Tradisi Unik Masjid Saka Tunggal Banyumas pada Ramadan, Lampu Dimatikan Saat Berdoa Tarawih

Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun pada 1288 Hijriyah atau 1522 Masehi. Lokasinya berada di lembah pegunungan Wangon, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 10 Apr 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2022, 16:00 WIB
Jemaah Masjid Saka Tunggal, Cikakak, Wangon Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Jemaah Masjid Saka Tunggal, Cikakak, Wangon Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Masjid Saka Tunggal merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang dibangun pada 1288 Hijriah atau 1522 Masehi.

Lokasinya berada di lembah pegunungan Wangon, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Sebagai masjid tertua, Masjid Saka Tunggal masih melestarikan budaya-budaya leluhur. Tradisi Islam yang kental dengan bernuansa Jawa tradisional masih ditemukan di masjid ini.

Banyak tradisi unik yang hanya ditemukan di Masjid Saka Tunggal yang belum tentu dapat ditemukan di masjid lain. Salah satunya tradisi saat bulan Ramadan adalah kebiasaan mematikan lampu saat zikir usai melaksanakan salat tarawih.

Selama 5 menit lampu Masjid Saka Tunggal dimatikan. Kemudian lampu kembali dinyalakan.

Konon mematikan penerangan usai salat tarawih merupakan tradisi sejak ratusan tahun yang lalu. Tujuannya agar doanya lebih khusyuk.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Makan Nyamikan dan Kepungan

Salat Tarawih penganut Islam Aboge di Masjid Saka Tunggal, Cikakak, Wangon, Banyumas, Ramadan 1440 Hijriyah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Salat Tarawih penganut Islam Aboge di Masjid Saka Tunggal, Cikakak, Wangon, Banyumas, Ramadan 1440 Hijriyah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Selain mematikan lampu, tradisi lain di malam Ramadan adalah makan nyamikan atau makanan kecil yang dibuat oleh warga secara bergiliran. Jemaah yang mayoritas penganut Islam Aboge ini juga tidak melepaskan tadarus tiap malam Ramadan.

Memasuki 10 hari terakhir Ramadan atau malam likuran mulai dari selikur (malam 21), rolikur (malam 23), selawe (malam 25), dan seterusnya, ada tradisi yang dilakukan. Salah satunya kepungan.

Kepungan yang dilakukan rutin di akhir-akhir Ramadan punya makna sendiri. Ketika tradisi kepungan dilakukan, itu artinya jemaah bersyukur telah melewati sebagian Ramadan dan tinggal di sepertiganya.

Sisa-sisa Ramadan yang dimulai selikur itu dipercaya sebagai malam-malam penuh berkah. Hal ini juga selaras bahwa di malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan salah satunya ada malam lailatul qadar, malam lebih baik dari 1.000 bulan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya