Liputan6.com, Jakarta - Invasi Israel ke Jalur Gaza, Palestina masih terus berlangsung dan genap mencapai 100 hari lebih. Tak tinggal diam, Afrika Selatan pun mengambil langkah konkret dengan menyeret Israel ke International Court Justice (ICJ).
Pada tanggal 11-12 Januari 2024, ICJ telah mendengarkan laporan Afrika Selatan atas genosida yang dilakukan Israel terhadap Bangsa Palestina. Afsel berpandangan bahwa aksi yang dilakukan Israel adalah suatu aktivitas genosida yang membinasakan warga Gaza.
Lewat gugatan yang diajukan pada akhir Desember 2023 lalu, Afsel pun menuntut agar mahkamah memerintahkan Israel untuk menghentikan agresi militernya. Dalam pengajuan setebal 84 halaman, Afrika Selatan mengatakan, jika Israel melanggar Konvensi Genosida tahun 1948 yang dibuat setelah Perang Dunia II dan Holocaust.
Advertisement
Baca Juga
Di mana Tel Aviv yang merupakan ibu kota Israel, ikut serta menandatangani perjanjian Konvensi Genosida PBB. Perjanjian ini menyebutkan jika semua negara yang menandatangani konvensi tersebut wajib untuk tidak melakukan genosida dan juga mencegah dan menghukum siapapun yang melakukannya.
Perlu diketahui, konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida disahkan PBB pada 9 Desember 1948. Perjanjian tersebut mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras atau agama.
Hingga Desember 2019, 152 negara telah meratifikasi atau mengaksesi perjanjian tersebut, yang terakhir adalah Mauritius pada 8 Juli 2019. Satu negara bagian, Republik Dominika, telah menandatangani tetapi belum meratifikasi perjanjian tersebut. Adapun Israel juga masuk dalam konvensi tersebut pada 17 Agustus 1949.
Lanjutkan Aksi Boikot
Indonesia yang sedari awal bersama Palestina tidak bisa melakukan aksi seperti halnya Afsel dan negara lain. Pasalnya, Indonesia bukan termasuk negara yang menandatangani konvensi tersebut. Namun ada hal lain yang juga menjadi langkah konkret RI dalam membantu Palestina.
Founder Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan inisiasi Afsel dan beberapa negara lain sangat penting dan perlu didukung karena sebagai langkah awal yang legal untuk mulai men-tracking kejahatan internasional. Juga, menegakkan Hukum Humanitarian Internasional yang dilakukan Israel terhadap Palestina dengan menghadirkan bukti-bukti untuk menjatuhkan sanksi dan embargo.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Afrika Selatan yang telah berhasil menyeret Israel ke Mahkamah Internasional (Internasional Court of Justice) untuk menghentikan genosida Israel terhadap Palestina," katanya.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Sekjen MUI bidang Hukum dan HAM serta Katib Syuriyah PBNU ini menilai Afsel telah memiliki sejumlah dokumen yang mengacu pada bukti-bukti faktual dan situasi yang konkrit. Selain itu, negara yang dijuluki negara Pelangi ini juga memiliki sejarah sebagai negara yang pernah mengalami perlakuan politik aparteid.
"Maka Afrika Selatan sangat paham betul terkait ethnic cleansing, ethnic separatism (pemecah belah etnik), aparteid, dan genosida. Apa yang dilakukan Afrika Selatan saat ini akan dikenang dan tercatat dalam sejarah," tambahnya.
Langkah Afrika Selatan yang menyeret Israel ke meja hijau internasional tidak hanya bisa menyelamatkan bangsa Palestina. Aksi ini secara global juga dilakukan demi memperjuangkan kemanusiaan sebab Afrika Selatan juga menunjukkan bahwa ketidakadilan ada di mana-mana.
Lebih lanjut, apa yang dilakukan Afrika Selatan ini berdampak pada sistem internasional. "Akan ada tensi atau tekanan yang dapat mempengaruhi pemerintah global," sebutnya.
Namun selain langkah konkret Afrika Selatan, bangsa lain pun bisa turut berkontribusi dalam membela Palestina dan menghentikan genosida di tanah tersebut. "Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mendukung inisiatif ini dan banyak hal yang sudah dilakukan seperti demonstrasi, gerakan boikot, dan meng-highlight isu Palestina di media sosial dengan membagikan isu-isu tersebut terutama memperkuat gerakan boikot atas produk terafiliasi zionis Israel," sebutnya.
Di Indonesia sendiri, bentuk dukungan masyarakat terhadap Palestina bisa dilakukan dengan kekuatan kolektif yakni mensosialisasikan Fatwa MUI Nomor 83 tahun 2024 tentang Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina dan gerakan menjauhi Produk Israel dan yang terafiliasi dengan Israel. Menurutnya, masyarakat Indonesia perlu terus konsisten melakukan upaya-upaya dukungan terhadap Palestina ini karena akan mempengaruhi kebijakan negara di dunia dan geo politik internasional.
Selain itu, penting untuk terus mengingatkan pemerintah bahwa gencatan senjata saat ini sangat dibutuhkan oleh Palestina dan Indonesia bersama negara-negara OKI punya kekuatan untuk mewujudkan hal tersebut. "Salah satu cara untuk mendukung perjuangan bangsa Palestina adalah dengan terus memelihara nyala api gerakan boikot yang terus wajib dijaga sekaligus sebagai momentum untuk menumbuhkan produk nasional," kata dia.
Â
Advertisement
Israel Kian Bebal dan Dilanda Konflik Internal
Meski sudah diseret ke pengadilan internasional, rezim Zionis Israel justru berbalik arah menyerang tuduhan genosida. Sikap playing victim ini pun ditunjukkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. "Hari ini kita melihat dunia yang terbalik. Israel dituduh melakukan genosida, padahal Israel sedang berperang melawan genosida," sebutnya.
Hal senada juga diungkapkan jajaran rezim Zionis Israel lainnya. "Sangat keterlaluan jika Afrika Selatan memilih berperan sebagai pembela setan dan menjadikan dirinya terlibat secara kriminal dalam rezim Hamas pemerkosa," sebut Juru Bicara Pemerintah Israel Eylon Levy.
Begitu juga dengan pendapat negara sekutu Israel lainnya. "Tuntutan Afrika Selatan terhadap Israel, mengalihkan perhatian dunia dari upaya penting untuk perdamaian dan keamanan," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken.
Sementara itu, di internal Zionis Israel tengah mengalami konflik internal di mana Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant terlibat cekcok dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu. Bahkan, konflik ini diikuti dengan aksi walkout dari rapat kabinet perang yang membahas perang melawan Hamas.
Dilansir The Times of Israel, Senin (15/1/2024), insiden itu dilaporkan terjadi saat rapat kabinet perang digelar pada Sabtu (13/1) malam waktu setempat. Gallant tiba-tiba keluar, atau melakukan walkout, dari ruangan yang menjadi lokasi rapat kabinet perang Israel setelah berselisih dengan Netanyahu.
Â