Kebakaran TPA Sarimukti dan Potret Buruk Praktik Open Dumping

AZWI menegaskan bahwa kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 27 Agu 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2023, 03:00 WIB
kebakaran tpa sarimukti
Kebakaran melanda TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 23 Agustus 2023. (dok. Diskar PB Kota Bandung)

Liputan6.com, Bandung - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyoroti kebakaran TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang terbakar sejak pekan lalu, Sabut, 19 Agustus 2023. Kejadian tersebut dianggap sebagai potret buruk praktik open dumping.

Hal itu disampaikan AZWI lewat keterangan pers tertulis, diterima Liputan6.com, Jumat, 25 Agustus 2023

Open dumping merupakan metode pembuangan sampah atau limbah dengan cara dibuang begitu di tempat pembuangan akhir. Praktik ini dinilai memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, serta keberlanjutan ekosistem.

Sistem open dumping seperti di TPA Sarimukti membuat sampah tercampur, ada banyak bahan mudah terbakar seperti kertas, plastik, dan bahan organik. Jika bahan-bahan tersebut terkena api atau panas yang tinggi, maka rentan terbakar dan dapat memicu kebakaran.

Parameter yang menjadi perhatian adalah karbon monoksida, hidrogen sulfida, merkuri, dioksin, furan, bahan-bahan kimia organik dan anorganik lain.

Beberapa bahan kimia yang terakumulasi dari sampah dapat bereaksi dengan air atau udara, menghasilkan gas metana yang mudah terbakar atau bahkan pencetus percikan api kecil.

Disampaikan AZWI, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 364 TPA di Indonesia sebanyak 33 persen di antaranya menerapkan sistem Open Dumping, 55 persen Controlled Landfills, dan sisanya 12 persen Sanitary Landfills.

Namun kenyataannya, AZWI menilai mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis dan terbukti masih banyak praktik open dumping.

"Pengoperasian TPA sudah tidak diperbolehkan lagi dengan sistem terbuka (open dumping), standar Indonesia minimal harus controlled landfill dengan tutupan urugan tanah harian atau mingguan agar kebakaran dan pencemaran lingkungan dapat dicegah,” kata Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, dikutip dalam keterangan pers AZWI.

Pemerintah Pusat dan Daerah seharusnya sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membenahnya menjadi sistem controlled dan sanitary landfill.

Biaya yang dikeluarkan akibat kebakaran TPA bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan biaya pembelian tanah tutupan harian atau mingguan. Selain itu biaya dan dampak kesehatan terhadap warga yang berisiko (populations at risks) juga tinggi.

“Harus ada SOP terutama pada musim kemarau, ada tanda larangan merokok atau bawa api yang cukup jelas, ada arahan menghadapi percikan api sampai terjadi kebakaran besar dan ‘warning system’ agar warga waspada. Panduan teknis pemadaman api harus dikeluarkan dan sebaiknya dengan menggunakan urugan tanah, pakai air hanya waktu awal dan hindari penggunaan AFFF/fire foam, karena mahal dan lebih beracun (mengandung PFAS),” kata Yuyun.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Masalah Sampah Organik

Di sisi lain, sampah organik merupakan penyebab terjadinya sebagian besar masalah di TPA. Kebakaran dapat terjadi karena emisi gas metan, yang juga merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang 25 kali lebih kuat dari C02.

Beratnya beban IPAL dan kumuhnya kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya juga turut memperparah kondisi TPA. Pemerintah di semua level harus memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah organik sebagai langkah strategis untuk mendorong perbaikan kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya.

“Tidak siapnya aspek tata kelola ini menyebabkan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan pemerintah daerah gagal menjalankan pemilahan dan pengolahan sampah organik secara maksimal. Pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab atas masalah ketidaksiapan tata kelola pemerintah daerah," kata Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), David Sutasurya.

"Saat ini, peraturan-peraturan teknis mengenai pengelolaan sampah dan pelaksanaan undang-undang pemerintah belum memberikan arahan yang spesifik, serta tidak menciptakan kondisi yang mendukung agar pemerintah daerah berani menegakkan hukum dan meningkatkan alokasi anggaran yang diperlukan,” imbuhnya.

Setiap tahun, kasus kebakaran TPA yang menggunakan metode open dumping selalu terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Selain TPA Sarimukti, pada minggu yang sama, kebakaran juga terjadi di TPA-TPA Kota Palu (TPA Kawatuna), Kabupaten Tegal (TPA Dermasuci dan TPA Penujah), Palembang (TPA Sukawinatan), lalu ada kebakaran kecil di sekitar TPA Imogiri dan TPA Sumur Batu.

Dalam siaran persnya, AZWI menegaskan bahwa kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya