Sosiolog UGM Sebut Kasus Penculikan Anak Akibat Sesama Warga Tak Saling Kenal

Penculikan anak terus menjadi perhatian masyarakat terlebih dalam beberapa waktu terakhir kasusnya semakin marak. Namun, bagaimana cara mencegahnya? Sosiolog dari UGM menjelaskan upaya mencegah penculikan anak dari segi sosial.

oleh Yanuar H diperbarui 22 Feb 2023, 23:37 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2023, 22:00 WIB
Penculikan Anak
Ilustrasi Foto Penculikan Anak (iStockphoto)

Liputan6.com, Yogyakarta Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut jumlah korban penculikan anak selama Januari hingga Februari 2023, telah mencapai 14 orang. Dari kasus penculikan anak ini, menurut Sosiolog UGM, Wahyu Kustiningsih, diketahui pentingnya membangun interaksi dan relasi sosial dengan lingkungan sekitar bagi setiap orangtua.

Untuk mencegah penculikan anak, perlunya pendidikan dasar bagi anak dalam menghadapi orang asing.

"Orangtua sebaiknya membangun relasi sosial dengan sekitarnya. Srawung (berinteraksi) ke sekitarnya ini supaya masyarakat sekitar juga tahu ini siapa, anaknya siapa. Dengan begitu lingkungan bisa ikut mengontrol jika ada penyimpangan perilaku sosial termasuk penculikan," tuturnya, Rabu, 1 Februari 2023.  

Wahyu mengatakan dengan hadirnya teknologi, relasi dan ikatan sosial di masyarakat saat ini mengalami perubahan. Banyak terlihat di daerah urban atau perkotaan dengan karakteristik masyarakat yang lebih beragam dan mobilitas tinggi.

"Melihat kasus penculikan di Jakarta yang merupakan wilayah urban, banyak pendatang, ini bisa terjadi karena masyarakatnya tidak aware, karena tidak saling mengenal. Kalau tinggal di desa atau wilayah yang masyarakatnya sangat komunal tentunya akan berbeda," paparnya.

Wahyu menyatakan media sosial yang menayangkan informasi penculikan anak menyebabkan ketakutan di masyarakat, walaupun hal ini dapat menjadi bahan refleksi bagi masyarakat untuk lebih waspada.

Menurutnya, sekolah juga memiliki peran dalam pengawasan dan menjamin keamanan anak di lingkungan sekolah dengan menerapkan aturan penjemputan saat pulang, sekolah hanya mengizinkan anak dijemput oleh orangtua atau orang yang sebelumnya sudah dikonfirmasi orangtua untuk melakukan penjemputan.  

"Soal sekolah ini punya keamanan bagus atau tidak ini masih ada kesenjangan. Karenanya pemerintah perlu memperhatikan hal ini, sekolah mana yang membutuhkan bantuan ekstra untuk mengembangkan sistem pendidikan dan keamanan bagi siswa-siswanya,”ucapnya.

Namun, Wahyu menekankan jika mencegah anak dari tindak penculikan ini tidak bisa hanya dilakukan oleh orangtua atau lingkup keluarga saja, tetapi juga harus melibatkan semua pihak seperti masyarakat, sekolah, hingga pemerintah.

"Isu penculikan anak ini tidak bisa hanya diserahkan ke keluarga tapi melibatkan semua pihak," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya