Memburu Target Pengurangan Sampah Laut, Mulai dari Hulu dan Peran Industri Hijau

Pemerintah terus didorong untuk mempercepat upaya pencapaian target pengurangan sampah laut.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2023, 03:05 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2023, 02:31 WIB
Sampah di Pesisir Marunda Kepu
Keberadaan sampah pesisir ini bikin kotor lautan yang ada di kawasan permukiman kampung nelayan. (merdeka.com/imam buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83/2018 tentang Penanganan Sampah di Laut menargetkan pengurangan kebocoran sampah di laut sebanyak 70 persen dari tahun 2018-2025.

Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKNPSL) mencatat bahwa dari tahun 2018-2022, kebocoran sampah ke laut yang berhasil ditanggulangi sebanyak 35,36%. Pemerintah terus didorong untuk mempercepat upaya pencapaian target pengurangan sampah laut.

Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rofi Alhanif mengungkapkan, bahwa Industri hijau perlu berperan untuk mencegah kebocoran.

Dalam silaturahmi ekosistem hijau yang diinisiasi Greenhope, Rofi mewakili Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan. Silaturahmi itu bertajuk 'Peran Industri Hijau Mengurangi Kebocoran Sampah di Laut'.

"Target yang dimaksud bukan untuk membersihkan sampah yang telah ada di laut. Melainkan, mengurangi jumlah sampah plastik yang masuk ke laut karena ini tidak mungkin," tegasnya, Rabu (4/10/2023).

 

Bagaimana Regulasi Penanganan Sampah?

Peran Industri Hijau Mengurangi Kebocoran Sampah di Laut.
Peran Industri Hijau Mengurangi Kebocoran Sampah di Laut.

Dalam kesempatan yang sama, Komisaris Greenhope Todung Mulya Lubis menyayangkan adanya ego-sektoral dalam regulasi penanganan sampah.

Dia mencontohkan, adanya Undang-Undang Nomor 18/2008 tentang penanganan sampah laut yang dirujuk dalam Peraturan Presiden (Perpres) 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut dan Peraturan Menteri (Permen) LHK 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

"Saya melihat regulasi-regulasi tersebut sebetulnya semangatnya bagus, sudah in line dengan perubahan-perubahan yang kita inginkan menuju dunia yang lebih sustainable. Tapi saya melihat atensi terhadap industri mudah terurai masih kalah dengan fokus yang ke arah reduce, reuse dan recycle," tuturnya.

Menurutnya, pemerintah perlu mengakomodasi semua solusi yang didukung oleh perangkat regulasi agar dapat mencapai cita-cita pengurangan sampah yang lebih optimal.

 

Tanggung Jawab Pengendalian Sampah

Dia melanjutkan, sejatinya, pemerintah Indonesia telah memiliki instrumen regulasi yang cukup lengkap mengenai penanganan sampah dari hulu ke hilir. Regulasi ini bertingkat mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden hingga peraturan Menteri.

Menyambung, Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi mengungkapkan, bahwa di dalam RAN (Rencana Aksi Nasional) Perpres penanganan sampah laut, institusinya juga punya tanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya pengendalian sampah dari hulu.

"Kementerian perindustrian berkontribusi mendorong industri untuk memproduksi bahan polimer plastik serta produk plastik yang mudah terurai (biodegradable) dan dapat didaur ulang, penyusunan SNI produk plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang serta membuat regulasi Peraturan Menteri Perindustrian tentang SNI plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang secara wajib," bebernya.

 

Pengurangan Sampah

Selain itu, diapun menyebutkan perlunya dukungan bagi industri plastik mudah terurai dengan pemberian insentif.

Lebih detil, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Herman Supriadi pada diskusi panel menyepakati soal pengelolaan sampah perlu dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dari pengurangan di hulu hingga penanganan di hilir.

Di sektor hulu, sambungnya, pengurangan sampah bisa dimulai dari mendorong sektor industri plastik di hulu untuk memproduksi polimer plastik yang mudah terurai oleh proses alam atau dapat didaur ulang.

"Artinya, sejak awal bahan bakunya sendiri sudah didesain untuk bisa terurai atau bisa didaur ulang sesuai UU 18 atau PP 81 atau di Perpres 83," ujarnya.

Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) perusahaan riset bioteknologi Greenhope, Tommy Tjiptadjaja menegaskan, bagaimana pentingnya inovasi dalam menciptakan material plastik berkelanjutan.

"Selain itu, penting juga untuk berkolaborasi dalam ekosistem pengurangan sampah dengan strategi pencegahan timbulan sampah plastik," ujar dia.

Dia berpendapat, para pelaku usaha sebaiknya tak hanya mementingkan kepentingan bisnis semata. Di saat bersamaan, mereka juga harus berkontribusi dalam pembatasan dan penanganan sampah

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya