Selamat Pagi Lumba-Lumba Lovina

Pantai Lovina memiliki pasir pantai yang terdiri dari batuan kerikil kecil hasil erupsi gunung purba ratusan tahun lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2022, 06:00 WIB
Pantai Lovina Bali
Pantai Lovina memiliki pasir pantai yang terdiri dari batuan kerikil kecil hasil erupsi gunung purba ratusan tahun lalu.

Liputan6.com, Bali - Matahari belum terbit ketika saya menginjakkan kaki di pantai Lovina, Kecamatan Buleleng, Bali. Di pantai ini, jangan harap menemukan pantai berpasir putih layaknya di daerah Kuta maupun Nusa Dua.

Pantai Lovina memiliki pasir pantai yang terdiri dari batuan kerikil kecil hasil erupsi gunung purba ratusan tahun lalu.

Tak berselang lama, matahari pun terbit sekitar pukul 05.30. Lokasi parkiran kendaraan mulai dipenuhi beragam mobil pribadi dan bus-bus pariwisata yang berisi wisatawan domestik.

Namun, ada juga beberapa wisatawan mancanegara yang berasal dari Asia dan Eropa. Menurut penduduk setempat, kondisi pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan jumlah wisatawan mancanegara.

Seiring semburat cahaya matahari pantai Lovina, deru mesin kapal-kapal berkapasitas 7 orang memecah kesunyian. Kegiatan masyarakat di pantai Lovina pun dimulai.

Terlihat penduduk yang menjajakan cinderamata khas daerah maupun orang-orang yang sibuk menawarkan paket wisata andalan daerah tersebut, yakni wisata melihat lumba-lumba liar di perairan Lovina.

Dengan harga tiket Rp 100.000 per orang, Anda bisa menyaksikan kawanan lumba-lumba liar di perairan Lovina yang berenang ke permukaan untuk mengambil nafas dan menunjukkan tingkah laku alami dalam rangkanya mencari makan.

“Nanti naik kapal dulu ke tengah, sekitar 15 menit aja. Nanti lumba-lumbanya muncul ke permukaan. Banyak di sini lumba-lumbanya, karena memang rumahnya di Lovina,” kata seorang penyedia wisata.

Setelah mendengar beberapa penjelasan dan sepakat dengan harga tiket, saya pun mengikuti wisata melihat lumba-lumba yang ditawarkan. Untuk mencapai lokasi lumba-lumba, wisatawan terlebih dahulu harus menaiki kapal bercadik mesin tunggal dengan kapasitas 7 orang dewasa atau dikenal ‘jukung’ oleh penduduk setempat.

Kondisi ombak laut pada hari itu cukup bersahabat, jauh dari kesan tingginya ombak seperti di daerah Nusa Penida. Terhitung sekitar 3 kilometer ke arah laut lepas untuk tiba di lokasi kerap munculnya lumba-lumba, yang pada hari itu ditempuh dalam waktu 15 menit.

Sesampainya di lokasi spot lumba-lumba, kapten kapal mematikan mesin. Memang, kemunculan lumba-lumba tidak dapat diprediksi dengan tepat. Tips jitu, berdoa dan berharap agar lumba-lumba segera muncul.

Dalam penantian itu, kapal-kapal lain pun mulai berdatangan ke lokasi kami. Terhitung ada belasan kapal yang turut menunggu kemunculan lumba-lumba liar pada pagi itu.

“Memang kalau lumba-lumba di sini adanya pagi aja, sekitar jam 6 sampai jam 8an gitu ramenya, lumba-lumbanya juga kalo lagi banyak bisa sampe 10-15 ekor dalam satu gerombolan,” kata kapten kapal.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Menunggu 10 Menit

Setelah menunggu sekitar 10 menit, terlihat dalam jarak sekitar 100 meter ke arah timur ada lima ekor lumba-lumba liar berenang beriringan. Dalam sekejap, suara deburan ombak tergantikan oleh deru belasan mesin kapal wisatawan yang berlomba menuju lumba-lumba tersebut guna mendapatkan posisi terbaik.

Tak ayal, ketika kami sampai, lumba-lumba pun langsung kembali ke bawah laut. Karena itu, bisa dihitung jumlah wisatawan yang mendapatkan spot terbaik melihat kawanan kecil lumba-lumba liar tersebut. Entah, kemunculan lumba-lumba ke permukaan dalam hitungan menit bahkan detik, dapat dipersepsi sebagai penegasan posisi mereka sebagai hewan liar ataupun menunjukkan kecerdasan mereka dalam memantik keingintahuan manusia untuk mempelajari lumba-lumba secara lebih bijaksana.

Di spot yang sama, kapten kapal mematikan mesin lagi dan kembali menunggu tanda-tanda kemunculan kawanan lumba-lumba liar. Sekitar 15 menit berselang, kembali di kejauhan nampak sekawanan lumba-lumba liar dalam jumlah yang lebih besar.

Seluruh kapal wisatawan pun langsung menuju ke arah kawanan tersebut untuk mencari spot terbaik. Kawanan lumba-lumba ini berenang persis di depan sebuah kapal wisatawan dengan jarak sekitar 20 meter dalam waktu sekitar 3 menit. Setelah itu, lumba-lumba liar itu pun kembali ke bawah laut.

Banyak wisatawan domestik dan mancanegara, khususnya anak-anak yang terlihat senang melihat lumba-lumba secara langsung meski dari jarak yang tidak terlalu dekat.

“Lucu banget lumba-lumbanya, biasanya cuma liat di TV atau di kebun binatang. Ini liat langsung mereka segerombolan gitu. Seneng aja liatnya berenang bebas di laut,” kata Rizky seorang wisatawan cilik asal Jakarta.

Pengamatan lumba-lumba ini berlangsung hingga sekitar pukul 08.00. Entah apa yang dirasakan para wisatawan, karena tidak semua wisatawan dapat melihat kawanan lumba-lumba liar dalam jarak yang cukup dekat.

Beberapa kali tampak kawanan lumba-lumba menunjukkan sirip punggung ikoniknya menyembul yang berjarak sekitar 30 meter dari kapal dalam hitungan detik sebelum mereka kembali ke dasar laut.

“Spot lumba-lumba di sini itu dalam, sekitar 200 meter ini dalamnya. Makanya lumba-lumba banyak disini, mereka seneng dalem dan masih liar semua,” kata kapten kapal.

Terlepas dari kepuasan melihat lumba-lumba liar berenang bebas di perairan Lovina, terdapat pertanyaan menggelitik terkait wisata ini. Bagaimana sebetulnya skema terbaik mengadakan wisata ramah ekosistem, khususnya wisata melihat kawanan lumba-lumba liar?

Lumba-lumba adalah mamalia laut yang cerdas, bahkan memiliki ukuran otak yang lebih besar dari manusia dan mereka dapat mengenali dirinya sendiri di cermin.

 

Kawasan Wisata Berbasis Konservasi

Wisata lumba-lumba di Pantai Lovina dapat dijadikan contoh pengembangan kawasan wisata berbasis konservasi secara lebih baik. Sehingga, terdapat sisi edukasi yang diberikan oleh penyedia wisata, dalam hal ini penduduk setempat terkait sifat alami lumba-lumba kepada wisatawan.

Tentunya, edukasi kepada wisatawan maupun penyedia wisata dapat dicapai melalui kerja sama dengan berbagai organisasi pecinta hewan dan pemerintah setempat guna peningkatan kualitas kawasan wisata berbasis konservasi di Lovina.

Dalam praktiknya, hal ini dapat dicapai melalui penyesuaian kembali prosedur dalam menjalankan kegiatan melihat kawanan lumba-lumba liar. Salah satunya, melalui pembatasan jarak antara kapal wisatawan dengan kapal lainnya maupun dengan kawanan lumba-lumba liar. Hal ini untuk mencegah cedera bagi lumba-lumba akibat baling-baling mesin kapal.

Di samping itu, membantu meminimalkan terganggunya kemampuan ekolokasi lumba-lumba karena suara mesin kapal. Cepat rambat gelombang suara pada air 4 kali lebih cepat dari cepat rambat suara di udara.

Sekadar informasi, ekolokasi merupakan kemampuan terpenting dari kelangsungan hidup seekor lumba-lumba. Dengan cara tersebut, lumba-lumba mengetahui lokasi mangsa maupun bersosialisasi dengan lumba-lumba lain dengan jarak lebih dari 220 km.

Beragam pandangan masyarakat mengenai kondisi wisata lumba-lumba di Lovina, pada hakikatnya manusia sebagai makhluk paling sempurna dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan lumba-lumba liar tanpa mengganggu dan mengubah sifat alami mereka. Tentunya, untuk keberlangsungan wisata lumba-lumba di Lovina dan meningkatkan kembali geliat pariwisata di Bali bagi generasi selanjutnya.

 

 

Penulis: Fazlur Rahman, Travel Writer

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya