Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah dan telah melewati level 16.000 beberapa waktu lalu. Bahkan, Rupiah terus melemah dan menembus level 16.200 karena gejolak ekonomi global.
Senior Portfolio Manager, Equity Manulife Investment Management Samuel Kesuma menilai pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan faktor global. Menurutnya, salah satu fokus Bank Indonesia (BI) saat ini pun sudah sesuai, yaitu upaya stabilitas nilai tukar.
"Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga nilai tukar lewat intervensi di pasar mata uang, dan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder yang juga diharapkan bisa menopang pasar obligasi," ungkap dia.
Advertisement
Dia memprediksi Jika volatilitas nilai tukar yang terjadi saat ini memang terbukti hanya lonjakan temporer, nilai tukar Rupiah di akhir tahun nanti adalah kisaran 14.900 sampai 15.300 per dolar AS.
Baca Juga
Berbeda dengan Samuel, Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai pelemahan nilai tukar rupiah harus disikapi dengan melihat konteks perekonomian tanah air secara menyeluruh. "Sebagai ekonom, saya mengajak Ibu Sri Mulyani dan pengambil kebijakan ekonomi lain seperti Bank Indonesia dan OJK harus menganalisis konteks ekonomi lebih luas, termasuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah, kondisi pasar global, dan faktor internal yang mempengaruhi kekuatan ekonomi," ungkapnya.
Dia mengatakan harus ada evaluasi yang tidak sekadar melampaui angka depresiasi mata uang dan memasukkan pertimbangan terhadap fiskal atau ekonomi makro, stabilitas politik, dan kebijakan fiskal dan moneter. "Jangan sekadar membandingkan nominal pelemahan nilai tukar saja," pintanya.
Simak Video Pilihan Ini:
Memperkuat Nilai Tukar dengan Pendekatan Fundamental Ekonomi
Untuk memperkuat nilai tukar rupiah secara berkelanjutan dan menyentuh aspek fundamental ekonomi, menurutnya, Indonesia memerlukan serangkaian reformasi yang mendalam.
Namun, upaya ini harus dengan serius dilakukan, karena jika tidak, cadangan devisa Indonesia tidak akan mencukupi untuk mengintervensi dolar AS yang sudden flight. "Menyikapi Pelemahan rupiah 1 minggu terakhir, devisa Indonesia diprediksi sudah tergerus US$ 2,6 miliar sehingga cadangan devisa menjadi US$ 137,8 miliar per akhir April 2024," sebutnya.
Padahal, mengutip data Bank Indonesia (BI), posisi cadangan devisa Indonesia di akhir Maret 2024 sebesar 140,4 miliar dollar AS. Dia pun menyarankan sejumlah langkah untuk menstabilisasi nilai tukar Rupiah.
Pertama, diversifikasi pembiayaan pembangunan ekonomi. Caranya dengan mengurangi ketergantungan pada Utang Luar Negeri (ULN) baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kedua, reformasi kebijakan fiskal. Menurutnya, kebijakan fiskal saat ini belum mengoptimalkan struktur pajak untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani sektor produktif.
Ketiga, kebijakan moneter yang proaktif melalui koordinasi yang lebih erat antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar. "Kadang BI terkesan sendirian menjadi guardian of Rupiah, padahal seharusnya koordinasi dapat memperkuat rupiah tanpa kehilangan devisa Indonesia yang signifikan," katanya.
Melalui pendekatan yang lebih holistik dan fokus pada kekuatan internal ekonomi, Indonesia dapat membangun fondasi yang lebih kokoh untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.
Dia menegaskan memperkuat nilai tukar rupiah bukan hanya melalui intervensi pasar, tetapi melalui pembenahan struktural yang akan memperbaiki ekonomi dari dalam.
Advertisement