Angka Kasus Perundungan di Samarinda Tinggi, Nasyiatul Aisyiah Tekankan Pencegahan

Mengingat kasus kekerasan anak di sekolah di Kota Samarinda tinggi, Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda mengajak siswa membangun kesadaran untuk mencegah bersama-sama.

oleh Abdul Jalil diperbarui 03 Sep 2024, 23:00 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 23:00 WIB
Nasyiatul Aisyiah Samarinda
Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda menggelar kegiatan Sosialisasi Anti Perundungan Teman Sebaya, Sabtu (31/8/2024). Bertema “Kenali Diri, Apakah Berpotensi Sebagai Korban atau Pelaku Perundungan?”, pesertanya adalah siswa di sekolah Muhammadiyah.

Liputan6.com, Samarinda - Tercatat sebanyak 240 kasus kekerasan anak di sekolah, baik fisik maupun psikis dalam bentuk bulying atau perundungan, terjadi di Kota Samarinda sepanjang tahun 2023. Ini menjadikan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur itu yang tertinggi di provinsi ini.

Jumlah kasus yang tinggi tersebut tentu butuh tindakan serius karena cukup marak terjadi di lingkungan sekolah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda pun bergerak cepat dengan membentuk satuan tugas dengan nama Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).

Upaya itu juga didukung oleh organisasi perempuan, salah satunya Nasyiatul Aisyiyah. Organisasi otonom Muhammadiyah yang khusus menaungi perempuan ini memang fokus pada permasalahan perempuan dan anak.

Untuk itu pada Sabtu (31/8/2024) lalu, Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda menggelar kegiatan Sosialisasi Anti Perundungan Teman Sebaya. Bertema “Kenali Diri, Apakah Berpotensi Sebagai Korban atau Pelaku Perundungan?”, pesertanya adalah siswa di sekolah Muhammadiyah.

“Maraknya perundungan di kalangan pelajar khususnya, apalagi melihat angka kasusnya yang sangat tinggi, membuat kami bergerak untuk melaksanakan kegiatan edukasi berkaitan dengan perundungan,” kata Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda, Taqdiraa.

Sebagai organisasi yang peka terhadap permasalahan perempuan dan juga anak, organisasi ini menjadikan pelajar Muhammadiyah se-Kota Samarinda sebagai peserta sosialisasi. Ada 6 sekolah SMA/SMK Muhammadiyah di Kota Samarinda dengan masing-masing sekolah mengutus 10 siswa.

Tujuan utamanya tentu upaya pencegahan kasus kekerasan di sekolah dimulai dari peserta didik. Siswa yang menjadi korban tentu harus mengenali perundungan itu sendiri sehingga pencegahannya dimulai dari komunitas terkecil di kelas.

“Kita ingin peserta peka terhadapa kasus perundungan yang terjadi di sekitar, diharapkan peserta mampu mengetahui tentang potensi dirinya menjadi korban atau pelaku terhadap kegiatan perundungan,” kata Ira, sapaan Taqdiraa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Memahami Perundungan

Sosialiasi anti perundungan
Peserta Sosialisasi Anti Perundungan Teman Sebaya yang digelar Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda akan menjadi pelopor anti perundungan di sekolah masing-masing.

Nasyiatul Aisyiyah, sebut Ira, berupaya memahamkan gejala kekerasan anak di sekolah kepada siswa, terutama perundungan, agar bisa dicegah sedini mungkin. Terkadang siswa sendiri tidak memahami jika menjadi pelaku, bahkan korban perundungan.

“Awalnya dianggap biasa, kemudian menjadi sebuah kebiasaan tanpa upaya pencegahan,” kata Ira.

Peserta kegiatan ini nantinya akan menjadi pelopor gerakan anti perundungan di sekolah masing-masing. Jika mengetahui, mereka akan mengingatkan teman di sekolahnya.

“Paling terpenting adalah setelah kegiatan ini, peserta dapat menjadi pelopor anti perundungan di sekolah masing-masing,” ujar Ira.

Jika kemudian tidak bisa dicegah sendiri, para siswa ini bisa berkoordinasi dengan TPPK yang dibentuk di setiap sekolah. Sehingga kejadian-kejadian perundungan bisa diminamilisir berdasarkan kesadaran siswa itu sendiri.

Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Samarinda mengapresiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda yang mampu membentuk TPPK di semua sekolah. Kehadiran negara dalam upaya mencegah perundungan terlihat jelas.

“Angka 240 kasus itu tentu bikin miris. Tanggung jawab penanganan tidak hanya menjadi beban pemerintah. Kita juga harus terlibat,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya