Balada Penambang Pasir Saojo Terusir PLTA Poso

Puluhan penambang pasir di Desa Saojo, Kabupaten Poso menuntut pertanggungjawaban PT Poso Energy setelah mereka kehilangan kawasan penambangan mereka yang beralihfungsi untuk perusahaan tersebut.

oleh Heri Susanto diperbarui 18 Sep 2022, 05:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2022, 05:00 WIB
Penambang pasir danau poso
Ben Yans Mongan, salah satu penambang pasir terdampak proyek PT Poso Energy di Desa Saojo, Kabupaten Poso saat menunjukkan kawasan penambangan yang telah jadi bagian Proyek PLTA Poso, Selasa (13/9/2022). (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Poso - Saat Ben Yans Mongan mengunjungi tepi Sungai Danau Poso , di Desa Saojo, Kecamatan Pamona Utara, Selasa (13/9/2022), sedang ada pengerjaan dermaga PT Poso Energy di sana.

Di lokasi itu sebelumnya adalah tempat 37 warga mencari nafkah sebagai penambang pasir. Dan Ben adalah ketua kelompok penambang pasir itu.

“Pendapatan lumayan dulu, tahun 2005 per kubik bisa dapat Rp50 ribu. Kami berhenti menambang pasir tahun 2015,” Ben Yans Mongan menceritakan, Selasa (13/9/2022).

Selain penambangan pasir, warga Desa Saojo juga mengenang tempat itu sebagai lokasi ibadah padang atau ibadah di alam terbuka. Tapi pengerjaan kontruksi dan debit air danau yang semakin tinggi setelah dibendung membuat warga kehilangan akses ke tempat itu.

Puluhan penambang pasir Saojo mengangkat kaki dari tempat itu tahun 2015 saat proyek PLTA Poso Energy dimulai. Harapan mereka mengganti sumber ekonomi saat itu adalah diperkerjakan di perusahaan penyedia listrik untuk Kota Palu dan Makassar tersebut.

Bertahun-tahun protes tidak mendapat kepastian, Maret tahun 2022 penambang pasir Sao akhirnya meminta kompensasi dari perusahaan atas pekerjaan mereka.

“Kami sudah mengajukan kompensasi ke Poso Energy untuk 37 penambang tradisional. Nilainya Rp150 ribu per orang selama 3 tahun, tapi belum juga diberikan,” Ben menceritakan, Selasa (13/9/2022).

Penambang pasir sendiri menjadi salah satu mata pencarian warga yang menghentikan proyek Poso Energy yang belum dapat kompensasi. Hal serupa juga dialami penangkap ikan sidat. Sedangkan para pemilik karamba ikan berdasarkan catatan pemerintah desa setempat sudah digunakan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


PT Poso Energy Siap Tanggung Jawab, tapi…

bendungan PT Poso Energy
Bendungan PT Poso Energy yang digunakan untuk menambah daya listrik dengan memanfaatkan aliran Danau Poso. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Manajer Lingkungan dan CSR PT Poso Energy , Irma Suriani mengakui nomor pencarian di Desa Saojo sebagai aktivitas perusahaan. Namun ia harus tetap persuasif terhadap warga dengan negosiasi untuk mendapat kesepakatan bersama. Termasuk dengan para penambang pasir yang mengajukan kompensasi yang dinilainya tinggi.

Mengenai permintaan warga untuk diperkerjakan, Irma mengakui belum tahu jika ada pihak yang dijanjikan itu ke warga. Namun pihak perusahaan berkomitmen menyerap tenaga kerja lokal dengan syarat dan standar.

“Kalau di tahap konstruksi bisa saja. Tapi kalau sudah tahap produksi tentu harus dengan kualifikasi dan keahlian,” kata Irma, Rabu (14/9/2022).

Desa Saojo sendiri adalah salah satu dari 16 desa di Kabupaten Poso yang terdampak pembendungan Danau Poso yang dilakukan PT Poso Energy sejak tahun 2019 untuk menambah daya listrik yang dihasilkan.

Selain tambang pasir tradisional, sawah, alat tangkap ikan nelayan tradisional, hingga lahan milik warga rusak akibat megaproyek itu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya