Sekolah Ekonomi Sirkular UGM: Sampah Bisa Jadi Sumber Penghasilan

Sampah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Tantangan pengelolaan sampah di tanah air menjadi kian berat dengan semakin penuhnya kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa daerah.

oleh Yanuar H diperbarui 13 Mar 2024, 23:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2024, 23:00 WIB
Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah plastik harus melibatkan berbagai pihak dari berbagai sektor. (Foto: Unsplash/OCG Saving The Ocean)

Liputan6.com, Yogyakarta - Pemda DIY akan menutup permanen TPA Piyungan pada April 2024 mendatang karena sudah melebihi kapasitas. Melihat kondisi ini Peneliti Ekonomi Sirkular UGM, Suci Lestari Yuana, memandang masyarakat  memiliki peran penting dalam proses pengelolaan sampah, sehingga Fisipol UGM membuat sekolah ekonomi sirkular untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

“Implementasi ekonomi sirkular penting dilakukan di level praktik sehari-hari dalam merespons tantangan ini, di mana limbah dianggap sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan kembali dan bisa menjadi sumber penghasilan,” tutur Dosen HI Fisipol sekaligus peneliti di Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM ini, Kamis  7 Maret 2024.

Suci mengatakan timnya melakukan riset, bagaimana 68 sekolah di Indonesia yang tergabung dalam sekolah ekonomi sirkular menerapkan prinsip 5R (Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Recycle) di lingkungan sekolah. 

"Sekolah ekonomi Sirkular diinisiasi sejak tahun 2021 silam dengan melibatkan sebanyak 68 sekolah ini tersebar di Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Utara."

Praktik-praktik 5R, dalam pengelolaan sampah ini peran sekolah dan institusi pendidikan menjadi kunci sebagai agen perubahan karena mempengaruhi pola pikir siswa dan tanggung jawab lingkungan. Menurutnya, sekolah memiliki potensi besar untuk membentuk perilaku berkelanjutan dengan mengintegrasikan konsep 5R dalam kurikulum dan kegiatan sekolah sehari-hari. 

"Selain itu, sekolah dapat menjadi pusat penyuluhan bagi siswa dan masyarakat sekitar tentang pentingnya pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sampah," katanya.

Suci menjelaskan pemerintah memiliki peran krusial dalam upaya mendukung pengelolaan sampah dan implementasi praktik-praktik 5R di sekolah dan institusi pendidikan. 

"Pemerintah dalam hal ini berperan untuk memotivasi dan mendorong transformasi sirkular," ujarnya.

Ia mengatakan inisiatif seperti Indonesia Green Principal Awards (IGPA) telah memainkan peran penting mendorong sekolah untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan, walau terdapat tantangan dengan sedikitnya partisipasi sekolah di Yogyakarta. Karenanya kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan dengan merancang kebijakan yang memberikan insentif kepada sekolah yang aktif dalam melakukan transformasi sirkular. 

Hal tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan alokasi dana khusus, penghargaan, atau dukungan teknis bagi sekolah yang berhasil mengimplementasikan praktik-praktik 5R secara efektif.

“Kebijakan ini dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi sekolah di Yogyakarta untuk terlibat lebih aktif dalam perubahan menuju praktik berkelanjutan,”ujarnya tentang pengelolaan sampah ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya