Terasi Cirebon, Saksi Bisu Kemerdekaan Kerajaan Cirebon dari Padjajaran

Disinyalir terasi sudah ada sejak zaman sebelum kerajaan Cirebon berdiri. Kemungkinan, terasi Cirebon sudah ada sejak zaman kerajaan Singapura.

oleh Panji Prayitno diperbarui 13 Apr 2023, 04:00 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2023, 04:00 WIB
Terasi Cirebon, Akulturasi Budaya Hingga Saksi Bisu Kerajaan Cirebon Merdeka Dari Padjajaran
Terasi menjadi alat kerajaan Cirebon untuk memerdekakan diri dari Padjadjaran. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Cirebon merupakan salah satu daerah di Pantura Jawa Barat yang memiliki ragam peninggalan leluhur yang masih lestari. Salah satunya adalah jenis bumbu masak yang terbuat dari udang kecil atau rebon yakni terasi.

Dirangkum dari berbagai sumber, terasi kini sudah menjadi salah satu komoditas unggulan Cirebon. Meski pada kenyataannya, para perajin rumahan terasi Cirebon semakin sulit dicari.

Almarhum Opan Safari, Filolog asal Cirebon menyebutkan bahwa terasi sudah ada sejak zaman sebelum kerajaan Cirebon berdiri. Kemungkinan, terasi Cirebon sudah ada sejak zaman kerajaan Singapura.

Peristiwa monumental awal mula masa kejayaan Terasi Cirebon yakni pada tahun 1415. Saat itu, kerajaan Singapura kedatangan pasukan besar dari negeri Tiongkok yang dipimpin langsung oleh Laksamana Cheng Ho.

Kedatangan Cheng Ho di Cirebon cukup lama yakni tujuh hari tujuh malam. Kedatangan rombongan Cheng Ho ke Cirebon selain misi penyebaran Islam juga misi dagang.

"Cheng Ho juga memberikan pengetahuan tentang kesyahbandaran atau teknologi kapal dan pelabuhan dengan didirikannya Mercusuar pertama di Pelabuhan Muara Jati," kata Opan.

Dia menyebutkan, dua akulturasi budaya China dan pribumi Cirebon saat itu sangat harmonis. Memasuki tahun 1445, Pangeran Cakrabuana (Mbah Kuwu Cirebon yang merupakan utusan dari Kerajaan Singapura mendirikan padukuhan pertama bernama Cirebon.

Pangeran Cakrabuana yang salah satu profesinya adalah pencari udang tersebut mengolah sedemikian rupa terasi menjadi lebih bernilai.

"Sejak saat itu terasi olahan Pangeran Cakrabuana sangat dikenal dan mampu membawa nama Cirebon diangkat menjadi Ketumenggungan oleh kerajaan Padjajaran," sebutnya.

Kenikmatan Terasi Cirebon juga membuat Pangeran Cakrabuana diangkat menjadi Tumenggung Kelimangana di bawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran. Saat itu, Cirebon harus membayar upeti kepada Padjajaran berupa garam dan terasi.

Upeti dari Cirebon dikirim ke Desa Balerante Kecamatan Palimanan setelah itu dibawa ke Rajagaluh dan diteruskan ke Bogor. Ciri khas aroma udang rebon tak menghilangkan identitas bumbu masak yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Cirebon.

Merdeka dari Padjajaran

Namun, dalam perjalanannya, Terasi Cirebon menjadi salah satu alasan kerajaan Cirebon untuk memerdekakan diri dari kerajaan Padjajaran. Pangeran Cakrabuana melantik Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) menjadi Raja Cirebon secara sepihak.

Saat Sunan Gunung Jati memutuskan menghentikan upeti dampaknya sangat terasa sekali bagi masyarakat khususnya di kawasan Kerajaan Padjajaran. Mendengar pernyataan sikap Kerajaan Cirebon yang menghentikan upeti, Kerajaan Padjajaran mengirim pasukan ekspedisi khusus pertama ke Cirebon.

"Pasukan ekspedisi khusus yang pertama itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Jagabayan dengan jumlah 40 orang," sebutnya.

Ia menceritakan, dalam ekspedisi tersebut, Tumenggung Jagabayan menggelar dialog bersama Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati untuk memberi penjelasan mengenai penghentian upeti mereka kepada Kerajaan Padjajaran. Sunan Gunung Jati pun menegaskan diri menolak konsep upeti lantaran masyarakat Cirebon belum sejahtera.

Bagi Sunan Gunung Jati konsep itu tidak adil hingga konsep upeti diubah menjadi zakat karena sebelum rakyat makmur Cirebon tidak akan memberikan upeti.

"Dari yang dulu masyarakat miskin harus memberi upeti kepada yang kaya atau pejabat kerajaan kini yang kaya harus membayar zakat kepada masyarakat miskin," tuturnya.

Dari dialog tersebut, pasukan ekspedisi khusus Padjajaran yang dipimpin oleh Tumenggung Jagabayan menyatakan diri tertarik dengan konsep Islam yang diterapkan oleh Sunan Gunung Jati. Pasukan ekspedisi khusus pertama tersebut juga akhirnya masuk Islam.

Kerajaan Padjajaran kembali mengirim pasukan ekspedisi khusus kedua yang dipimpin langsung oleh Tumenggung Jagasatru.

"Saat ekspedisi pertama gagal, adik Pangeran Cakrabuana yakni Kian Santang langsung melihat apa yang terjadi di Cirebon dan seketika itu menyatakan diri bergabung dengan Cirebon untuk menghalai pasukan ekspedisi Tumenggung Jagasatru," ujarnya.

Kedatangan pasukan ekspedisi khusus pimpinan Tumenggung Jagasatru juga diawali dengan dialog. Mendengar penjelasan konsep Islam yang dipaparkan Sunan Gunung Jati, Tumenggung Jagasatru bersama pasukannya pun kembali menyatakan diri masuk Islam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya