Agar Tragedi Kanjuruhan Malang Tidak Selesai di Minta Maaf dan Pemberian Santunan

Tragedi Kanjuruhan jangan berhenti di soal minta maaf pemberian santunan, tapi harus ada siapa-siapa yang bertanggung jawab.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 04 Okt 2022, 12:10 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2022, 12:10 WIB
Arema FC
Kiper Arema FC, Adilson Maringa, menamburkan bunga di depan monumen patung Singa Tegar yang jadi ikon Stadion Kanjuruhan, sebagai tanda berduka cita atas meninggalnya ratusan Aremania setelah Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022). (Bola.com/Iwan Setiawan)

Liputan6.com, Jakarta - Tragedi Kanjuruhan Malang menjadi catatan kelam bagi dunia sepak bola tanah air bahkan dunia. Tercatat hingga ratusan nyawa melayang akibat kerusuhan usai pertandingan Arema Vs Persebaya dalam lanjutan kompetisi Liga 1, Sabtu malam (1/10/2022) silam.

Terkait banyaknya jumlah korban yang berjatuhan advokat publik Muhammad Sholeh atau yang akrab disapa Cak Sholeh, mengadvokasi para korban untuk menggugat siapa-siapa saja yang harus bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan tersebut. 

"Saya kuasa hukum korban atas nama Lutfia Damayanti, usia 20 tahun. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ada korban lain mau diadvokasi ya akan bertambah. Kita akan gugat, pertama Panpel, kedua PSSI, ketiga kepolisian," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Cak Sholeh mengatakan, kenapa advokasi ini menjadi penting, supaya tragedi Kanjuruhan tidak selesai dan berakhir soal minta maaf, soal santunan, tapi supaya harus ada siapa-siapa yang bertanggung jawab.

"Nyawa tentu tidak bisa dinilai dengan uang. Maka nanti panpel akan kita gugat, juga ada PSSI kita gugat, aparat keamanan kepolisian, yang di situ apakah protapnya menyalahi prosedur, karena aturan FIFA jelas tidak memperbolehkan penggunakan senjata api dan gas air mata di stadion," katanya.

Faktanya, kata Cak Sholeh, faktanya yang ditembaki di stadion pun bukan yang masuk ke lapangan, tapi korban Lutfia ini ada di tribun. Sehingga terjadilah di situ banyak yang berdesakan, terinjak-injak, panik dan sesak napas, yang akhirnya meninggal dunia.

"Karena itu kita gugat supaya ada ganti rugi kepada keluarga korban. Minimal masing-masing korban harus mendapat ganti rugi Rp1 miliar," katanya.

Sholeh hanya berharap, kasus ini benar-benar menjadi pelajaran berharga, terutama bagi PSSI selaku wadah persepakbolaan di tanah air, dan pihak-pihak terkait, agar penonton sepak bola terjamin keamanan dan kenyamanannya saat menonton sepak bola tanpa ada kerusuhan."

"Kemarin kita sudah dapat tanda tangan dari orang tua Lutfia Damayanti. Paling lambat minggu depan gugatan sudah kita ajukan," katanya.

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta

Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang sudah terbentuk bisa menuntaskan tugas mereka dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Mereka akan bertugas menelusuri insiden mematikan yang terjadi setelah pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang bertindak sebagai Ketua TGIPF Tragedi Kanjuruhan mengaku target itu disampaikan Presiden saat ia melapor ke Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

"Tim pencari fakta diminta bekerja kalau bisa tidak sampai satu bulan sudah bisa menyimpulkan. Karena masalah besarnya sebenarnya sudah diketahui, tinggal masalah-masalah detailnya yang itu bisa dikerjakan mungkin tidak sampai satu bulan," kata Mahfud kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan, selepas pertemuan.

Menkopolhukam menuturkan setidaknya ada beberapa hal yang harus ditelusuri terkait detail kejadian yang hingga saat ini dikonfirmasi menelan sedikitnya 125 korban jiwa itu.

Salah satu yang disorot oleh Mahfud adalah mengenai keputusan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari, meskipun sudah ada usulan dimajukan ke siang atau sore hari.

"Nanti kita olah, kan kita harus melihat lapangan, menemui siapa yang menyaksikan, siapa yang memberi komando, siapa yang kok bisa jadwal pertandingan diusulkan sore kok tetap berubah malam. Itu kan ada jaringan-jaringan. Ada jaringan bisnis, periklanan, dan sebagainya. Nanti kita lihat," katanya.

Sebelum mulai bekerja penuh, Menkopolhukam menuturkan Presiden Jokowi pada Selasa ini akan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) sebagai payung hukum dan dasar tugas TGIPF Tragedi Kanjuruhan.

"Karena di setiap institusi juga punya tim investigasi sendiri, sehingga yang terpadu ini bergabung dalam Keppres ini. Menpora punya tim, PSSI punya tim, Irwasum punya tim. Itu bagus untuk menyelidiki agar terang, lalu nanti dikoordinasikan dengan kami di Kemenkopolhukam, di tim yang dibentuk oleh Presiden," kata Mahfud.

 

Identifikasi Masalah

Menurut Mahfud rencananya TGIPF Tragedi Kanjuruhan akan menjalani rapat pertama mereka pada Selasa malam dengan sejumlah agenda, yakni memahami tugas dari Keppres, memetakan dan mengidentifikasi masalah, berbagi tugas, dan mencari kesimpulan.

"Ketika bagi tugas itu bisa memanggil orang, bisa mendatangi tempat. Kan itu harus dibagi, karena banyak pihak, ada yang harus ke FIFA, Polri, desa, lapangan, dan sebagainya. Dan ada juga yang mempelajari peraturan perundang-undangannya, itu nanti kita bagi-bagi tugas," tutupnya.

Mahfud sebelumnya pada Senin (3/10) malam telah mengumumkan TGIPF Tragedi Kanjuruhan dengan dirinya sebagai Ketua Tim didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali selaku Wakil Ketua Tim.

Secara keseluruhan TGIPF Tragedi Kanjuruhan berisikan 13 orang termasuk perwakilan kalangan akademisi yakni Rhenald Kasali dari Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto, serta Akmal Marhali selaku Koordinator Save Our Soccer dan Anton Sanjoyo mewakili jurnalis olahraga dari Harian Kompas.

 

Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya