Liputan6.com, Blora - Rabu, 9 November 2022 lalu, sulit dilupakan keluarga pasien RSUD Dr R Soetijono Blora bernama Mariyati (73), warga Kelurahan Jetis, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Perempuan renta itu terpaksa dibawa pulang dan tak jadi dirawat inap, lantaran sang anak kandung kebingungan atas kacaunya manajemen rumah sakit tersebut.
Menanggapi hal itu, pihak rumah sakit kemudian mengadakan konferensi pers bersama belasan awak media di Blora untuk memberi penjelasan. Sayangnya, Puji Basuki selaku Direktur RSUD Dr R Soetijono Blora tidak berkesempatan hadir dalam acara tersebut karena harus menghadiri acara lain. Dia diwakili sejumlah Kepala Bidang (Kabid).
"Kami klarifikasi terkait kasus nyonya M yang kita rawat tanggal 9 November 2022. Memang beliau datang ke kami, UGD (Unit Gawat Darurat) dengan keluhan nyeri dada. Kemudian ada sesaknya dan kami melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur," ujar Kabid Pelayanan RSUD Dr R Soetijono Blora, Nur Betsia Bertawati, Senin (14/11/2022).
Advertisement
Didampingi Kabid Keuangan dan Kabid Umum RSUD Dr R Soetijono Blora, Nur Betsia kemudian memberikan paparan terkait layanan untuk screening pasien di IGD (Instalasi Gawat Darurat) rumah sakit masih menggunakan pemeriksaan antigen.
Baca Juga
Karena ada keluhan, kata dia, dari prosedur yang ada di rumah sakit harus melakukan pemeriksaan antigen terlebih dahulu dan dinyatakan positif.
"Itu baru bisa dinyatakan sebagai suspek covid, jadi belum tentu covid. Untuk menentukan covid atau tidaknya harus dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) atau TCM (Tes Cepat Molekuler)," ujar Nur Betsia.
Melihat kondisi itu, lanjutnya, termasuk pasien mempunyai keluhan jantung, maka perlu pengawasan khusus dan kemudian disarankan untuk rawat inap lantaran mengarah ke jantung.
Nur Betsia juga menjelaskan bahwa pada saat itu, rumah sakit butuh memeriksa lebih lanjut untuk menentukan diagnosis pasien. Karena antigennya positif, maka harus merawat inapkan pasien di ruang isolasi.
"Dari info IGD, pihak keluarga menolak rawat inap diisolasi," jelas Nur Betsia.
"Karena pada saat itu sudah ada obat yang masuk untuk penanganan nyeri bagian dada sebelah kiri yang memang harganya mahal. Dan itupun kita sudah memberitahukan keluarga," katanya lagi.
Diakuinya bahwa pihak rumah sakit sendiri sudah mengetahui pasien tersebut telah mempunyai BPJS Kesehatan tapi ada tunggakan. Kemudian, pihak keluarga disarankan untuk mengaktifkan dengan cara membayar tunggakan supaya bisa dipakai.
Menurutnya berdasarkan aturan, pasien bisa diklaim Covid, kalau PCR atau TCM-nya positif.
"Lha ini belum ada pemeriksaan PCR kalau pasien belum rawat inap yang selanjutnya kita melengkapi pemeriksaan. Kalau hasilnya positif bisa diklaim dengan dana covid," terang Nur Betsia.
Karena pihak pasien tidak mau dirawat inap, akhirnya jadi pasien umum yang tidak bisa ditanggung BPJS maupun dana covid. Dia juga menyebut, pihak rumah sakit sudah mengedukasi ke keluarga dan sudah disetujui.
Dalam kesempatan ini, Nur Betsia mewakili pihak rumah sakit meminta maaf ke publik lantaran adanya aplikasi untuk pasien BPJS Kesehatan tersambung beragam pelayanan.
"Karena ada antigen positif, dan pihak pasien tidak mau rawat inap otomatis pindah ke umum. Petugas farmasi belum me-refresh, jadi tulisannya BPJS non PBI," ucapnya.
Dia mengulang permohonan maafnya atas peristiwa yang terjadi lantaran adanya kesalahan teknis yang dilakukan pihak rumah sakit, berimbas ke pasien maupun keluarga pasien.
"Kami mohon maaf, ini mungkin kesalahan teknis kami pada saat di laborat belum di-refresh untuk mengubah pasien BPJS non PBI, menjadi pasien umum," katanya.
"Jadi mungkin pada saat keluarga minta rincian obat tentu kita berikan, tetapi masih dalam bentuk diizinkan hanya foto saja. Di situ masih tertera non PBI. Mohon maaf karena aplikasi kami, kesalahan dari pihak farmasi belum me-refresh," imbuh Nur Betsia.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Berharap RSUD Dr R Soetijono Blora Jadi Rujukan
Kabid Keuangan RSUD Dr R Soetijono Blora, Sri Miningsih menambahkan bahwa sistem yang ada di rumah sakit itu alurnya pasien akan diterima pertama kali di UGD. Kemudian, secara langsung menyambung di mana pasien mendapatkan tindakan, termasuk salah satunya adalah mendapatkan obat.
"Tadi dari Bu Nur Betsia sudah disampaikan bahwa sistem kami pertama kali diterima adalah pasien BPJS non PBI. Sehingga di semua sistem termasuk di kasir yang merupakan terakhir, masih berbunyi seperti itu. Tapi ketika pasien bayar umum, maka ini tidak kami klaim di BPJS," katanya.
Sri Miningsih mengaku secara pribadi melalui telepon selular sudah meminta maaf ke pihak keluarga pasien dan menurutnya sudah dimaafkan. Serta, disampaikannya juga memang ada satu jenis obat yang harganya agak luar biasa.
"Dari keluarga sudah menyetujui dan sudah tahu kalau ada obat itu, sehingga saat masuk jam 18.30 WIB kemudian dibawa pulang jam 22.00 WIB itu memang kondisi pasien dalam kondisi lebih baik," ucapnya, yang juga meminta maaf atas adanya tulisan BPJS yang menempel di nota pembayaran pasien umum.
Dalam kesempatan ini, Sri Miningsih berterima kasih atas masukan yang diberikan untuk pihak RSUD Dr R Soetijono Blora supaya lebih baik lagi dan harapannya menjadi rumah sakit rujukan.
"Kita tidak berharap masyarakat bahwa kemudian sakit, tapi ketika kemudian takdirnya harus sakit. Rumah sakit kita bisa menjadi pilihan masyarakat untuk memberikan pelayanan yang maksimal," katanya.
Dia mengaku pihak pasien umum bisa melakukan pembayaran via tranfer maupun tunai. Terkait permasalahan mengemuka tentang adanya pasien yang diharuskan membayar tunai, sudah diklarifikasi ke bagian kasir yang menangani dan dianggap ada sedikit kesalahpahaman.
"Sebetulnya memang sudah disampaikan ke yang bersangkutan, tapi kok akhirnya muncul pembayaran cash, lha itu yang kemudian dari kasir tidak mengetahui," ucapnya, yang juga mengaku sudah melakukan pembinaan kepada kasir supaya bisa memberikan pelayanan lebih bagus.
Lebih lanjut, pihak rumah sakit yang mewakili konferensi pers ini tidak bisa memutuskan sanksi seperti apa yang akan dijatuhkan kepada para petugas yang pada 9 November 2022 lalu membuat kesalahan hingga membingungkan pasien.
"Kalau itu nanti kami serahkan ke Pak Direktur ya, yang jelas kalau kami sudah memanggil secara khusus dua kali," kata Sri Miningsih.
Â
Advertisement