Liputan6.com, Bandung - Jebakan gaya hidup hedon saat ini marak dan bahkan masuk ke ranah pribadi melalui gadget (gawai) yang kini dimiliki oleh masyarakat. Entah itu dalam bentuk gambar, foto dan video.
Hedonisme merupakan pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Pandangan ini menganggap seseorang akan merasakan bahagia dengan cara mencari kebahagiaan sebanyak mungkin, dengan cara apapun demi menghindari perasaan yang dapat membuatnya merasakan sakit (tidak nyaman).
Baca Juga
Menurut pendiri Majelis Percikan Iman Bandung, Aam Amirudin, masalahnya yang terpapar informasi gaya hidup hedon ini tak semua orang yang mampu memenuhinya hingga akhirnya menghalalkan segala cara atau menjadi gila.
Advertisement
"Hedonisme adalah kebalikan dari sifat hidup seadanya atau sederhana. Biasanya, orang yang memiliki gaya hidup sederhana cenderung enggan membeli barang yang tidak sesuai kebutuhannya. Sementara hedonisme adalah perilaku sebaliknya," jelas Aam dicuplik dari laman Percikan Iman, Selasa (16/7/2024).
Aam menerangkan hedonisme merupakan gaya hidup ketika seseorang membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan atau tidak dapat digunakan dengan maksimal.
Pada dasarnya, manusia memang Allah Swt. tanamkan di dalam hatinya rasa cinta pada harta-benda, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’aan, surat Ali Imron ayat 14:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
Artinya: "Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik."
Senang dengan harta benda itu normal jelas Aam, hanya bagaimana cara 'mengekspresikannya' itu yang Allah Swt atur.
"Dengan rasa cinta pada harta, seseorang tergerak untuk mengumpulkannya kemudian dia bisa membelanjakannya untuk melindungi kehidupannya juga keturunannya. Sekaligus bisa ia gunakan untuk beribadah pada Allah Swt," ungkap Aam.
Diantaranya dengan berinfak dan sedekah hingga puncaknya yakni berhaji. Namun sebut Aam, sebagian manusia ada yang justru menggunakannya untuk mengejar 'fatamorgana' dunia.
Mereka mengira dengan menggunakan hartanya yang berlimpah dengan cara jalan yang tida tepat akan membahagiakannya. Padahal ujar Aam, justru menjerumuskannya pada kebinasaan. Untuk itu, Allah Swt memperingatkannya dalam Al Qur’an, Surat At-Takatsur:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Artinya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jangan berbuat begitu! Kelak, kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu, Janganlah berbuat begitu! Kelak, kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan yang diterima ketika di dunia."
Flexing Menurut Kajian Ilmu Umum
Jika 'bermegahan' seperti yang tercantum dalam Surat At-Takatsur karena benar mampu, diperbolehkan oleh Allah Swt selama dalam taraf halal.
Hanya ungkap Aam, masalahnya ada orang yang bergaya lebih daripada kemampuannya. Pemicunya tak lain adalah 'flexing', sebagaimana dirangkum oleh ilmuan antropolog dalam jurnalnya.
"Fenomena ini cukup penting untuk dikaji. Dikarenakan fenomena yang terjadi ini bukan hanya dilakukan oleh kalangan kelas sosial atas atau disebut keluarga yang kaya di masa kini, tetapi bertransformasi pada konsumsi budaya massa di berbagai kalangan atau golongan, termasuk juga pada kelas menengah bawah atau bisa dibilang ekonomi yang tergolong hanya pas-pasan," tutur Aam.
Mengutip keterangan dari media massa, Aam menuturkan populasi crazy rich di Indonesia pada tahun 2020 tercatat sebanyak 1.390 orang.
Jumlah ini meningkat sebesar 1 persen selama pandemi tahun 2021 menjadi sebanyak 1.403 orang. Jika saja setengah dari mereka secara rutin memamerkan kekayaan atau berbagagi venue tempat liburan di medsos, maka dalam sehari saja sudah terdapat 700 postingan, seminggu 4.900 postingan, dan sebulan 21.000 postingan.
Melihat berbagai materi melimpah dan fasilitas mewah, dipastikan semua manusia ingin turut menikmatinya. Dari sudut pandang pelaku para pelaku flexing, para peneliti menyimpulkan, setidaknya ada tiga pemicu utama:
- Rendahnya self-esteem (persepsi nilai diri) seseorang,
- Pengaruh intensitas penggunaan media sosial untuk tujuan pemasaran,
- Serta kecenderungan narsistik manusia yang haus akan pujian.
Advertisement
Flexing Menurut Kajian Agama
Aam menegaskan sebenarnya fenomena flexing sudah muncul sejak berabad-abad tahun yang lalu. Dahulu kala flexing dikenal sebagai conspicuous consumption atau konsumsi yang mencolok.
Pada tahun 1899, Thorstein Veblen mengangkat tema tersebut dalam salah satu bukunya berjudul "The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions."
Dalam teorinya, ahli ekonomi dan sosiolog berkebangsaan Amerika ini mengungkapkan adanya ‘konsumsi yang mencolok’ untuk menggambarkan bagaimana benda atau barang dipamerkan untuk menunjukkan status dan posisi sosial.
"Contohnya, flexing yang dilakukan oleh Qarun dengan pameran harta-kekayaannya. Sebagaimana kita dapat temukan dalam ragam sumber, Qorun menyimpan hartanya dalam satu gudang, yang kuncinya saja harus digotong oleh beberapa orang kuat," kata Aam.
Beberapa ahli sejarah menilai, perilaku 'menggotong kunci' tersebut sebagai sarana flexing. Akibatnya, orang-orang yang melihatnya tertipu, ingin menjadi seperti Qorun. Padahal, Allah tidak menyukainya sehingga ia ditelan oleh bumi.
Dilansir Liputan6, dikisahkan dalam Surat Al-Qasash ayat 76, seorang hamba bernama Qorun yang merupakan kaum Nabi Musa. Dia dianugerahi harta yang melimpah oleh Allah, sampai-sampai kunci dari harta tersebut sungguh berat meskipun dibawa oleh orang yang kuat. Namun sayangnya, Qorun merupakan orang yang sombong, sehingga Allah memperingatkan kepada Qorun.
Allah berfirman selanjutnya pada ayat 77, "Carilah pada apa yang dianugerahkan padamu dari kebahagiaan akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu karena kenikmatan dunia."
Qorun yang sombong menjawab, "Sesungguhnya aku diberi harta karena ilmu yang kumiliki." Tak hanya itu, kemudian Qorun pun menunjukkan kekayaannya dengan iring-iringan pawai. Melihat Qorun, orang-orang yang menghendaki kesenangan dunia berharap bisa kaya seperti dirinya.
Namun, orang-orang saleh justru berkata, "Celakalah bagimu, karena pahala Allah lebih baik bagi mereka yang beriman dan tidak diperoleh pahala kecuali bagi orang yang sabar."
Melihat Qorun yang sombong, akhirnya Allah menenggelamkan Qorun beserta hartanya ke dalam bumi. Tidak ada baginya suatu golongan apa pun yang bisa menolongnya dari azab Allah.
Kisah Qorun memberi kita pelajaran bahwa harta yang banyak belum tentu mampu membawa kita kepada keberkahan apabila tidak disyukuri dan dibayarkan zakat, justru bisa membawa kita kepada azab yang sangat pedih.
Padahal, ketika seseorang hidup di luar batas kemampuannya, dia akan hidup dalam tekanan yang berat. Hidup mengawang-ngawang, hanya akan mengantarkan pelakunya menghalalkan segala cara atau gila.
Berhutang tanpa berpikir ulang, bahkan bisa jadi mencuri hingga bermain judi. Hiduplah realistis sehingga tenang hidupmu.