Puluhan Warga Sulut Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Kamboja

Jumlah warga Sulut yang terindikasi menjadi korban perdagangan orang di Kamboja berkisar 31 hingga 34 orang. Mereka dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga, maupun di tempat hiburan.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 13 Des 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 13 Des 2022, 21:00 WIB
Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto.

Liputan6.com, Manado - Polda Sulut mengirim Penyidik Ditreskrimum ke Kamboja terkait adanya temuan warga Sulut yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Hal ini diungkapkan Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto didampingi Kabid Humas Kombes Pol Jules Abraham Abast, di lobi Markas Polda Sulut, Senin (12/12/2022) sore.

"Polda Sulut telah memberangkatkan Dirreskrimum beserta Penyidik ke Kamboja," ujat Setyo Budiyanto.

Kapolda Sulut mengatakan, hal itu sesuai dengan perintah Kadiv Hubinter Polri untuk berkoordinasi dengan NCB, terkait dengan adanya temuan warga Sulut yang berada di Kamboja, yang diindikasikan sebagai korban TPPO.

Jumlah warga Sulut yang terindikasi menjadi korban perdagangan orang di Kamboja berkisar 31 hingga 34 orang. Mereka diperkerjakan sebagai asisten rumah tangga, maupun di tempat hiburan.

"Mereka melakukan kegiatan tidak sesuai dengan prosedur, artinya mereka berangkat mungkin seolah-olah sebagai turis hanya mengandalkan paspor," ujarnya.

Setelah berada di Kamboja, ternyata ada yang menampung warga Sulut tersebut. Kemudian terjadi penyimpangan, seperti gaji tidak dibayarkan dan penyiksaan.

"Ada yang lapor kemudian ditangani, bekerja sama dengan kedutaan besar di sana," ungkap Setyo Budiyanto.

Puluhan warga Sulut itu akan diinventarisasi dan kemudian akan dipulangkan ke Sulut setelah bekerja sama dengan sejumlah instansi terkait.

Terkait kasus ini, Kapolda Sulut mengimbau agar warga jangan mudah terpengaruh dengan tawaran pekerjaan, khususnya di luar negeri, dengan iming-iming gaji besar maupun fasilitas. Apalagi tanpa melalui prosedur, tanpa melalui persyaratan dari Kementerian Tenaga Kerja yang sudah ditetapkan.

"Pikirkan bahwa resikonya lebih besar kalau terjadi sesuatu dan lain hal, tentu akan susah," ujar mantan Direktur Penindakan KPK RI ini.

 

Simak juga video pilihan berikut:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya