Liputan6.com, Jakarta - Tourette Syndrome adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan adanya gerakan dan suara yang tidak terkendali, yang disebut dengan tics. Tics ini muncul secara tiba-tiba, berulang, dan tidak disadari oleh penderitanya.
Dirangkum dari berbagai sumber, sindrom ini mulai terlihat pada masa kanak-kanak, sekitar usia 5 hingga 10 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Meskipun tics bisa menjadi gejala utama, tingkat keparahan dan jenisnya dapat berbeda-beda pada setiap individu.
Tics pada sindrome Tourette dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tics motorik dan tics vokal. Tics motorik melibatkan gerakan tubuh, seperti berkedip, mengangkat bahu, atau membuat gerakan wajah yang tidak biasa.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, tics vokal melibatkan suara-suara yang keluar tanpa disengaja, seperti mengulang kata, berdeham, atau bahkan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Tics ini bisa datang dan pergi, serta bervariasi dalam hal frekuensi, jenis, dan tingkat keparahan.
Penyebab pasti dari sindrom Tourette belum sepenuhnya diketahui, tetapi para peneliti percaya bahwa kondisi ini terkait dengan gangguan pada otak, khususnya pada bagian yang mengontrol gerakan. Faktor genetik juga diduga memainkan peran penting, mengingat sindrom ini sering ditemukan dalam keluarga.
Selain itu, faktor lingkungan seperti infeksi atau stres emosional mungkin memperburuk gejala pada beberapa individu. Gejala sindrom Tourette bisa sangat bervariasi dari ringan hingga parah.
Pada beberapa kasus, gejala bisa cukup ringan dan tidak mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Namun, pada kasus lain, gejala bisa cukup parah sehingga mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi di sekolah, tempat kerja, atau dalam kehidupan sosial.
Gejala ini sering kali lebih buruk ketika seseorang merasa cemas atau tertekan, dan bisa sedikit membaik saat mereka fokus pada suatu aktivitas. Tidak ada tes khusus untuk mendiagnosis sindrom Tourette, sehingga diagnosis biasanya didasarkan pada observasi tics yang terjadi selama periode waktu tertentu.
Kualitas Hidup
Dokter mungkin juga melakukan beberapa tes tambahan untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan lain yang dapat menyebabkan gejala serupa. Diagnosis dini sangat penting agar penderita bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
Pengobatan untuk sindrom Tourette tidak bertujuan untuk menyembuhkan, tetapi untuk mengurangi gejala agar penderita bisa menjalani hidup dengan lebih nyaman. Pendekatan pengobatan bisa meliputi terapi perilaku, penggunaan obat-obatan, dan dukungan psikologis.
Terapi perilaku seperti Habit Reversal Training (HRT) bisa membantu penderita belajar mengendalikan tics mereka, sementara obat-obatan mungkin diresepkan untuk mengurangi intensitas tics. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas juga sangat penting bagi penderita sindrom Tourette.
Pemahaman yang baik dari lingkungan sekitar dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan yang sering memicu atau memperburuk gejala. Oleh karena itu, edukasi mengenai sindrom ini perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat lebih memahami dan mendukung penderita, bukan malah mempermalukan atau menjauhi mereka.
Sindrom Tourette ini merupakan kondisi yang cukup kompleks dan bisa memengaruhi kualitas hidup seseorang. Namun, dengan penanganan yang tepat dan dukungan yang baik, penderita sindrom ini tetap bisa menjalani hidup secara produktif dan bahagia.
Pemahaman dan kesadaran masyarakat juga memainkan peran besar dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif bagi penderita sindrom Tourette.
Â
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement