Penjelasan PT BSI Terkait Keruhnya Air Laut di Kampung Panau Batam

PT BSI bersikukuh tidak melakukan reklamasi namun kegiatan cut and fill, sementara warga tak peduli istilahnya namun lebih fokus mempersoalkan dampak kegiatan tersebut.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 16 Mar 2023, 14:47 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2023, 14:47 WIB
Batam
Begini penampakan air laut di kampung Panau yang keruh dan memiliki warna yang sama dengan daratan. Foto: liputan6.com/ajang nurdin.

Liputan6.com, Batam - Menyusul protes atas keruhnya air laut, ratusan warga Kampung Tua Panau, Kelurahan Kabil Kecamatan Nongsa Kota Batam menggelar pertemuan dengan PT Blue Steel Industries (BSI).  

Selama ini PT BSI dianggap menjadi penyebab air laut keruh dengan kegiatan reklamasi pantai. 

Dalam pertemuan tersebut PT BSI diwakili Legal Officer, Al Hadid. Ia menyampaikan bahwa PT BSI tidak melakukan reklamasi.

"Jangan semua dibilang reklamasi. Yang dikerjakan kategorinya masuk Cut and Fill. Memotong dan mengisi. Memotong lahan yang berlebih untuk mengisi yang kurang," kata Al Hadid. 

Ditambahkan pula dalam pengerjaan cut and fill itu pengerjaannya di darat. Akibatnya ketika terkena air hujan akhirnya masuk ke laut. Adapun luasannya tetap 14 hektar. Jika dilakukan reklamasi laut, tentu luasan daratan akan bertambah.

Menurutnya, PT Blue Steel Industri merupakan salah satu perusahaan yang diprioritaskan pemerintah. Rencananya memang akan melakukan reklamasi untuk pengembangan.

"Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) juga sudah dimiliki. Semua kegiatan kami sudah mengantongi izin. Mulai dari izin pemanfaatan lahan, hingga pelaksanaan cut and fill," katanya.

Sikap Warga

Batam
Begini penampakan air laut yang keruh dan berwarna sama dengan daratan di kampung Panau, Batam. Foto: liputan6.com/ajang nurdin.

Perbedaan pemahaman kegiatan reklamasi dan cut and fill itu tidak terlalu dipusingkan masyarakat. Warga masyarakat lebih menyoroti dampaknya.

"Apapun istilahnya bagi kami tidak penting, tapi lihatlah dampaknya. Kami yang merasakan dampaknya," kata Hasan Deny, salah satu warga yang ditokohkan di Kampung Panau.

Itulah sebabnya, warga menuntut tindak lanjut penanganan atas dampak yang ditimbulkan. Hasan menyebutkan akibat kegiatan PT BSI, bibir pantai ditimbun, pohon-pohonan pantai juga dikubur. 

"Akibat lebih nyata adalah masuknya timbunan itu ke laut dan menyebabkan laut menjadi keruh, kami tak bisa lagi mencari nafkah. Udang, kepiting, ikan semuanya tak bisa kita dapatkan," kata Hasan.

Sementara itu Wahyu Wahyudin Anggota DPRD Kepri berupaya agar permasalahan cepat teratasi dan tuntutan warga dapat terpenuhi. Selain itu tetap harus dijaga agar aktivitas PT BSI juga tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya.

"Warga ini berharap besar kepada saya mampu menjembatani masalah ini. Sangat wajar karena memang itu masuk daerah pemilihan saya," kata Wahyu.

Dalam pertemuan tersebut, sempat juga ditawarkan kompensasi sebesar Rp 50 juta bagi warga. Namun angka tersebut dinilai tak cukup karena harus dibagi kepada sekitar 200 warga.

"Kalau kami fokus pada penanganan pencemaran laut. Karena jelas sekali dampaknya kami tak bisa bekerja," kata Hasan.

Wahyu sendiri menyebut bahwa pertemuan tersebut memang mengalami jalan buntu. Maka sebagai anggota DPRD meminta agar DLH Kepri yang ada di Batam bersedia meninjau lokasi.

"Biar mereka yang menghitung dampak yang terjadi di Kampung Panau, " kata Wahyu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya