Asal Usul Sejarah Penanggalan Kalender Jawa

Sistem penanggalan ini kemudian dimanfaatkan di Kesultanan Mataram dan kerajaan pecahan lain yang mendapatkan pengaruhnya.

oleh Tifani diperbarui 02 Jul 2023, 02:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2023, 02:00 WIB
Penghitungan Kalender Jawa
Ahli Petung Jawa , Totok Yasmiran sedang menunjukan isi dari Serat Pawukon yang merupakan koleksi naskah kuno Museum Radya Pustaka, Solo, Kamis (27/2).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kalender jawa menjadi salah satu sistem penanggalan tradisional yang masih digunakan hingga saat ini. Meskipun tidak digunakan secara umum seperti halnya kalender masehi, kalender jawa masih menjadi bagian yang melekat dalam kehidupan masyarakat.

Tak jarang, perhitungan hari baik dan pengambilan keputusan masih didasarkan pertimbangan kalender ini. Dikutip dari laman jurnal berjudul Kalender Jawa Islam Menurut Ronggowasito dalam Serat Widya Pradhana (2003) karya Yumna Nur Mahmudah dan Ahmad Izzuddin, kalender jawa mulai digunakan pada 1633 masehi setelah pertama kali dicetuskan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Sistem penanggalan ini kemudian dimanfaatkan di Kesultanan Mataram dan kerajaan pecahan lain yang mendapatkan pengaruhnya. Dibuat pada tahun 911 Sebelum Masehi, kalender jawa diciptakan oleh seseorang bernama Mpu Hubayun.

Selanjutnya, terjadi beberapa perubahan terhadap huruf atau aksara dan sastra Jawa oleh Prabu Sri Mahapunggung I, tepatnya pada sekitar 50 Sebelum Masehi. Kalender jawa diciptakan berdasarkan asal usul atau isi semesta, atau disebut sebagai Sangkan Paraning Bawana.

Peran Kesultanan Mataram dalam menyebarkan kalender ini membuatnya terus diwariskan secara turun-temurun. Maka dari itu, hingga saat ini masih berlaku hampir di seluruh Pulau Jawa.

Pada sistem ini, terdapat dua siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad hingga Sabtu), dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran. Salah satu keunikan kalender Jawa terletak pada macam-macam sistem penanggalan yang menginspirasinya.

Dalam kalender jawa termuat Sistem penanggalan hijriyah (islam), sistem penanggalan hindu, dan sistem penanggalan masehi (julian) dari budaya barat. Tiga sistem tersebut mulanya beredar dan digunakan di masyarakat secara terpisah.

Namun, Sultan Agung mengusulkan penyatuan kalender guna memperkuat persatuan di wilayah Mataram untuk melawan bangsa asing. Meskipun telah eksis bertahun-tahun sebelumnya, kalender Jawa baru dimulai pada tanggal 1 Badrawana tahun Sri Harsa Windu Kuntara (tanggal 1, bulan 1, tahun 1, dan windu 1).

Bertepatan dengan hari Radite Kasih (Minggu Kliwon), atau dalam 21 Juni 78 M pada kalender juvian. Pada dasarnya, sistem penanggalan kalender jawa mengikuti sistem kalender hijriyah.

Meskipun begitu, tetap terdapat beberapa perbedaan yang memisahkan keduanya. Kalender jawa memiliki tiga tahun kabisat di tiap windunya (delapan tahun).

Sedangkan kalender Islam memiliki sebelas tahun kabisat setiap tiga puluh tahunnya. Perbedaan ini tentunya memiliki dampak tertentu bagi penanggalan kalender jawa, yaitu peristiwa 120 tahun sekali di mana terdapat satu hari yang harus dibuang agar perhitungan kalender jawa dan kalender hijriyah tetap sama, siklus ini dinamakan siklus kurup.

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya