PT Duta Palma Gugat Kejagung Terkait Sita Bukti Korupsi Lahan di Indragiri Hulu

PT Duta Palma Group yang masuk dalam penyidikan Kejaksaan Agung terkait korupsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, menggugat penyidik ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.

oleh M Syukur diperbarui 05 Agu 2022, 22:00 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2022, 22:00 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru - PT Duta Palma Group menggugat Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Ini terkait penyitaan barang bukti dan penggeledahan yang dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus di Kabupaten Indragiri Hulu beberapa waktu lalu.

Praperadilan PT Duta Palma ini menjadikan Direktur Penyidikan Jampidsus sebagai termohon. Sejak didaftarkan beberapa pekan lalu, sidang seharusnya digelar pada Senin, 1 Agustus 2022.

Hanya saja, sidang ditunda karena Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung tidak hadir di persidangan perdana. Hakim memutuskan menunda sidang selama sebulan.

"Sidang sudah dibuka pada Senin lalu tapi ditunda," tegas hakim, Dr Salomo Ginting, Selasa siang, 2 Agustus 2022.

Salomo menyebut sidang praperadilan ini digelar pada 2 September 2022. Semua pihak terkait dalam perkara ini diminta untuk datang.

Dalam situs Pengadilan Negeri Pekanbaru, praperadilan ini bertujuan untuk menguji apakah penggeledahan dan penyitaan barang bukti oleh penyidik di PT Duta Palma Group sah atau tidak.

Praperadilan ini bukan terkait penetapan tersangka korupsi lahan yang diumumkan Kejagung pada Senin lalu. Di mana saat itu, penyidik mengumumkan mantan Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman dan pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi menjadi tersangka.

Beberapa waktu lalu, penyidik menggeledah PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu terkait penyidikan korupsi lahan. Lima anak perusahaan perkebunan sawit itu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, dan PT Kencana Amal Tani, akhirnya mengajukan praperadilan.

 

Awal Mula Korupsi

Sebagai informasi, korupsi lahan untuk perkebunan yang menyeret Raja Thamsir Rachman dan Surya Darmadi terjadi pada tahun 2003. Saat itu Surya Darmadi selaku Pemilik PT Duta Palma Group melaksanakan kesepakatan dengan Thamsir soal pembangunan kebun.

Perusahaan yang dibawa Surya Darmadi adalah PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani.

Kesepakatan keduanya untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit, juga usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan HGU di Indragiri Hulu.

Lahan itu ternyata berada di kawasan hutan, baik Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Penggunaan Lainnya (HPL) di Kabupaten Indragiri Hulu.

Adapun modusnya dengan cara membuat kelengkapan perizinan terkait Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya Izin Prinsip, AMDAL, dengan tujuan untuk memperoleh Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan HGU.

Selain itu, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU. Perusahaan juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20 persen dari total luas area kebun yang dikelola, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.

Kegiatan perkebunan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group tersebut mengakibatkan kerugian perekonomian negara yakni hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya telah memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomiannya, serta rusaknya ekosistem hutan.

Menurut penyidik, perusahaan ini mengelola lahan secara ilegal seluas 37.095 hektare. Keduanya telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp78 triliun.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya