Liputan6.com, Jambi - Tak jauh dari pusat desa di kilo satu, sebuah kanal membelah Desa Pematang Rahim, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Air di kanal selebar lapangan badminton yang berwarna hitam itu terlihat surut dan mengalir lambat. Air gambut di kanal tersebut berasal dari konsesi hutan tanaman industri (HTI) akasia.
Pemandangan pada Selasa sore, 13 Juni lalu, itu amat kontras dengan situasi saat musim penghujan. Ketika memasuki musim penghujan air di kanal tersebut cepat meluber, merendam kebun warga. Bahkan, merendam jalan lintas Muara Sabak di desa tersebut.
Baca Juga
Seorang warga Pematang Rahim, Yandri menuturkan sejak perusahaan HTI menerapkan sistem kanal timbun atau bloking, membuat kondisi tata kelola air di desanya berantakan. Air di kanal itu gampang diatur oleh perusahaan.
Advertisement
"Sekarang ini kalau mau masuk musim kemarau cepat sekali kering, begitu sebaliknya. Kalau mau masuk musim hujan cepat sekali banjir," kata Ketua RT13, Desa Pematang Rahim Fauzi.
"Sejak ada kanal WKS itu kemarau dikit langsung kering, hujan dikit langsung banjir," Yandri, Warga Desa Pematang Rahim menyambung nimbrung Fauzi.
WKS yang disebut Yandri adalah PT Wira Karya Sakti (WKS), perusahaan pemegang izin HTI. Di area konsesi perusahaan ini terhampar amat jembar kebun akasia dan eucalyptus. Di Jambi perusahaan ini mulai beroperasi sejak 1996.
PT WKS adalah perusahaan HTI pemasok bahan baku bubur kertas untuk perusahaan raksasa Asia Pulp and Paper (APP Sinar Mas)--kelompok usaha milik taipan Eka Tjipta Widjaja.
Dalam dokumen ringkasan publik tahun 2022 disebutkan, secara total perseroan ini menguasai konsesi seluas 290.380 hektare atau empat kali luas Provinsi Jakarta. Konsesi perseroan ini tersebar di lima kabupaten di Jambi dan terbagi menjadi delapan distrik.
Konsesi perusahaan di Distrik VII berada di dua kabupaten, yakni Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur. Luas area Distrik VII PT WKS di konsesi ini mencapai 23.993 hektare dan merupakan area produksi di lahan gambut di KHG Sungai Batanghari-Sungai Lagan-Sungai-Mendahara.
Konsesi di Desa Pematang Rahim, berada di area kerja Distrik VII. Di area tersebut lahan baru dibuka mulai 2004. Di konsesi lahan amat jembar itu perusahaan melaksanakan kegiatan pembukaan wilayah hutan seperti membangun jaringan kanal dan jalan koridor.
Berdasarkan data ringkasan publik PT WKS yang dikeluarkan tahun 2022, khusus di Distrik VII perusahaan membangun jaringan kanal sepanjang 804.063 meter (804 kilometer) atau setara dengan jarak Jambi-Jakarta.
Panjang kanal yang dibangun itu di antaranya kanal primer sepanjang 98.325 meter, dan kanal sekunder sepanjang 705.738 meter.
Â
Dampak Kanal Bloking
Di lahan konsesi WKS itu, Yandri menyaksikan bagaimana perusahaan membuat kanal primer. Perusahan juga dengan gampang membuka dan menutup kanal melalui sistem bloking. Padahal kanal tersebut mengalir dan bermuara ke Sungai Mendahara.
Tanah hitam kecoklatan terlihat masih baru menimbun di kanal empat. Jejak garukan eksavator masih terlihat di atas timbunan kanal. Air gambut yang seharusnya mengalir ke Desa Pematang Rahim itu tertahan karena karena kanal tersebut ditimbun. Sementara air di kanal tersebut mengalir ke kanal sekunder melalui saluran di sampingnya.
Secara administratif, kanal yang bloking itu tersebut berada di Desa Pematang Rahim. Sejauh mata memandang kanal itu amat panjang. Sementara di bibirnya nampak barisan pohon akasia. Di Desa Pematang Rahim, Yandri mencatat ada sekitar 22 kanal blocking milik perusahaan tersebut.
"Ini primer (kanal) WKS, Sabtu kemarin mulai ditimbun, jadi airnya tertahan dan justru mengalir kembali ke kebunnya. Sementara di bagian hilirnya surut," ujar Yandri.
"Kalau surut dan kering begini pastilah menggangu perahu transportasi warga, perahu jadi kandas," sambung Yandri.
Yandri menurutkan sejak ada pembangunan kanal perusahaan, sekarang keadaan berbalik dan sukar diprediksi. Pembangunan jaringan kanal yang masif berdampak pada sistem tata kelola air di desanya. Â
"Kalau musim hujan dibuka ini (bendungannya), jadi masyarakat kita, termasuk kebun saya sendiri tenggelam kena banjir," kata Yandri.
Masih jelas di ingatan Fauzi, Ketua RT13 Desa Pematang Rahim, pada peristiwa banjir yang terjadi di desa pada April 2019. Banjir yang terjadi pada tahun itu kata Fauzi, banjir paling parah yang pernah ia rasakan.
Lahir dan besar di Desa Pematang Rahim, Fauzi mengaku tak pernah melihat banjir separah itu. Banjir yang terjadi pada tahun 2019 itu merendam hingga ratusan rumah. Bahkan banjir tersebut merendam jalan lintas Muara Sabak. Pada tahun tersebut kata dia, terjadi dua kali.
"Ada 5 RT yang terdampak banjir," kata Fauzi.
Sementara itu, warga Desa Pematang Rahim Hasan, menuding kanal milik PT WKS yang berada di sekitar permukiman warga menjadi penyebab banjir mudah meluap. Terlebih lagi saat curah hujan tinggi luapan air dari kanal semakin cepat menggenangi rumah warga.
"Sejak ada kanal itu desa daerah kami sudah dua kali terkena banjir. Sangat merugikan karena aktivitas sehari-hari kami terganggu," ujarnya.
Apa yang dialami masyarakat di Desa Pematang Rahim itu diduga akibat eksploitasi ekosistem gambut oleh perusahaan HTI di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di antara Sungai Batanghari-Sungai Lagan-Sungai Mendahara.
Saat musim hujan, masyarakat yang tinggal di sekitar gambut konsesi juga terkena imbas banjir. Pun saat kemarau, wilayah kelola masyarakat mengalami kekeringan.
Pejabat Humas PT WKS Taufik Qurochman mengakui perusahaan masih menggunakan sistem kanal bloking. Dia mengatakan kanal bloking, tabat kanal, sekat kanal yang dibuat perusahaan untuk pengaturan air di areal gambut supaya gambut tidak kering.
Dia tidak menampik saat musim kemarau berarti kanal tersebut akan ditutup supaya lahan mereka tetap basah, dan begitu bila datang musim hujan bloking kanal akan dibuka supaya lahan mereka tidak tergenang. "Ya betul gitu," kata Taufik ketika dihubungi melalui pesan WhatApps.
Â
Advertisement
Ironis Gambut Jambi
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi pernah merilis analisis peta konsesi WKS dan sebaran kedalaman gambut. Analisis lembaga nirlaba yang foksu pada isu konservasi lingkungan itu menunjukkan kalau gambut kedalaman 4-8 meter di kawasan HTI WKS di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur, atau Distrik VII luasnya mencapai 10.806 hektare.
Koordinator Program KKI Warsi Ade Chandra memaparkan gambut di Jambi. Dalam sebuah paparannya itu, dia mengungkapn fakta bahwa gambut di Jambi telah mengalami degradasi, dan gambut juga selama ini paksakan dengan tanaman tidak adaptif seperti monokultur akasia dan kelapa sawit.
“Kemudian gambut di Jambi sudah dikanalisasi, sekarang terdapat ratusan ribu kanal di kawasan gambut," kata Ade.
Selain banjir dan kekeringan, kebakaran di lahan gambut masih menjadi momok di negeri ini. Lahan gambut yang terbakar tentu sangat berbahaya dan memperburuk krisis iklim. Menurut Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS), kebakaran di Indonesia hingga pertengahan November 2019 telah melepaskan 708 juta ton emisi gas rumah kaca.
Ade mengatakan, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) berulang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan HTI. PT WKS sebut Ade, menjadi salah satu perusahaan HTI yang mengalami kebakaran berulang 2015-2019.
Selain itu, Ade bilang terdapat sejumlah tantangan temulihan gambut. Menurut dia, menjaga muka air gambut hanya boleh 40 cm, hingga kini masih belum sepenuhnya bisa dijalankan oleh korporasi.
"Hal ini dikarenakan lahan gambut sudah terlanjur diperuntukkan untuk perkebunan dan hutan tanaman industri," ucap Ade.
Selain itu, mengembalikan gambut dengan kedalaman 3 meter menjadi fungsi lindung masih belum dilakukan. Hingga saat ini, kawasan gambut dengan kedalaman 3 meter, masih diperuntukkan untuk fungsi-fungsi selain lindung.
"Gambut dengan kedalaman 3 meter harus dikembalikan marwahnya sebagai fungsi ekosistem lindung," Ade menambahkan.
Â