Temuan Wadah Air Terbuka di Situs Keputren Diduga Peninggalan Kerajaan Majapahit

Tim Ekskavasi Situs Keputren Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kerto-Pleret menemukan wadah air seperti di era Kerajaan Majapahit.

oleh Yanuar H diperbarui 14 Sep 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2023, 09:00 WIB
kawasan cagar budaya kerto pleret bantul di situs kedaton
Dua petugas melakukan eskavasi benteng cepuri sisi selatan Situs Kedaton, di Kedaton, Pleret,Bantul, Yogyakarta. Untuk melestarikan peninggalan kerajaan Mataram Islam masa Amangkurat I pada abad 17 m

Liputan6.com, Yogyakarta Tim Ekskavasi Situs Keputren Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kerto-Pleret menemukan artefak fragmen gerabah seperti wadah air terbuka dengan motif hias dan ciri khas era Kerajaan Majapahit. Peneliti Pusat Riset Arkeologi, Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hery Priswanto mengatakan ekskavasi yang dilakukan di Situs Keputren ini merupakan rangkaian akhir dari penelitian yang dilakukan Dinas Kebudayaan DIY atau Kundho Kabudayan DIY pada 2023.

“Yang menarik selama saya melakukan penelitian di Pleret sejak 2007 lalu, temuan ini baru sekali berupa wadah air terbuka dengan ornamen yang mirip dengan ornamen yang saya jumpai di Trowulan, Mojokerto sehingga ada kemiripan dengan era Kerajaan Majapahit. Artinya keberadaan artefak ini dimiliki bukan orang sembarangan,'di lokasi penelitian, Keputren, Pleret, Bantul, Selasa (5/9/2023).

Hery mengatakan fragmen gerabah wadah air tanpa tutup berukir peninggalan Majapahit pada abad 13 ini ditemukan pada salah satu kotak area ekskavasi yang diduga merupakan saluran air kuno berasal dari abad 17 atau era Kerajaan Mataram Islam dalam kondisi tidak utuh berbentuk kepingan. Menariknya, meski telah hancur, karakter motif hias yang bercirikan era Majapahit kuno masih nampak jelas dan menonjol ukirannya.

Wadah air terbuka kuno ini sendiri diperkirakan memiliki diameter sekitar 50 cm yang biasa digunakan kalangan bangsawan kala itu.

"Keputren sendiri merupakan sebuah pemukiman Pleret yang digunakan para putri raja dan selirnya. Dengan temuan artefak berupa wadah-wadah air kemudian struktur ini bisa menjawab bahwa Keputren ini punya peran dan nilai penting serta bagian dari Keraton Pleret yang pernah ada pada abad 17,” tutur Hery selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Tim Ekskavasi Situs Keputren.

Lebih lanjut Hery mengungkapkan bahwa ukiran pada artefak fragmen yang ditemukan di Situs Keputren Pleret ini sama dengan ukiran dengan era Majapahit Kuno. Dengan demikian keberadaan benda ini sudah ada dan dimanfaatkan oleh orang yang tidak sembarangan di Situs Keputren tersebut. Mengingat artefak wadah air yang dimiliki masyarakat pada umumnya biasanya polos alias tidak mempunyai ukiran.

Temuan artefak fragmen kuno yang monumental dan signifikan ini selanjutnya di data dan diserahkan kepada Disbud DIY untuk dilakukan kegiatan pelestarian dan pengamanan serta disimpan di Museum Pleret.

"Tim mendapatkan temuan dua struktur, yaitu pertama struktur pondasi dari sebuah tembok yang membujur dari timur ke barat dengan lebar kurang lebih 70 cm pondasinya dan berbahan bata. Kedua, struktur yang diduga sebagai saluran air dengan orientasi utara-selatan. Pada struktur saluran air inilah ditemukan artefak fragmen kuno berupa wadah-wadah atau tempat air yang sudah tidak utuh."

Lokasi ekskavasi Keputren sejak 10 Agustus 2023 hingga 7 September 2023 ini milik warga bernama Parjinem dan belum dibebaskan Disbud DIY hingga saat ini. Tim Ekskavasi Situs Keputren hanya diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian tetapi setelah selesai akan ditutup atau ditimbun tanah kembali demi keamanan dan pelestarian situs tersebut. 

“ Harapan kami jika lahan situs ini sudah dibebaskan akan menambah satu klaster lagi yang ada di KCB Kerto-Pleret seperti klaster Masjid Kauman, Klaster Kerto, Klaster Kedaton dan kemungkinan bisa menambah Klaster Keputren. Di Pleret ini juga dijumpai cepuri beteng dalam dan ternyata keberadaan situs Keputren ini berada di sisi utara dari cepuri,” imbuh Hery.

Sebelumnya, Hery mengungkapkan awal mula di lakukan ekskavasi situs Keputren. Pada 1980-an, ada seorang warga yang sudah mengangkat tiga batu andesit yang dijadikan taman di area yang menjadi lokasi penelitian saat ini. Selain pengambilan batu andesit, banyak warga yang menggali batu bata merah. Dalam hal ini, pihaknya merekomendasikan agar batu andesit tersebut dikembalikan ke tempat semula.

Selanjutnya jika situs tersebut belum diambil alih dinas, maka perlu diberikan papan informasi bahwa di lokasi tersebut pernah dilakukan penelitian dengan hasil struktur dan data artefak supaya diketahui masyarakat. 

Kerabat pemilik lahan Situs Keputren sekaligus Koordinator Pengelola KCB Kerto-Pleret Supriyanto menyampaikan lokasi situs ini memang masih lahan pribadi milik bibinya yang kini bermukim di Malang sehingga yang mengurus tanahnya diserahkan kepada ayahnya. Sebelum dimiliki sang bibi, kebun ini, dahulu merupakan hutan bambu dan pemakaman sinden. 

Warga saat itu banyak yang mengambil bata dan batu andesit di lokasi ini. Lambat laun hingga saat ini, lahan kosong ini digunakan sebagai kandang ternak warga setempat.

“Awal digali memang ada batu bata di atas batu andesit yang membujur sehingga kita presentasikan di Disbud DIY dan akhirnya dibuka. Ini pertama kali ekskavasi yang status tanahnya belum dibebaskan, hal ini berkaitan dengan tugas saya di KCB Kerta-Pleret. Harapannya lahan ini bisa dibebaskan agar menjadi pengayaan dan kelengkapan cerita sejarah KCB Kerto - Pleret. Saya siap membantu mediasi dan mudah-mudahan ada tindak-lanjut dari Disbud DIY nantinya,” imbuh Supri. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya