Liputan6.com, Bandung - Pemeriksaan fungsi ginjal bagi anak dinilai penting dilakukan secara rutin. Harapannya, akan turut meningkatkan kewaspadaan ancaman penyakit ginjal pada anak.
Pemeriksaan fungsi ginjal di antaranya dilakukan dengan pemantauan urine secara rutin, di samping pemeriksaan darah. Pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat diharapkan memiliki suatu program penapisan urine anak secara rutin dan gratis.
Baca Juga
"Yang kami inginkan di sini, ingin seperti di negara maju. Ada penapisan urine rutin setiap tahun untuk anak-anak dan itu gratis," kata Staf Divisi Nefrologi Kelompok Staf Medis Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Jawa Barat (Jabar), dr Ahmedz Widiasta kepada wartawan di Bandung, (1/8/2024).
Advertisement
Program itu dibayangkan semacam program pemberian vitamin A secara gratis yang rutin selenggarakan pemerintah setiap Februari dan Agustus melalui fasilitas kesehatan di daerah-daerah.
"Ada pengukuran tekanan darah dan urine rutin. Misalnya, setiap Maret setiap tahun. Sehingga, kita bisa mengetahui sejak dini kalau ada potensi anak dengan penyakit ginjal kronik," kata Ahmedz.
Dia menambahkan, "kalau diketahuinya cepat, itu jauh lebih baik prognosisnya atau harapannya daripada baru diketahui ketika sudah tahap perlu cuci darah".
Terlebih, penyakit ginjal kronik disebut tak bergejala sejak awal, gejala itu muncul ketika terjadi komplikasi.
"Selagi belum ada gejalanya itulah kita harus tangkal," dia menambahkan. "Supaya bisa diobati, sehingga kita menyebutnya sebagai pencegahan sekunder".
Ahmedz menyebut, penyakit ginjal kronik terbagi 5 stadium. Ketika seorang pasien harus cuci darah, kondisi itu salah satu tanda penyakit ginjal stadium 5.
"Pemeriksaan urine rutin kita bisa menangkap di tahap 1. Kita maintenance di situ dengan obat-obatan yang murah ada di BPJS. Insya Allah, tidak naik ke tahap 2," katanya.
Puluhan Anak Cuci Darah di RSHS
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dilaporkan menerima puluhan pasien anak yang harus cuci darah setiap bulannya. Meski begitu, pihak rumah sakit menyebut tak ada lonjakan signifikan jumlah pasien anak dengan penyakit ginjal.
"Kasus anak dengan penyakit ginjal kronik yang mendapatkan cuci darah rutin, itu sekitar 10-20 anak per bulannya. Beberapa dari pasien-pasien tersebut telah kami rujuk ke rumah sakit daerah terdekat menjalani cuci darah," kata Ahmedz kepada wartawan di Bandung, kemarin, (31/7/2024).
Beberapa pasien anak menjalani cuci darah Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau lewat rongga perut. "Sehingga bisa dilakukan di rumah dan hanya satu kali datang ke rumah sakit untuk mengambil cairan dan mengambil obat".
Selain CAPD, cuci darah juga lazim dengan memakai mesin atau hemodialisis. Ahmedz mengatakan, setiap bulan pihaknya menerima pasien anak cuci darah sebab RSHS merupakan rumah sakit rujukan di Jawa Barat.
"Maka kami memang menerima kasus-kasus tersebut setiap bulan cukup banyak," kata dia.
Kendati demikian, aku Ahmedz, tak ada lonjakan jumlah kasus secara signifikan di RSHS Bandung.
"Tiap bulan pun tidak bertambah secara signifikan," katanya.
Di RSHS, pasien anak ditangani di dua poliklinik yakni hemodialisis dan poliklinik ginjal yang non-hemodialisis. Kata Ahmedz, mereka menangani hingga 20-50 pasien anak terutama pada Senin dan Kamis.
"Tapi kalau untuk kasus yang cuci darahnya rutin di poliklinik hemodialisis itu paling sekitar 5 pasien dalam sehari," katanya.
Advertisement