Hanya 10 Persen Penduduk Indonesia yang Sarjana, Perpus Jadi Benteng Terakhir Bagi yang Tak Sekolah

Perpustakaan tidak perlu silabus atau kurikulum, hanya perlu kemauan membaca dari masyarakat.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 21 Jun 2023, 13:43 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2023, 13:43 WIB
Kepala Perpusnas
Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando saat kegiatan Stakeholders Meeting Nasional (SHM) di Jakarta, Rabu (21/6/2023). (Liputan6.com/ Dok Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) yang digawangi Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menjadi salah satu solusi cerdas pemulihan ekonomi masyarakat, utamanya di masa pascapandemi Covid-19. Meski demikian, diperlukan kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan dalam membangun literasi masyarakat.

"Stakeholders Meeting mempertemukan para pemangku kepentingan untuk dapat berkolaborasi atau bersinergi dalam membangun literasi masyarakat," beber Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando pada kegiatan Stakeholders Meeting Nasional (SHM) di Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Tugas mencerdaskan anak bangsa adalah tugas bersama. Karena bangsa yang cerdas akan memberikan kesejahteraan. Indonesia mulai saat ini harus berani bersaing dengan negara lain.

"Kita jangan lagi terperdaya dengan mengirimkan bahan baku lalu kemudian diolah di negara lain, dan kembali dijual di dalam negeri. Maka itu, penguasaan teknologi menjadi penting," tambahnya.

Faktanya kita perlu khawatir, pasalnya 90 persen penduduk Indonesia yang bekerja berlatar belakang pendidikan dasar dan menengah. Bahkan, ada yang tidak tamat. Hanya 10 persen penduduk yang bekerja yang memiliki latar pendidikan sarjana.

Oleh karena itu, keberadaan perpustakaan umum perlu diperkuat dengan kegiatan seperti ini. Manifesto IFLA mengatakan bangku terakhir bagi yang tidak duduk di sekolah formal adalah perpustakaan umum.

"Tidak perlu silabus atau kurikulum. Yang terpenting bagi masyarakat adalah bahan bacaan yang mampu memberikan pengetahuan dan pengajaran dan sarat tutorial," terang Bando.

Syarif Bando berharap dengan digelar SHM Nasional, daerah memiliki landasan kebijakan yang dibutuhkan bagi pelaksanaan program, terbentuk kerjasama, dan jejaring antar perpustakaan daerah dengan pemangku kepentingan serta perluasaan program replikasi TPBIS secara mandiri dan berkelanjutan.

 

Gerakan Nasional Membangun Literasi

Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus Perpusnas Nani Suryani menambahkan semangat dari kegiatan ini adalah membangun komitmen dan dukungan stakeholder untuk transformasi perpustakaan yang berkelanjutan, dengan harapan dapat terciptanya masyarakat sejahtera melalui TPBIS.

"Tujuan dari diselenggarakannya SHM ini adalah selain memperkuat sinergi dan kolaborasi stakeholders pelaksanaan TPBIS, dan mendorong program TPBIS menjadi gerakan nasional pembangunan literasi," imbuh Nani.

SHM Nasional dihadiri 695 peserta yang berasal dari Provinsi dan kabupaten/kota mitra tahun 2022, 2020, 2018, mitra program Role Model, konsultan pendamping program TPBIS, dan dihadiri 1.000 peserta secara virtual.

Stakeholder Meeting Nasional tahun 2023 dikemas dalam beberapa sesi acara meliputi penyampaian materi oleh para narasumber terkait urgensi mendorong keberlanjutan penguatan literasi masyarakat melalui program replikasi mandiri, dan talk show “Sinergitas & Kolaborasi Lintas Sektor sebagai Gerakan Bersama Pengembangan Program TPBIS di Daerah”.

Narasumber yang hadir pada SHM kali ini, diantaranya Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Plt. Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas Didik Darmanto, mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso, Kepala Desa Sulubombong Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, Kepala STF Driyarkara Jakarta Augustinus Setyo Wibowo, dan Cak Lontong.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya