Liputan6.com, Batam - Penyelidik subdit 2 Bareskrim Polri, menindaklanjuti dugaan sengketa lahan, antara BP Batam dengan PT Centresarana Sejati di wilayah Tanjung Gundap, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Dalam pengecekan ke lokasi lahan para penyelidik juga meminta keterangan dari BP Batam dan PT Centresarana Sejati.
Baca Juga
Kasus bermula ketika PT CSS berniat investasi di Batam. Setelah melalui proses, PT CSS mendapatkan lahan tahun 1999 dari Otorita Batam yang kemudian berganti nama menjadi BP Batam.
Advertisement
Bali Dalo, kuasa hukum PT CSS menyampaikan bahwa lahan yang didapatkan kliennya ternyata tak sesuai kesepakatan. Belakangan diketahui ada luasan lahan yang ternyata diberikan kepada pihak lain dan mengurangi alokasi luasan yang menjadi hak PT CSS.
"Sempat ada tawaran solusi dari BP Batam agar PT CSS membeli lahan yang ternyata sudah dikuasai pihak lain. Artinya ditawarkan membeli lahan di atas lahannya sendiri," kata Bali Dalo.
Sesuai perjanjian saat itu, PT CSS mendapatkan alokasi lahan 20 hektare. Lahan tersebut untuk kawasan indrustri, sesuai izin prinsip pada tanggal 17 Pebruari 1999. Selain itu PT CSS juga harus membangun infrastruktur berupa jalan hingga lebih dari 4 KM.
Atas pengalokasi lahan tersebut, Otorita Batam (BP Batam) menerbitkan faktur tagihan UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita) sebesar Rp. 5.014.197.000 dan faktur Jaminan Pelaksanaan Pembangunan ( JPP ) sebesar Rp. 125.354.925. Ingin investasi lancar, maka semua dilunasi oleh PT CSS.
"Seharusnya otorita Batam (BP Batam) langsung menerbitkan gambar penetapan lokasi atau PL ," kata Bali Dalo.
Â
Â
Tak Jelas Penyelesaiannya
Ternyata setelah semua tagihan lunas, PT CSS tak mendapatkan Peta Lokasi, Surat Perjanjian (SPJ), Surat Keputusan (SKEP) dan dokumen lain yang seharusnya. PT CSS kemudian mengirim surat kepada BP Batam guna mempertanyakan kejelasan status lahan.
"Jawabannya tak pernah memperjelas status lahan PT CSS," kata Bali Dalo.
Tahun 2022 BP Batam kembali memberi jawaban kepada PT CSS dan menyampaikan akan mengembalikan UWTO yang diterima pada tahun 2006. UWTO yang hendak dikembalikan ternyata hanya setara dengan 11.5 hektare lahan, sedangkan sisanya tidak diberi penjelasan.
"BP Batam juga menyatakan permohonan seluruhnya belum terbit Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dan lokasi seluas 115.727,14 M2 masuk kawasan DPCLS dan seluas 84.272,14 M2 masuk wilayah Peraian/Pola Ruang Laut," kata Dalo.
Menurut Dalo, status lahan bukan permohonan karena sudah membayar lunas UWTO dan JPP. Hingga kini meski sudah lunas belum pernah menerima Peta Lokasi atas lahan yang sudah terbayar.
PT CSS hanya berpegang kepada draft PL yang diterima dari BP Batam. Dalo menduga belum pernah ada pengukuran lahan yang dialokasikan untuk PT CSS.
"Anehnya, ada pihak lain memperlihatkan bukti-bukti lain yang baru terbit pada tahun 2024. Saya pikir ini harus diusut untuk memberantas mafia lahan di lokasi yang diperuntukkan bagi investor," katanya.
Sementara itu, kepala biro humas, promosi dan protokol BP Batam Ariastuty Sirait menolak memberi penjelasan.
"saya cek dulu ya," katanya.
Â
Advertisement