Liputan6.com, Jakarta Dugaan penggunaan surat keterangan ijazah palsu oleh Maxsi N. Ahoren, Bakal Calon Bupati (Bacabup) Manokwari Selatan Papua Barat di Pilkada serentak 2024 semakin memicu kekhawatiran masyarakat dan tokoh adat.
Beredarnya informasi bahwa Maxsi Ahoren menggunakan surat keterangan kehilangan ijazah untuk mencalonkan diri, masih menimbulkan banyak pertanyaan tentang keaslian dokumen tersebut, terlebih karena seluruh ijazahnya dilaporkan hilang.
Baca Juga
Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Manokwari Selatan, Markus Waran, yang juga Kepala Suku Besar Hatam Daerah Adat Manokwari Selatan, menyatakan kekhawatirannya dan meminta Maxsi memberikan penjelasan kepada publik.
Advertisement
"Saudara Maxi Nelson Ahoren harus menjelaskan kepada masyarakat mengapa hanya menggunakan surat keterangan saat menjabat sebagai pimpinan MRP Papua Barat dua periode dan kini maju sebagai Calon Bupati. Surat Keterangan saja tidak cukup, bukti ijazahnya harus ada. Dalam aturan PKPU, yang dilampirkan itu ijazah, bukan foto bersama teman-teman sekolah. Masak lulusan era 70-an atau 80-an masih bisa menunjukkan file ijazah, tapi ini tidak ada sama sekali," kata Markus dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (9/9/2024).
Markus juga mengungkapkan niatnya untuk melaporkan masalah ini kepada pihak kepolisian.
"Saya akan melapor ke Polda Papua Barat agar kasus ini ditelusuri dan diusut, supaya semuanya jelas. Legalitasnya di mana? PKPU 8 sudah jelas minimal harus ada fotokopi ijazah SD, SMP, dan yang paling penting SMA. Jika ijazahnya hilang karena bencana atau terbakar, ada prosedur untuk mengganti, seperti laporan ke polisi, pengesahan dari sekolah asal, dan nomor ijazah yang jelas," tambahnya.
Selain itu, Markus menegaskan bahwa surat keterangan ini juga digunakan Maxsi saat mencalonkan diri di periode sebelumnya dan lolos tanpa verifikasi yang ketat dari KPU dan Bawaslu.
"Surat keterangan ini telah digunakan untuk pendaftaran Pilkada periode sebelumnya bersama saya saat itu, namun KPU dan Bawaslu tidak teliti dan tegas. Ini luar biasa, karena seleksi di MRP juga tidak terlalu ketat sehingga dia bisa lolos tanpa ijazah asli yang jelas," ungkap Markus.
Selaku Ketua Alumni SMA Oikumene Manokwari, Markus berpendapat agar di lakukan pengecekan dengan teliti dan cermat terkait surat keterangan ini,jangan sekolah kami nanti di anggap menjual ijazah.
"Saya ini tamat juga dari SMA Oikoumene," kata dia.
Masyarakat Manokwari Selatan juga ikut merasakan kekhawatiran yang sama. Banyak yang mempertanyakan bagaimana bisa semua ijazah Maxsi hilang sekaligus dan merasa tidak nyaman jika calon pemimpin mereka memiliki rekam jejak yang meragukan.
Salah satu warga menyatakan, "Kami tidak ingin dipimpin oleh seseorang yang memiliki rekam jejak tidak baik, terutama terkait penggunaan ijazah palsu. Seorang calon pemimpin harus jujur dan transparan."
Â
Keterangan KPU Mansel
Menanggapi kekhawatiran ini, Ketua KPU Manokwari Selatan, Rustam Rumander, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi terhadap dokumen Maxsi.
"Kami KPU Mansel secara langsung melakukan verifikasi ijazah di sekolah terkait, dan pihak sekolah sudah mengeluarkan surat pengganti ijazah. Dengan demikian, calon Bupati dinyatakan memenuhi syarat," kata Rustam.
Meski begitu, Markus Waran bersama masyarakat adat Mansel menekankan pentingnya penyelidikan lebih lanjut.
"Saya mewakili masyarakat adat Mansel meminta kepada pihak kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan terkait kasus ini karena ini adalah bentuk pembohongan publik. Jika terbukti, ini dapat mencederai demokrasi yang sedang berlangsung di Manokwari Selatan," tegas Markus.
Masyarakat berharap agar dugaan ini segera diselesaikan dengan jelas dan adil, sehingga Pilkada di Manokwari Selatan dapat berjalan dengan transparan tanpa adanya kecurangan atau manipulasi dokumen.
Advertisement