini luar biasa, seperti sebelum ada (pandemi Covid-19).Karena kemarin saya juga menghadap bupati, diperbolehkan. Maksudnya diperbolehkan diikuti banyak orang,” katanya, dihubungi melalui telepon, Kamis (24/3/2022).

Dia menjelaskan, Kamis ini ratusan anak putu peserta Punggahan mulai berdatangan, terutama yang berasal dari Cilacap. Bedanya, tahun ini tidak ada prosesi lampah atau jalan kaki puluhan kilometer dari tempat asal sebagaimana kondisi normal.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Ada Ritual Lampah atau Jalan Kaki Puluhan Kilometer

Anggota Banser mengatur lalu lintas untuk memberi jalan kepada penghayat kepercayaan dan kejawen yang menggelar ritual Punggahan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Anggota Banser mengatur lalu lintas untuk memberi jalan kepada penghayat kepercayaan dan kejawen yang menggelar ritual Punggahan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Anak putu menggunakan kendaraan umum dari rumah ibadah masing-masing. Puncak kedatangan anak putu dari berbagai daerah diperkirakan terjadi pada Kamis sore.

“Acara hari ini ya, seperti bisa, tamu datang. Termasuknya seperti biasa, tetapi tidak jalan kaki. Yang anak putu dari Cilacap itu naik kendaraan, agar di jalan tidak berkerumun,” ucap dia.

Sumitro menambahkan, sebelumnya pihak Penembahan Banokeling telah mengumumkan kepada anak putu di seluruh wilayah untuk membatasi peserta Punggahan. Masing-masing pasemuan atau kelompok hanya diperbolehkan mengirim 10-15 peserta.

Tetapi, kebijakan itu berubah setelah Bupati Banyumas, Achmad Husein memberikan izin agar pelaksanaan Punggahan jelang Ramadan diperlonggar dan peserta lebih banyak.

“Tamunya mendekati 1.000 orang lah, Termasuknya itu ya setelah ada edaran dari Bupati,” kata Sumitro.

 


Anak Putu Kalikudi

Ilustrasi - Tradisi punggahan menjelang puasa digelar oleh penganut Kejawen, di Panembahan Banokeling, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Tradisi punggahan menjelang puasa digelar oleh penganut Kejawen, di Panembahan Banokeling, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ketua Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati (PRKRS) Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Nakam Wimbo Prawiro mengatakan setidaknya 30 anak putu Kalikudi akan diberangkatkan untuk mengikuti Punggahan.

Masing-masing kelompok adat atau kelompok kejawen dibatasi hanya bisa mengirimkan sebanyak 15 anak putu atau anggota.

Sesuai jadwal, ke-30 perwakilan itu akan diberangkatkan pada Kamis untuk menjalani ritual lampah atau jalan kaki.

“Soloran yang dari Daun Lumbung, itu ada batas. Itu dibatasi, Pasemuan Lor 15 orang, Pasemuan Kidul 15 orang,” kata Nakam.

Namun, berbeda dari kondisi normal, kali ini ritual lampah ditiadakan. Peserta akan menggunakan kendaraan untuk menuju Panembahan Banokeling, yang berjarak sekitar 30 kilometer lebih.

“Tidak jalan kaki, cuma pakai kendaraan,” ucap dia.

 


Tradisi yang Tersandera Pandemi

Anak putu Banokeling meggelar ritual Punggahan menjelang bulan Puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Anak putu Banokeling meggelar ritual Punggahan menjelang bulan Puasa atau Ramadan. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dalam kondisi normal, ritual punggahan diikuti oleh ribuan penghayat kepercayaan dan pelestari adat sebagai bagian dari prosesi menjelang bulan Puasa atau Ramadan.

Dalam ritual ini, anak putu akan menjalani berbagai prosesi,seperti lampah, bekten, muji atau slametan.

Ritual punggahan digelar tiga hari, dengan dua malam anak putu menginap di Panembahan Banokeling. Namun, tahun ini anak putu hanya diperbolehkan menginap satu malam dan pada Jumat sore anak putu akan kembali ke wilayah masing-masing.

“Juga hanya bisa menginap satu malam, di sana. Jumat sore, biasanya pulang. Itu punggahan untuk tahun 2022 ini,” Nakam menjelaskan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya