Merawat Senandung Jolo, Seni Mendendangkan Curahan Hati Warga Jambi

Kini tersisa tiga maestro yang masih konsisten mengenalkan senandung jolo untuk kalangan generasi kiwari. Akankah senandung jolo tetap tumbuh dan terawat?

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 01 Des 2022, 23:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2022, 23:00 WIB
Senandung Jolo
Sejumlah anak-anak remaja sedang berlatih senandung jolo di sanggar Mengorak Silo, Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi. (Liputan6.com/Taufik untuk Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Sejumlah anak-anak remaja duduk selonjor. Masing-masing dari mereka memangku empat bilah kayu mahang (Macaranga mauritiana) yang siap diketuk. Ada pula dari mereka yang mengempit alat musik gendang, gong, dan rebana. Beberapa saat kemudian irama ketukan kayu mahang itu mengantarkan mereka bersenandung.

Anak-anak remaja itu sedang berlatih memainkan kesenian senandung jolo bersama tiga maestro di kampung mereka di sanggar seni Mengorak Silo di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

Sejak 2 November 2022 melalui program Dana Indonesiana Kemdikbusristek dan LPDP itu, tiga maestro senandung jolo: Maryam, Degum, dan Zuhdi mendapatkan ruang untuk mengajarkan sebuah karya budaya yang mereka sebut dengan senandung jolo.

Tiga orang tua sepuh itu terus merawat karya yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda itu. Mereka tak ingin senandung jolo berhenti mengantarkan irama-irama dan lantunan vokal berbentuk syair dan tutur.

Wak Zuhdi, salah satu maestro senandung jolo mengatakan, selama ini mereka hanya memberi pelatihan kesenian senandung jolo di luar. Namun kali ini mereka bersyukur bisa berbagi pengetahuan untuk anak-anak remaja di kampung sendiri.

"Kesempatan ini akan kami gunakan untuk mengajarkan syair dan pantun yang dituturkan, memilih kayu dan membuat alat musik gambang yang biasa digunakan untuk pertunjukan musik senandung jolo," kata Wak Zuhdi, Selasa (29/11/2022).

Sementara itu, menurut Mutia Lestari Zurhaz selaku penerima program Dana Indonesiana Kemdikbusristek dan LPDP ini, selain pelatihan bersama maestro, program ini diawali dengan pendokumentasian aktivitas sehari-hari para maestro, pewarisan tuturan, dan pembuatan alat musik.

<p>Para anak-anak remaja foto bersama usai mengikuti pelatihan bersama maestro senandung jolo di Kelurahan Tanjung, Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi. (Liputan6.com/Taufik untuk Gresi Plasmanto)</p>

Mutia menambahkan bahwa pada sesi awal mereka telah membuat film dokumenter 3 maestro tersebut dan dilanjutkan dengan proses belajar bareng maestro.

Proses pelatihan bersama maestro ini dimulai dari belajar mengingat dan menuturkan syair dan pantun yang menjadi kekuatan karya pengetahuan.

Selain itu anak-anak remaja itu juga diajarkan memilih kayu hingga membuat alat musik gambang sebagai ciri seni pertunjukan musik senandung jolo.

"Uniknya kayu dipilih adalah kayu yang mudah tumbuh. Mereka menyebutnya dengan kayu mahang," kata Mutia.

Mutia mengatakan sebagai penyelenggara program, dia berharap Pemkab Muaro dan Pemprov Jambi bersama-sama melakukan pelindungan karya budaya ini.

Dia berharap pelindungan ini bukan akhir dari semangat bersama untuk saling berbagi, mengisi, dan membesarkan. Sebagai fasilitator pemerintah harus memberi penguatan regulasi terkait upaya regenerasi penutur muda ini.

Satu diantaranya adalah kata Mutia, mengupayakan penyusunan muatan lokal terkait kekayaan budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Muaro Jambi.

"20 anak muda asal Kelurahan Tanjung- Kumpeh ini memiliki semangat untuk belajar, dengan Nek Maryam, Wak Degum, dan Wak Zuhdi. Penutur muda ini akan memilih menjadi pemain bukan penonton, memilih menjadi subjek bukan sebagai objek," ujar Mutia.

Program Pendokumentasian Pengetahuan Maestro Senandung Jolo ini akan berakhir pada akhir Desember 2022, di sesi akhir akan dilaksanakan Pemutaran Film Dokumenter, Pementasan, dan Seminar.

 

Mengenal Apa itu Senandung Jolo

Maestro Senandung Jolo
Tiga maestro senandung jolo: Maryam (tengah), Degum (kiri), Zuhdi (kanan). (Liputan6.com/Taufik untuk Gresi Plasmanto)

Sekretaris Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Provinsi Jambi Nukman menjelaskan, jolo menjadi idiom lokal untuk menggantikan ungkapan perasaan seseorang. Ungkapan perasaan itu kemudian dituturkan dengan cara menyenandungkannya.

Melihat senandung jolo, kata Nukman, kita akan melihat dari dua sudut pandang. Pertama sebagai sebuah tuturan yang disenandungkan.

"Kedua senandung jolo sebagai sebuah instrumen musik," ujar Nukman.

Senandung jolo merupakan suatu kesenian dengan materi utamanya adalah sastra tutur dalam bentuk pantun yang dinyanyikan. Kesenian ini berkembang di dusun Tanjung, Kabupaten Muaro Jambi. Namun, tidak ada catatan waktu yang pasti tentang awal mula keberadaan kesenian ini.

Awalnya kesenian ini hanya berfungsi sebagai curahan hati yang yang diungkapkan beumo--menunggu sawah atau pada saat berada di perahu seusai memasang alat tangkap ikan.

Pada perkembangannya kesenian ini tampil sebagai seni pertunjukan. Ciri khas yang menandai kesenian ini pada saat dipertunjukan yaitu pemain musik dan penyanyinya selalu dalam posisi duduk.

Syair pantun dinyanyikan secara berbalasan, diiringi dengan alat musik pukul. Sebagai seni pertunjukkan, senandung jolo ditampilkan dalam acara pesta perkawinan, pesta panen, dan acara keramaian lainnya.

Namun seiring perkembangan zaman dan masuknya musik modern, senandung jolo perlahan mulai ditinggalkan.

Kini tersisa tiga maestro yang masih konsisten mengenalkan senandung jolo untuk kalangan generasi kiwari. Akankah senandung jolo tetap tumbuh dan terawat?

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya