Bupati Meranti Jadikan Kepala Dinas 'Sapi Perah' untuk Kumpulkan Uang

Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sewaktu menjabat menjadikan seluruh kepala dinas sebagai sapi merah sehingga bisa mengumpulkan uang belasan miliar dan membuat sejumlah pejabat mundur.

oleh M Syukur diperbarui 21 Sep 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2023, 15:00 WIB
Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil mendengarkan keterangan saksi dalam persidangan pembuktian kasus korupsi yang dilakukannya.
Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil mendengarkan keterangan saksi dalam persidangan pembuktian kasus korupsi yang dilakukannya. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil jalani sidang pembuktian atas tiga dakwaan korupsi yang dilakukannya sewaktu menjabat. Ada 10 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Di antara para saksi adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Suprianto, mantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Almubarok dan mantan Kadis PU Mardiansyah.

Bambang dalam kesaksiannya menjelaskan, salah satu bawahannya bernama Alamsyah pernah mengadu telah dipanggil oleh Bupati Meranti Muhammad Adil. Saat itu, dia diminta mengondisikan pemotongan 10 persen dari GU (ganti uang).

Alamsyah menyebut hal itu harus disampaikan kepada seluruh kepala organisasi perangkat daerah atau kepala dinas di Kepulauan Meranti.

"Saya bilang ke dia (Alamsyah), jangan dilaksanakan karena tak lazim, saya larang itu," kata Bambang menjawab pertanyaan JPU KPK terkait langkah yang dilakukannya.

Keterangan Bambang tersebut dibenarkan oleh Alamsyah yang juga hadir di persidangan. Alamsyah mengatakan, setelah berkoordinasi dengan Bambang, dia kembali bertemu dengan terdakwa M Adil.

"Saya saat itu menemui Bupati dan mengatakan saya tidak berani menyampaikan ke Kepala OPD-OPD, bupati saat itu mengatakan yoweslah (ya sudahlah)," kata Alamsyah yang kini berdinas di BPKAD Provinsi Riau.

Menurut Alamsyah, sebelum lebaran tahun 2022, dia menemui M Adil. Dalam pertemuan itu, dia meminta izin kepada M Adil untuk pulang ke Kota Pekanbaru, sembari menyerahkan uang Rp20 juta.

"Sebelum lebaran, bupati mengatakan kepada saya mohon dibantu pencairan GU, saya bantu Rp20 juta untuk bupati," ucap Alamsyah.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Berulang Kali

Sementara itu, saksi Mardiansyah mengatakan, dia menjabat sebagai Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti sejak September 2021 hingga Oktober 2022.

Dia menceritakan, pada suatu kesempatan dipanggil oleh M Adil. Hal tersebut terkait dengan pemotongan uang persediaan (UP) dan GU.

"Saat itu saya dipanggil, bupati minta memotong 10 persen dan setelah cair langsung diserahkan, Januari 2022 ada diserahkan," kata Mardiansyah.

Menurutnya, UP Rp2 miliar yang ada di Dinas PUPR Kepulauan Meranti, dipotong 10 persen untuk diserahkan ke M Adil. Permintaan uang itu tidak hanya sekali dilakukan M Adil kepada Mardiansyah.

"UP Rp200 juta dari yang Rp2 miliar itu saya serahkan ke bupati, di rumah dinas," kata Mardiansyah.

Usai menyerahkan uang itu, Mardiansyah selalu menjadi sapi perah oleh terdakwa. Dia selalu diminta uang puluhan juta hingga ratusan juta.

"Ada Rp50 juta dua kali, ada yang Rp30 juta dan ada Rp20 juta, yang kecil-kecil lewat ajudan, seperti Rp30 juta dan Rp20 juta, lewat ajudan juga ada yang Rp100 juta," jelas Mardiansyah.

Mardiansyah mengaku selalu didesak oleh terdakwa untuk menyetorkan uang dengan dalih UP. Mardiansyah kemudian meminta kepada Sekretaris Dinas PUPR Kepulauan Meranti Fajar, untuk mengoordinasi permintaan itu.

"Total sekitar Rp1,6 miliar sampai Rp1,8 miliar, ini periode sampai Oktober 2022," jelasnya.

Karena tidak sanggup dengan desakan permintaan M Adil, akhirnya Mardiansyah mengundurkan diri dari jabatannya selaku Kadis PUPR Kepulauan Meranti.

"Saya mengundurkan diri Oktober 2022, alasannya saya tidak sanggup," tuturnya.

 

Tiga Dakwaan

Sebagai informasi, M Adil dalam perkara korupsi dijerat dengan 3 dakwaan. Pertama, melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, sebesar Rp17.280.222.003.

M Adil melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran UP dan Ganti Uang GU kepada masing-masing Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Pemotongan UP dan GU itu dilakukan M Adil di APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Rinciannya, di tahun 2022 sebesar Rp12.269.222.053 dan tahun 2023 sebesar Rp5.011.000.000.

Dakwaan kedua, M Adil didakwa telah menerima suap dari Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan travel haji dan umroh. Adil menerima fee sebesar Rp750 juta, dari 250 jamaah umroh yang diberangkatkan.

Dari satu jamaah yang diberangkatkan itu, Adil mendapatkan fee dari Fitria Nengsih sebesar Rp3 juta. Ratusan jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan anggaran APBD Tahun 2022.

Sementara dakwaan ketiga, bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap uang kepada auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru dan parkiran Hotel Grand Zuri.

M Adil melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada M Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebanyak Rp1 miliar.

M Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. Dimana, M Adil ingin agar M Fahmi melakukan pengkondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya