Liputan6.com, Banjarmasin - Papintan merupakan kain tenun khas Kalimantan Selatan. Bagi masyarakat setempat, kain ini memiliki daya magis tersendiri.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, disebut memiliki daya magis karena kain ini dianggap bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa penyakit yang bisa disembuhkan, di antaranya sakit kepala yang terus menerus, sakit pinggang, gatal-gatal, dan lainnya.
Tak heran jika kain ini dibuat berdasarkan permintaan khusus dari orang-orang, terutama perihal coraknya. Pasalnya, pembuatan corak kain papitan disesuaikan dengan pesanan dukun.
Advertisement
Meski sudah mulai berkurang, tetapi kain papintan ini masih diproduksi oleh beberapa pengrajin yang berada di daerah Sungai Tabukan, Kecamatan Sungai Pandan, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Awalnya, pembuatan kain ini hanya menggunakan peralatan tradisional saja, tetapi kini peralatan yang digunakan telah berganti menjadi alat tenun bukan mesin.
Baca Juga
Kain tenun papitan menghasilkan beberapa macam jenis, mulai dari kain sarung, kain baju, kain salawar (celana), kain untuk babat, hingga kain untuk laung atau tutup kepala. Adapun bahan yang digunakan untuk menenun adalah benang lawai.
Sementara itu, para pengrajin menggunakan pewarna alami, misalnya warna kuning yang didapatkan dari janar atau kunyit, warna hitam yang didapat dari supang pohon kabuau, warna hijau dari kasumba purun, dan warna merah dari wantik.
Kain papitan memiliki beberapa corak yang oleh masyarakat setempat disebut corak sarigading laki. Corak tersebut berwarna kuning dengan warna biru dan merah di sela garisnya. Selain itu, warna merah juga terdapat pada tumpalnya dengan garis berwarna putih.
Ada juga corak sarigading bini, yaitu corak berwarna kuning dengan garis yang hampir sama dengan sarigading laki. Bedanya, corak ini memiliki garis hitam dan merah yang dipecah oleh garis kuning.
Selain dua corak tersebut, juga terdapat corak lainnya, yakni corak pungling (corak bakampat), corak katutut, dan corak wadi waringin. Kain ini tidak boleh sembarangan dipakai, misalnya pada malam Senin atau malam Kamis karena kain ini merupakan lalasar urang bahari atau ketentuan yang merupakan kebiasaan nenek moyang.
(Resla Aknaita Chak)
Â