Liputan6.com, Bandung - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) Bey Machmudin meminta seluruh kabupaten dan kota terus mengakselerasi pembangunan tempat pengelolaan sampah dengan metode reduce reuse recycle (TPS3R). Menurut Bey pengelolaan di TPS3R yakni sampah yang diolah kemudian diarahkan menjadi energi baru terbarukan seperti refuse derived fuel (RDF) yang dibutuhkan dan bisa dijual ke pabrik-pabrik pengolahan.
"Contohnya di Kota Bandung dikembangkan sampah nonorganik menjadi RDF," ujar Bey Machmudin saat meninjau TPS3R Ence Azis di kawasan Gardujati, Kota Bandung, Jabar (Senin, 13/5/2024).
Bey meninjau TPS3R Ence Azis setelah di tempat yang sama mendengarkan pemaparan Tim Satgas Persampahan Bandung Raya. Setelah TPS3R Ence Azis, Pemerintah Jabar bersama Pemda Kota Bandung akan menyiapkan tiga TPS3R lain, yakni di Jalan Indramayu (Antapani), Babakan Siliwangi, dan Batununggal.
Advertisement
"TPS3R Ence Azis dulu, nanti yang lainnya menyusul. Ence Azis sebagai trigger, nanti kalau sudah berjalan mudah-mudahan ada swasta yang mau masuk membantu," kata Bey.
Bey mengatakan TPS3R Ence Azis dapat mengolah sampah sampai 6 ton per hari selama delapan jam. Bey ingin ada peningkatan kapasitas menjadi 10 ton sampah per hari. Bey mengatakan untuk membuat satu TPS3R membutuhkan anggaran sekitar Rp3 miliar. "Intinya kami ingin sampah itu tuntas di tahun ini, minimal di Kota Bandung sebagai percontohan untuk kota dan kabupaten lainnya di Jabar," sebut Bey.
Baca Juga
Percepat Operasional TPPAS Lulut Nambo
Sebelumnya, Sekertaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Sekda Jabar) Herman Suryatman mengatakan percepatan operasional Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo merupakan kepentingan lintas kabupaten dan kota mengingat akan melayani empat wilayah lintas provinsi, yakni Kota dan Kabupaten Bogor serta Kota Depok (Jawa Barat), ditambah Kota Tangerang Selatan (Banten).
Agar percepatan itu segera terlaksana, Herman bertemu langsung Penjabat (Pj) Bupati Bogor Asmawa Tosepu membahas khusus penanganan sampah di TPPAS Lulut Nambo.
"(Pemerintah) Provinsi insyaallah konsisten mengawal, tapi membutuhkan dukungan kabupaten dan kota, salah satunya tuan rumah Kabupaten Bogor," ujar Herman Suryatman usai bertemu Asmawa pada Kamis (9/5/2024) dilansir Liputan6.
Herman menegaskan Pemerintah Provinsi Jabar terus berupaya mempercepat operasional TPPAS Lulut Nambo untuk menyelesaikan masalah sampah regional Bogor-Depok-Tangerang Selatan.
"Alhamdulillah barusan saya dengan Pak (Penjabat) Bupati sudah sepakat untuk menyelesaikan persoalan di lapangan. Insyaallah Sabtu ini tim dari Provinsi dan Kabupaten, dengan pihak ketiga, akan sosialisasi untuk memastikan masyarakat juga paham dengan situasi kondisi di lapangan," kata Herman.
Herman mengingatkan setiap program dan kebijakan tidak ada yang sempurna, selalu akan ada kekurangan dan keterbatasan. Pemdaprov Jabar terbuka atas kritik dan aspirasi masyarakat.
Herman menyadari persoalan sampah di Bogor-Depok-Tangerang Selatan sudah sangat mendesak. Karena itu, operasional TPPAS Lulut Nambo sebagai solusi terkini dan modern tak boleh lagi tertunda.
"Paling penting kami harus fokus, jangan sampai ujicoba tertunda, karena kita berpacu dengan waktu,"ucap Herman.
TPPAS Lulut Nambo berlokasi di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor memiliki luas 55 hektare, mampu memisahkan sampah menjadi tiga bagian yaitu kompos, biomasa, dan RDF (refuse derifed fuel). Khusus sampah yang diolah jadi RDF akan diambil PT Indocement selaku offtaker.
"Kami akan coba selesaikan secara pararel, nanti kita ujicobakan, kita sosialisasi, lalu kita ujicobakan lagi. Mudah- mudahan minggu depan sudah bisa kita ujicobakan, kalau ada hal lain mari kita bicarakan, mari kita selesaikan termasuk status jalan," sebut Herman.
Herman menuturkan, meski TPPAS Lulut Nambo ada di Kabupaten Bogor tapi asetnya milik Provinsi dan juga ada aset pihak ketiga.
Selanjutnya ucap Herman, akan ada kajian soal status jalan menuju TPPAS Legoknangka menjadi milik Pemerintah Kabupaten Bogor, atau provinsi.
"Semua hal kan tidak tanpa kendala, pro kontra biasa. Yang paling penting kita punya niat yang baik bagaimana TPPAS Lulut Nambo bisa secepatnya beroperasi. Kami dari provinsi membuka diri kalau ada kendala silakan sampaikan, nanti kita duduk bersama," sebut Herman.
Advertisement
Kritik Walhi soal Penanganan Sampah
Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) memandang, teknologi Refuse-Derived-Fuel (RDF) tidak akan menyelesaikan masalah sampah di Kota Bandung. Salah satu problem yang dinilai Walhi adalah tidak adanya pemilahan sampah pada proses RDF.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin Iwang, dalam keterangan tertulis di Bandung, dikutip Minggu, 21 April 2024.
"Sikap Walhi selama ini tidak pernah mendukung menyikapi persoalan sampah dengan cara dibakar, pemanfaatan sampah menjadi RDF tidak pernah kami benarkan. Cara tersebut tidak ada mekanisme pemilahan pada saat memproses serta memadatkan sampah yang campur menjadi RDF," katanya dilansir Liputan6.
Teknologi RDF memproses sampah anorganik menjadi ukuran kecil biasa lazim dibentuk pelet. Proses tersebut dikenal sebagai proses homogenizers. Pelet itu buasa dimanfaatkan dalam pembakaran recovaring batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemerintah Kota Bandung turut menerapkan teknologi RDF dalam menangani masalah sampah seperti di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis yang diresmikan pada 2023 lalu. Diketahui, akan ada 9 TPST yang menerapkan teknologi RDF.
"Ketika barang tersebut sudah dipadatkan dan selanjutnya di bakar maka zat berbahaya yang terkandung pada RDF tersebut akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia serta menimbulkan pencemaran yang berdampak semakin buruknya kualitas udara," katanya.
"Sampah malah di jadikan RDF dan di jadikan bahan baku pembakaran untuk industri, saat ini pemerintah telah mendistribusikan RDF ke beberapa industri salah satunya PLTU serta industri semen, hal tersebut yang kami anggap sebagai solusi palsu," imbuh Iwang.
Diurai dari Sumbernya
Walhi Jawa Barat beranggapan, masalah sampah harus diurai mulai dari sumbernya dan dengan cara menerapkan 3R.
Reuse (memanfaatkan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lain), Reduce (mengurangi produksi sampah), dan Recycle (mendaur ulang sampah jadi produk atau barang yang bermanfaat).
"Pemerintah selama ini dalam mengatasi sampah salah satunya terus memaksakan rencana pengadaan tekhnologi PLTSa serta PSEL, hal ini tidak mencerminkan mandat Undang-Undang Pengelolaan sampah No.18 tahun 2008 dengan mendorong serta mengelola sampah dari sumber dan minimasi sampah dengan baik," kata Iwang.
Selain itu, publik juga harus mulai membatasi penggunaan kantong plastik. Di sisi lain, produsen harus bertanggung jawab terhadap produk kemasannya.
Walhi sebagai anggota dari Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyampaikan secara tegas, "menolak segala bentuk teknologi yang caranya bakar-bakaran serta melahirkan utang yang akan menambah beban dan kerugian negara".
Advertisement
Emiten Daur Ulang Limbah
Dicuplik dari kanal saham, Liputan6, Emiten daur ulang limbah PT Inocycle Technology Group Tbk (INOV) mengantongi peningkatan penjualan produk daur ulangnya pada kuartal I-2024 ini. Tercatat, penjualan perusahaan sebesar Rp 151,6 miliar atau meningkat 4,4 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Direktur PT Inocycle Technology Group Tbk Victor Choi menyampaikan, lonjakan ini terutama disebabkan oleh kinerja yang kuat dari produk Recycled Polyester Staple Fiber (Re-PSF). Produk itu berkontribusi sebesar 76 persen dari total penjualan, menunjukkan peningkatan 20,1 persen dari tahun sebelumnya.
INOV juga berhasil mencatat laba kotor sebesar Rp 24,4 miliar. Namun, dengan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, INOV mengalami rugi kurs karena mayoritas utangnya berdenominasi dalam dolar AS. Jika mengeluarkan nilai rugi kurs tersebut dan menghitung secara murni operasional INOV, Perusahaan mencatat laba usaha sebesar Rp 2,3 miliar pada Kuartal 1-2024.
"Proyeksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengindikasikan bahwa timbulan sampah plastik dapat mencapai 9,9 juta ton pada tahun 2025, hal ini membuat INOV optimis akan masa depan bisnis daur ulang plastik." Kata Direktur INOV, Victor Choi dalam keterangannya, Kamis (2/5/2024).
Victor menjelaskan, selama ini, perusahaan terus mempertahankan dan meningkatkan kapasitas produksinya. Saat ini sudah mencapai 40.000 ton per tahun, guna memenuhi dan mengimbangi peningkatan permintaan akan bahan yang berkelanjutan.
"Komitmen INOV untuk memperluas kemampuan daur ulangnya terlihat dari jejak operasionalnya, dengan fasilitas pencucian di Solo, Mojokerto, Medan, Makassar, dan Subang, serta pabrik re-PSF di Tangerang, Solo, Mojokerto, dan Medan," kata Victor.
Lalu, penambahan fasilitas pencucian di Subang, Jawa Barat, dengan kapasitas 12.000 ton per tahun, dan pabrik re-PSF dengan kapasitas produksi 7.200 ton per tahun.
Bangun Fasilitas Tambahan
Lebih lanjut, Victor mengungkap strategi untuk mempertahankan kinerjanya. Yakni dengan membangun fasilitas pencucian dan pusat daur ulang di lokasi-lokasi yang strategis, yaitu di Tangerang, Solo, Mojokerto, Salatiga, Palembang, Medan, dan Makassar.
Fasilitas-fasilitas ini memungkinkan pengumpulan dan pengolahan bahan baku berupa sampah botol plastik PET yang dikumpulkan dari berbagai daerah secara terintegrasi.
Menurutnya, hasil produksi INOV banyak digunakan sebagai bahan mentah untuk berbagai produk yang sering ditemui sehari-hari. Serat non-woven yang dihasilkan adalah bahan baku manufakturing untuk berbagai industri seperti otomotif dan garmen.
"Sementara Recycled Polyester Staple Fiber (Re-PSF) sebagai kontributor penjualan terbesar kuartal ini juga kerap digunakan untuk menghasilkan produk rumah tangga seperti bantal, selimut dan bed cover," pungkas dia.
Advertisement