Supitan, Upacara Daur Hidup Anak Laki-Laki

Upacara supitan juga dapat dimaknai sebagai upacara peralihan bagi anak laki-laki menuju tingkatan kehidupan yang baru, yakni peralihan seorang anak laki-laki ke masa dewasa.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Sep 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2023, 06:00 WIB
Once Mekel berpartisipasi dalam khitanan massal yang diselenggarakan untuk warga.
Once Mekel berpartisipasi dalam khitanan massal yang diselenggarakan untuk warga.

Liputan6.com, Yogyakarta - Upacara supitan merupakan salah satu upacara daur hidup untuk anak laki-laki. Nama lain dari tradisi ini adalah sunatan, tetakan, atau khitan.

Umumnya, tradisi ini dilakukan oleh anak laki-laki di bawah 16 tahun. Upacara ini dimaksudkan untuk menghilangkan sesuker atau kotoran yang ada di dalam tubuh seseorang.

Mengutip dari kebudayaan.jogjakota.go.id, upacara supitan juga dapat dimaknai sebagai upacara peralihan bagi anak laki-laki menuju tingkatan kehidupan yang baru, yakni peralihan seorang anak laki-laki ke masa dewasa. Hal ini lah yang menjadilan upacara ini hanya terbatas untuk anak laki-laki usia 10-16 tahun atau sebelum anak menginjak usia dewasa.

Tradisi ini banyak dilakukan di berbagai daerah. Setiap daerah juga memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya sesuai dengan kearifan lokal di daerah masing-masing. Namun, umumnya upacara ini dilakukan demgan serangkaian acara tertentu, yakni dimulai dari rembung keluarga.

Dalam rembug keluarga akan ditentukan hari pelaksanaan upacara supitan. Untuk menentukannya pun tak bisa sembarangan karena harus berpatokan pada weton atau hari baik yang diberikan oleh sesepuh.

Selanjutnya, acara rewangan atau kegiatan gotong-royong yang dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh keluarga yang memiliki hajat.

Selain itu, ada juga ater-ater, yakni kegiatan mengirim makanan kepada masyarakat sekitar sebagai bagian doa, syukuran, dan undangan dari yang punya hajat. Aksi gotong royong juga terjadi pada saat sinoman. Para golongan muda akan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas selama hajatan berlangsung, seperti mendirikan tenda hingga melayani tamu.

Selanjutnya, ada kegiatan majang tarub, yakni kegiatan membuat hiasan gapura dengan memasang tenda dan bleketepe di tempat yang akan digunakan sebagai prosesi upacara supitan. Acara selanjutnya adalah siraman yang menjadi simbol membersihkan diri bagi anak yang akan disupit.

Sebelum upacara supitan dimulai, keluarga juga akan menggelar selamatan dengan membaca kitab suci bersama-sama. Tujuannya untuk mendoakan agar proses supitan diberi kelancaran.

Acara dilanjutkan dengan pingitan. Anak yang akan disupit ditemani oleh para sesepuh dan tetangga di malam hari sebelum upacara supitan dilaksanakan.

Pada pagi hari juga akan digelar prosesi ngabekten atau sungkeman kepada orang tua. Prosesi ini dilakukan untuk memberi doa restu agar prosesi berjalan dengan lancar dan dapat memberikan kebaikan setelahnya.

Setelah rangkaian panjang, baru prosesi supitan dilaksanakan dengan diawali pawai keliling kampung. Usai prosesi, akan digelar tasyakuran atau syukuran sebagai wujud syukur karena upacara supitan berjalan dengan lancar.

Tasyakuran menjadi prosesi penutup untuk rangkaian upacara supitan. Namun, sering kali pihak keluarga telah menyiapkan hiburan yang dihadirkan di akhir acara.

Dalam hiburan tersebut akan ditampilkan berbagai kesenian kerakyatan yang berkembang dalam masyarakat. Acara hiburan ini sekaligus menjadi ucapan terima kasih dari pemilik hajat kepada warga sekitar yang telah berpartisipasi selama upacara supitan berlangsung.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya