Liputan6.com, Magelang - Getuk lindri merupakan salah satu jenis getuk yang masih bertahan hingga kini. Ternyata, penganan tradisional ini memiliki filosofi yang mendalam.
Getuk lindri bisa dengan mudah ditemui di beberapa tempat, seperti pasar tradisional atau penjual khusus jajan pasar. Selain itu, getuk ini juga dijajakan dengan cara ikonik, yakni dengan menggunakan gerobak berspeaker keras yang mendendangkan lagu dangdut.
Warna-warni para getuk lindri ternyata menyimpan sejarah yang cukup kelam. Mengutip dari berbagai sumber, getuk lindri diciptakan saat masyarakat sedang mengalami krisis pangan.
Advertisement
Baca Juga
Saat itu, Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Para warga pun kesulitan mencari beras.
Karena tak ingin berada dalam keadaan lapar terus-menerus, maka masyarakat pun mengolah singkong menjadi makanan sebagai pengganti beras. Memang proses pengolahan singkong ini tak berjalan mulus.
Namun, untungnya di Desa Karet, Magelang, ada seorang laki-laki bernama Mbah Mohtar yang mampu mengolah singkong menjadi penganan yang lezat dan mengenyangkan, yakni getuk lindri. Selain lezat, getuk lindri buatannya juga memiliki tampilan yang cantik.
Getuk lindri kemudian populer di kawasan Magelang dan sekitarnya. Konon, nama getuk berasal dari proses pengolahan singkong yang ditumbuk sampai halus.
Suara ‘tuk-tuk’ dari proses tersebut kemudian dijadikan nama untuk penganan ini, yaitu getuk. Sementara itu, nama lindri berasal dari alat penggulung adonan getuk yang membuatnya terlihat seperti mi. Versi lain menyebutkan, lindri merupakan julukan adonan getuk yang belum matang.
Lebih jauh lagi, penganan ini ternyata juga memiliki filosofi tersendiri. Bagi masyarakat Jawa, penganan ini adalah simbol rasa syukur karena tercipta saat masa paceklik pangan. Ternyata, kehadiran getuk lindri masih bertahan hingga sekarang, meski banyak jenis makanan lain yang lebih modern.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak