Leptospirosis Mewabah di Semarang, Warga Blora Diminta Waspada

Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Jawa Tengah, meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit leptospirosis (bakteri yang dibawa air kencing tikus). Kewaspadaan dilakukan menyusul munculnya wabah leptospirosis yang terjadi di Semarang.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 17 Mar 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2023, 00:00 WIB
Tikus, hewan pembawa penyakit Leptospirosis. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Tikus, hewan yang membawa penyakit Leptospirosis. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Blora - Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Jawa Tengah, meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit leptospirosis (bakteri yang dibawa air kencing tikus). Kewaspadaan dilakukan menyusul munculnya wabah leptospirosis yang terjadi di Semarang.

Sebagai catatan, wabah leptospirosis mengakibatkan 5 orang meninggal di Semarang. Penyakit ini memuncak pasca banjir menggenangi sejumlah tempat di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah tersebut.

Menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, drg Wilys Yuniarti, bahwa penyakit leptospirosis kerap muncul pasca banjir. Penyakit ini rawan menyebar jika lingkungan terjadi banjir dan muncul genangan air.

"Jadi, untuk warga Blora perlu untuk meningkatkan kewaspadaan dan upaya pencegahan di daerah banjir dan pasca banjir,” ujar drg Wilys, panggilannya pada Liputan6.com, Rabu (15/03/2023).

Dinas Kesehatan Kabupaten Blora juga melakukan sejumlah pegiatan, pasca banjir luapan Sungai Bengawan Solo yang terjadi 10 hari silam.

Pertama, meningkatkan kewaspadaan dini dan respons pada daerah banjir. Kedua, melakukan pelayanan dan monitoring berkala dampak banjir. Ketiga, bekerja sama dengan tim siaga bencana dan pemangku kepentingan lainnya.

”Tahapan itu rutin kita lakukan,” imbuh drg Wilys.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Belum Ada Laporan Kasus Leptospirosis di Blora

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, drg Wilys Yuniarti, saat ditemui Liputan6.com di kantornya. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, drg Wilys Yuniarti, saat ditemui Liputan6.com di kantornya. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Terkait pasca banjir yang terjadi di sejumlah tempat di wilayah Blora, menurut drg Wilys, selama ini belum ada laporan dari warga yang suspect leptospirosis. Biasanya jika ada kasus penyakit, laporan datang dari unit pelaksana teknis di lapangan dan rumah sakit rujukan.

Selain itu juga belum ada laporan dari Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), yaitu respons yang dapat memonitor perkembangan tren suatu penyakit.

"Hingga sekarang ini belum ada laporan dari SKDR mingguan tentang tidak terlapor adanya suspect atas kasus leptospirosis," tandas drg Wilys.

Munculnya kasus lesptospirosis juga mesti diwaspadai masyarakat. Risiko kematian yang relatif tinggi, dan juga pencegawahan awal, sepertinya menjadi catatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blora untuk edukasi ke masyarakat.

Lalu, seperti apa gejala warga yang terjangkit leptospirosis? Menurut drg Wilys Yuniarti, ada beberapa gejala atas kasus penyakit ini. Yaitu, demam mendadak, lemah, mata merah, kekuningan pada kulit, sakit kepala dan nyeri otot

Menurut Yuniarti, sebenarnya kasus leptospirosis bisa diatasi secara tepat. Yaitu, dengan catatan harus ada tindakan lebih awal sebagai upaya pencegahan.

"Harus pencegahan lebih awal sebagai upaya mendeteksi pasien bersangkutan," tegasnya.

Sedangkan kasus leptospirosis seperti yang terjadi di Klaten pada Oktober 2022, sebanyak 6 orang meninggal dan 68 menderita penyakit ini.

"Saya ulangi angka kematian sangat jarang bila ditemukan sejak awal atau dini," paparnya.

 

Penularan Leptospirosis

Sementara itu terkait dengan tingkat penyebaran, menurut drg Wilys, pada prinsipnya penularan leptospirosis melalui urine dan darah hewan yang terinfeksi, umumnya yang dominan pada urine tikus. Meski juga tak menutup kemungkinan ada hewan lain yang juga berpotensi melakukan penularan.

Atas upaya pencegahan leptospirosis, Dinas Kesehatan Kabupaten Blora menyarankan untuk menjaga pola hidup sehat. Tujuannya agar tidak mudah terserang penyakit seperti leptospirosis, juga demam berdarah dan lainnya.

"Banyak program dilaksanakan oleh dinas kesehatan dan unit pelaksana teknis. Baik lintas program dan lintas sektor secara terintegrasi. Antara lain, promosi kesehatan, Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS). Kemudian, gerakan Germas, surveilans epidemiologi. Itu bentuk program pemangku kesehatan untuk mengajak hidup sehat," tandas drg Wilys.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya