Liputan6.com, Jakarta - Isu masa depan Orang Utan Tapanuli pada ekosistem Batang Toru kembali diangkat oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat pada sebuah diskusi publik pekan lalu, namun sayangnya justru para ahli orang utan tidak dihadirkan pada diskusi tersebut.
Pentingnya memperkenalkan para ahli orang utan Indonesia ke dunia menjadi hal yang penting, mengingat orang utan adalah salah satu aset bangsa Indonesia.
Padahal pada tahun 2020 lalu, sebuah studi bernama Managing the Potential Threats of Tapanuli Orang Utan (Pongo Tapanuliensis) telah dilakukan oleh Tim Universitas Nasional (UNAS) yang melibatkan sejumlah ahli orang utan dan pakar biodiversitas, antara lain: Dr. Jito Sugardjito, Dr. Barita O. Manullang dan Yokyok Hadiprakarsa dan dipimpin oleh Didik Prasetyo, PhD. yang juga merupakan Ketua Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia (PERHAPPI).
Advertisement
Pada studi tersebut disebutkan bahwa hanya 6 individu orang utan yang memiliki habitat inti di lokasi terdampak (AOI) atau lokasi PLTA Batang Toru. Sementara jumlah tersebut hanya mewakili 0,8% dari estimasi total 700 individu yang ada di seluruh ekosistem Batang Toru.
“Dengan mitigasi dan konservasi orang utan Tapanuli yang tepat dilakukan oleh PLTA Batang Toru, maka orangutan Tapanuli tersebut akan terjaga keamanan dan keselamatannya,” ucap Didik Prasetyo PhD, pada saat workshop bertemakan “The Conservation Initiatives for the Tapanuli Orangutan” yang diadakan oleh LSM Internasional PanEco di Medan, pada saat pemaparan studi mengenai orang utan Tapanuli tersebut.
Baca Juga
Ahli Orang Utan
Terlihat jelas bahwa pemahaman mengenai orang utan Tapanuli yang benar, sangat dibutuhkan datang dari para ahli. Terlebih dari para ahli orang utan Indonesia. Hal ini juga pernah dikemukakan oleh Dr. Jito Sugardjito, ahli orang utan senior dari Universitas Nasional.
“Orang utan itu adanya di Indonesia, ini adalah kesempatan bagi generasi muda untuk menjadi ahli-ahli di negeri sendiri, sudah semestinya kita menjadi terdepan untuk mengelola aset bangsa kita, termasuk orang utan,” ucap Dr. Jito Sugardjito.
Sementara itu Dr. Barita O. Manullang, seorang pakar biodiversitas, pada saat Dies Natalis UNAS ke 70, juga pernah mengatakan,”Dengan menunjukkan kepemimpinan dan regenerasi para pakar orang utan Indonesia ke dunia, maka asumsi-asumsi yang keliru mengenai orang utan dapat dihilangkan. Tentunya dengan dasar-dasar keilmuan yang tepat.”
Sudah saatnya pakar-pakar orang utan Indonesia lebih dikenal oleh publik dengan keilmuannya melalui publikasi media, sehingga dapat menghindari kesalahpahaman yang bisa berujung pada polemik atau bahkan rekayasa isu lingkungan hidup yang bisa terjadi karena informasi yang kurang tepat dan benar.
Advertisement