Liputan6.com, Serang - Polda Banten menetapkan 4 tersangka kasus korupsi pembangunan Stasiun Pemberhentian Sementara (SPA) sampah di Desa Negara Padang, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten. Uang sisa korupsi yang mencapai Rp1 miliar lebih, dibagi kepada para tersangka sesuai peran masing-masing.
Selain makan uang haram, para tersangka juga bersepakat mengubah dan melalaikan Surat Keputusan (SK) Bupati Serang, nomor 539 tanggal 11 Mei tahun 2020.
Advertisement
Baca Juga
"Mark-up pengadaan lahan lebih dari 300 persen dari harga yang dibayarkan ke pemilik lahan hanya senilai Rp330 juta. Pemkab Serang membayarkan Rp1,3 miliar," kata Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, Senin (30/5/2022).
Shinto menerangkan, para tersangka berinisial SP alias Budi (61) yang kini sudah pensiun sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH), kemudian TM alias Toto (47) sebagai Kabid Sampah dan Taman pada Dinas LH, AH alias Asep (57) sebagai Camat Petir dan TE alias Toto (48) menjabat Kades Negara Padang.
Menurut Kabid Humas Polda Banten itu, awal kasus korupsi bermula saat keluarnya SK Bupati Serang bernomor 539 tanggal 11 Mei 2020 yang menunjuk Desa Mekarbaru dijadikan lokasi pembangunan SPA. Kemudian warga setempat menolak pembangunannya.
Karena ditolak, Kades TE alias Toto mengajukan pemindahan lokasi ke Desa Negara Padang, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten. Dia pun mendapatkan tanah seluas 2.561 meter persegi dan diajukan harganya menjadi Rp1,3 miliar, namun harga sebenarnya hanya Rp330 juta.
Pemkab Serang mentransfer pembayaran ke rekening TE alias Toto selaku Kades Negara Padang, karena dianggap sebagai pemilik lahan yang akan dibangun.
"SKnya dipalsukan. (Kemudian) mentransfer pembayaran lahan tidak langsung ke pemilik lahan, namun melalui kepala desa," katanya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penjara 20 Tahun
Untuk mengungkap kasus tersebut, Polda Banten telah memeriksa 32 saksi, terdiri dari 25 orang dari Dinas LH dan 7 orang pemilik lahan. Kemudian meminta keterangan saksi ahli dari perbendaharaan negara, auditor, ahli pidana dan ahli hukum tata negara.
Uang senilai Rp 300 juta yang dianggap hasil kejahatan ikut disita dan ditampilkan oleh polisi sebagai barang bukti. Akibat perbuatannya, ke empat tersangka terancam 20 tahun penjara.
"Para tersangka dikenakan sanksi pidana berlapis sesuai Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 2 juncto Pasal 12 huruf i, nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan Undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana 4 tahun sampai 20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar," jelasnya.
Advertisement