Liputan6.com, Medan - Masyarakat Karo di Sumatra Utara memiliki kuliner ekstrem yang berbahan dasar ulat pohon sagu. Kuliner tersebut diberi nama kidu-kidu.
Kidu-kidu umumnya menggunakan ulat sagu dari batang pohon aren atau pohon enau yang telah membusuk. Ulat sagu tersebut berwarna putih dengan tubuh yang cenderung gemuk.
Biasanya ulat-ulat sagu tersebut berukuran sebesar jempol kaki orang dewasa. Ulat sagu dari pohon aren ini berasal dari larva kumbang yang telah menetas.
Advertisement
Masyarakat Karo biasanya menyantap ular ini secara langsung (mentah). Selain masyarakat Karo, masyarakat Indonesia bagian timur juga biasa mengonsumsi ulat ini, baik mentah atau diolah terlebih dahulu.
Baca Juga
Untuk membuat kidu-kidu, ulat sagu yang telah dibersihkan kemudian digoreng hingga renyah. Selanjutnya, ulat tersebut dimasak dengan kuah arsik.
Kuah ini terbuat dari aneka bumbu, seperti kunyit, kemiri, bawang merah, bawang putih, andaliman, dan kincung (kecombrang). Perpaduan bumbu-bumbu ini akan merasuk ke dalam daging ulat, sehingga memberikan rasa khas tersendiri.
Kidu-kidu memiliki rasa yang gurih dengan tekstur lembut. Masyarakat setempat percaya, sajian ini mengandung protein tinggi, sehingga berkhasiat untuk meningkatkan vitalitas.
Konon, sajian ini dahulu merupakan makanan yang paling disukai raja-raja di Karo. Tak heran jika sajian ini selalu ada di setiap kegiatan adat sebagai sajian khusus untuk para raja maupun tokoh masyarakat.
Hingga kini, kidu-kidu masih menjadi sajian khas beberapa daerah di Tanah Karo. Bagi pencinta kuliner ekstrem, sajian ini bisa menjadi pilihan kuliner saat berkunjung ke wilayah ini.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak