Kalah Gugatan Sampah, Apa yang Harus Dilakukan Wali Kota dan DPRD Pekanbaru?

Putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Wali Kota, Dinas Kebersihan Lingkungan Hidup dan Kebersihan serta DPRD Kota Pekanbaru melakukan perbuatan melanggar hukum dalam pengelolaan sampah.

oleh M Syukur diperbarui 06 Agu 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2022, 21:00 WIB
Tumpukan sampah di Pekanbaru yang belum teratasi hingga kini oleh pemerintah.
Tumpukan sampah di Pekanbaru yang belum teratasi hingga kini oleh pemerintah. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Wali Kota, Dinas Kebersihan Lingkungan Hidup dan Kebersihan, serta DPRD Kota Pekanbaru melakukan perbuatan melanggar hukum dalam pengelolaan sampah. Putusan ini bernomor 262/Pdt.G/2021/PN Pbr yang dibacakan pada 1 Agustus 2022.

Putusan terkait sampah Pekanbaru ini menghukum Wali Kota Pekanbaru untuk menerbitkan peraturan kepala daerah tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Hakim juga menghukum tiga tergugat tersebut menerbitkan aturan, melakukan tindakan hingga menyediakan alokasi anggaran terkait pengelolaan sampah.

Menurut Koalisi Sapu Bersih sebagai penggugat, putusan ini membuka lembar baru untuk mengakselerasi perbaikan kebijakan dan tindakan pengelolaan sampah di Pekanbaru.

Salah satu warga penggugat, Riko Kurniawan, menyatakan putusan ini memperlihatkan pengadilan secara objektif menunjukkan Pemerintah Kota, DLHK hingga DPRD Kota tidak serius melakukan upaya pembenahan pengelolaan sampah.

Riko menjelaskan, jauh hari sebelum gugatan dirinya sudah mengingat para tergugat segera berbenah memperbaiki pengelolaan sampah di Pekanbaru. Bersama warga lainnya, Sri Wahyuni, dia memberikan waktu 6 bukan kepada para tergugat melakukan tindakan konkrit.

"Kini jelas dan terang, pengadilan menyatakan mereka melakukan perbuatan melawan hukum, dan dihukum melakukan perbaikan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir," kata Riko, Kamis, 4 Agustus 2022.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tiga Hal Krusial

Sementara itu, advokat publik dari Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru, Noval Setiawan, menyebut putusan itu memuat tiga hal krusial. Pertama terkait penerbitan kebijakan, kedua melakukan tindakan guna memastikan pengelolaan sampah berlangsung baik dan ketiga menyediakan alokasi anggaran memadai yang direncanakan secara efektif dan efesien.

"Terkait penerbitan kebijakan, Wali Kota Pekanbaru dihukum untuk segera menerbitkan peraturan tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan bersama-sama dengan DPRD menerbitkan peraturan yang memperkuat kebijakan pengelolaan sampah," jelas Noval.

Terkait anggaran, pengadilan menghukum Wali Kota dan DPRD menyegerakan alokasi anggaran untuk peralihan jenis TPA dari Control Landfill ke Sanitary Landfill. Desakan peralihan ini sesuai dengan dengan perintah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.

Penggugat lainnya, Sri Wahyuni, menyebut perintah perumusan kebijakan dan pengalokasian anggaran pengelolaan sampah sebagaimana diperintahkan pengadilan harus diterjemahkan oleh tiga tergugat.

"Perintah untuk merumuskan kebijakan dan anggaran harus disusun secara partisipatif sesuai dengan pedoman putusan pengadilan," jelas Sri Wahyuni.

Sri Wahyuni juga menyebut wali kota dan DPRD harus mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan lainnya.

"Jangan sampai putusan ini diterjemahkan secara bebas, sehingga kebijakan dan anggaran yang disusun merugikan lingkungan hidup dan berdampak buruk pada perempuan dan kelompok rentan lainnya," sebut Sri Wahyuni.

 

Solusi Palsu

Di sisi lain, sejak awal tahun hingga Juni lalu Pemerintah Kota Pekanbaru menyatakan berbagai upaya perbaikan pengelolaan sampah. Caranya dengan cofiring biomassa, di mana sampah dijadikan bahan bauran energi untuk PLTU Tenayan Raya.

Direktur Eksekutif Walhi Riau, Even Sembiring mengkiritik rencana tersebut. Menurutnya rencana cofiring merupakan solusi palsu energi baru terbarukan.

Pertama, jelas Even, bauran bahan baku jumputan padat tersebut disebut terdiri dari 95% sampah organik dan 5% sampah plastik. Menurutnya, perlu diketahui bahan baku plastik sebagian besarnya berasal dari tambang minyak bumi

"Jelas bukan bahan baku terbarukan," ucap Even.

Kedua, lanjut Even, pembakaran plastik menghasilkan senyawa yang sama berbahayanya dengan pembakaran batu bara.

"Pasca putusan ini, rencana penggunaan bahan baku jumputan padat sebagai cofiring PLTU Tenayan harus dievaluasi, publik harus tahu kajian dalam dokumen AMDAL rencana tersebut," jelas Even.

Even mendesak Wali Kota, DLHK dan DPRD Pekanbaru sebaiknya fokus melakukan pembenahan pengelolaan sampah melalui pedoman amar Putusan 62/Pdt.G/2021/PN Pbr.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya