Tradisi Pemakaman Passiliran Toraja, Wujud Rahim Ibu dalam Batang Pohon

Masyarakat Toraja memang memiliki tradisi pemakaman unik.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 25 Jan 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2024, 16:00 WIB
3. Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Rumah adat di Tana Toraja (foto: Discoveryourindonesia.com)

Liputan6.com, Toraja - Pemandangan pohon tinggi menjulang tampak di Desa Kambira, Tana Toraja. Pohon-pohon ini menjadi tempat bayi-bayi dimakamkan melalui tradisi pemakaman passiliran.

Mengutip dari indonesiakaya.com, pohon tersebut adalah pohon tarra yang memiliki buah mirip sukun. Masyarakat Toraja memang memiliki tradisi pemakaman unik.

Kematian seseorang dianggap sebagai kesempatan terakhir untuk berbuat sesuatu. Mereka percaya bahwa hidup orang Toraja menjadi berarti jika kematian dan proses pemakamannya dilakukan dengan baik.

Sementara itu, passiliran adalah tradisi penguburan bayi di dalam batang pohon di Desa Kambira. Namun, hanya bayi yang belum tumbuh gigi saja yang akan dimakankan di sini ketika meninggal dunia.

Hal itu karena bayi yang belum memiliki gigi dianggap masih suci. Bagi masyarakat Kambira, menguburkan bayi di dalam pohon tarra ibarat mengembalikan bayi ke dalam rahim ibunya. Dalam tradisi ini terselip harapan, yakni dengan mengembalikan bayi ke rahim ibunya maka akan menyelamatkan bayi-bayi yang lahir kemudian.

Sebelum dikuburkan, jenazah bayi diletakkan dalam posisi berdiri tanpa dibungkus apa pun. Dengan posisi ini, masyarakat beranggapan bahwa bayi juga akan tumbuh di dalam pohon.

Sementara itu, pohon tarra dipilih sebagai kuburan bayi karena memiliki banyak getah. Mereka menganggap bahwa getah dapat menjadi pengganti air susu ibu.

Pohon tarra memiliki diameter 80-100 cm. Cara memakamkan bayi di pohon ini adalah dengan melubani batangnya.

Kemudian, jenazah bayi dimasukkan dalam posisi berdiri. Selain itu, jenazah bayi ditempatkan menghadap ke arah tempat tinggal keluarganya.

Lubang itu lalu ditutup dengan ijuk pohon enau. Adapun posisi lubang penempatan jenazah bayi di pohon juga disesuaikan dengan strata sosialnya, yakni semaki tinggi posisi lubang menandakan semakin tinggi kasta keluarganya.

Proses pemakaman ini hanya dilakukan orang Toraja pengikut Aluk Todolo (kepercayaan kepada leluhur). Saat proses pemakaman hingga sekitar satu tahun, sang ibu tak diperbolehkan melihat karena dipercaya bisa mengurangi kemungkinan sang ibu mendapatkan bayi sehat lagi pada masa mendatang.

Setelah puluhan tahun, lubang pohon tarra akan tertutup sendiri dan jenazah bayi yang dimakamkam di sana akan tetap bersemayam. Pohon tarra tetap hidup dengan baik dan tak boleh ditebang agar tak memutus kelanjutan hidup atau perjalanan si bayi menuju alam baka.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya