Liputan6.com, Kota Palu - Banjir lumpur itu terjadi di Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, Minggu siang (1/9/2024).
BPBD Sulteng mencatat 30 KK terdampak serta 15 rumah di desa tersebut terendam lumpur yang datang dari pegunungan tepat di belakang permukiman warga. Lima KK bahkan terpaksa mengungsi akibat kerusakan parah rumah mereka.
Advertisement
Baca Juga
Selain permukiman banjir lumpur yang disertai batu itu juga menutup jalan trans Palu - Donggala, akses penting penghubung antarwilayah yang juga berada di bawah jajaran Pegunungan Gawalise.
"Curah hujan yang tinggi dan aktivitas Galian C menyebabkan air di pegunungan menggerus alur alam dan berdampak banjir," Kepala BPBD Sulteng, Akris Fattah Yunus menerangkan, Minggu (1/9/2024).
Hingga Minggu malam petugas BPBD berupaya menyedot lumpur yang menutup jalan dan rumah-rumah warga.
Banjir lumpur dan batu itu sendiri merupakan dampak dari aktivitas pertambangan pasir dan batu atau Galian C yang masif di jajaran gunung antara Kota Palu dan Kabupaten Donggala.
Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia (MOMI) ESDM, di sana terdapat 368.97 hektare lahan yang dikuasai perusahaan tambang Galian C dengan 21 izin.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Taufik meminta pemerintah baik pusat maupun daerah mengevaluasi aktivitas perusahaan-perusahaan Galian C tersebut karena telah memicu bencana ekologi.
"Harus menjadi peringatan bahwa daya tampung dan daya dukung lingkungan di sepanjang pesisir Palu-Donggala sudah tidak memadai lagi untuk diberikan izin pertambangan," kata Taufik.
Aktivitas pertambangan makin massif usai diteken MOU antara Gubernur Sulawesi Tengah dan Kalimantan Timur tahun 2021 untuk penyediaan kebutuhan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) termasuk material batu dan pasir sebanyak 30 juta ton.