Menanti Gebrakan Pemprov Jabar Wujudkan Keadilan Ekologis dalam Peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia

Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup, Walhi Jabar mendesak Pemprov Jabar untuk menghentikan upaya perusakan lingkungan serta ekstraksi sumber daya alam yang eksploitatif.

oleh Dikdik RipaldiArie Nugraha diperbarui 08 Jun 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2022, 00:00 WIB
Aktivis Lingkungan Geruduk Kedubes Jepang
Aktivitis melakukan aksi teatrikal di Kedubes Jepang di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Mereka meminta Jepang menghentikan pendanaan proyek energi kotor batubara yang memicu krisis iklim, pencemaran, kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat khususnya di Indonesia. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) didesak untuk menghentikan segala upaya perusakan lingkungan hidup dan ekstraksi sumber daya alam yang eksploitatif.

Desakan itu dilayangkan oleh organisasi lingkungan hidup, Walhi Jabar, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia.

Menurut Direktur Walhi Jawa Barat, Meiki W Paendong, seiring waktu berjalan permasalahan lingkungan hidup sudah mengkhawatirkan, di antaranya sudah terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan.

"Degradasi kuantitas air di Jawa Barat terjadi karena penggunaan air tanah secara berlebihan. Sementara luas kawasan tangkapan air (catchment area) semakin berkurang," ujar Meiki kepada Liputan6.com, Bandung, Senin, 6 Juni 2022.

Meiki menyebutkan kemungkinan besar hal itu terjadi akibat adanya 894 izin pengusahaan air tanah dan 163 izin pengeboran air tanah sampai dengan tahun 2020.

Sementara fungsi sungai sebagai sumber daya air juga semakin lemah akibat pencemaran dan sedimentasi.

"Banyak sungai di Jawa Barat dalam kondisi tercemar berat, 7 dari 41 sungai besar di Jawa Barat dalam kondisi kritis," ungkap Meiki.

Ketujuh sungai itu adalah Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, Cisadane, Kali Bekasi, Sungai Ciliwung, Sungai Citanduy dan Sungai Cilamaya.

Meiki menambahkan, alih fungsi lahan turut berkontribusi memperburuk kondisi lingkungan hidup di Jawa Barat. Di antaranya dari aktivitas pertambangan mineral dan non-mineral di kawasan hutan, ruang terbuka hijau, karst, serta pesisir pantai.

"Berujung pada semakin menurunnya luasan hutan, kerusakan ekosistem pantai dan laut. Catatan Walhi Jawa Barat ada 352 izin usaha pertambangan di hampir semua kabupaten dan kota," tukas Meiki.

 

Simak video terkait berikut ini:

 

Ekspansi Proyek Negara

Faktor lain yang memengaruhi kualitas lingkungan hidup di Jawa Barat adalah ekspansi proyek strategis nasional (PSN) yang mengalihfungsikan lahan produktif pertanian juga hutan.

Data terakhir menunjukkan ada 33 PSN di Jawa Barat. Sebagaian besar dari PSN itu adalah jalan tol dan bendungan.

"Belum lagi peningkatan emisi gas rumah kaca diakibatkan juga oleh meningkatnya alih fungsi lahan, aktivitas penggunaan energi fosil berlebihan," lanjut Meiki.

Hasil proyeksi hingga tahun 2030 besaran emisi gas rumah kaca Jawa Barat pada kondisi tanpa aksi mitigasi mencapai 135.212.417 ton eCO2.

Sumber emisi terbesar berasal dari sektor energi sebesar 41 persen, transportasi 31 persen, kehutanan 12 persen, limbah domestik 11 persen dan sektor lainnya sebesar 5 persen.

"Capaian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup ( IKLH ) di Provinsi Jawa Barat adalah 61.59 poin. Jika dibandingkan dengan capaian IKLH provinsi lain, Jawa Barat berada di urutan 32 dari 34 provinsi," sebut Meiki.

Kerusakan lingkungan ini harus ada tindakan dan implementasi yang nyata upaya pemulihan serta perlindungan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Barat.

Agar alam lestari dan kehidupan masyarakat terselamatkan, seluruh pemegang kebijakan harus konsisten dan berkomitmen kepada penyelamatan, pemulihan, pengelolaan, dan perlindungan lingkungan hidup. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya