Liputan6.com, Yogyakarta - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar tabligh akbar bersama dengan pendakwah Adi Hidayat dan sekaligus meluncurkan lima program beasiswa untuk tahun 2025 bernilai lebih dari 8,2 miliar rupiah. Beasiswa UMY ini terdiri dari Beasiswa Hafiz, Beasiswa Qori’, Beasiswa Kader Unggulan Muhammadiyah, Beasiswa Tapak Suci, dan Beasiswa Dai.
Wakil Rektor UMY Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan AIK, Faris Al-Fadhat, mengatakan awal mula UMY berdiri sebagai perguruan tinggi banyak bantuan yang datang dari masyarakat. Sehingga UMY meluncurkan beasiswa ini untuk penyebarluasan manfaat kepada masyarakat Indonesia.
Advertisement
“Kami ingin memberikan kesempatan kepada para mahasiswa yang memerlukan bantuan studi di seluruh Indonesia. Khusus untuk Beasiswa Da’i, ini merupakan hasil kerja sama dengan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, dan harapannya akan ada banyak calon mahasiswa yang berkuliah dan Insya Allah akan memperkuat dakwah Islam serta Persyarikatan Muhammadiyah,” ujar Faris di Sportorium UMY Minggu 19 Januari 2025.
Advertisement
Baca Juga
Faris mengatakan jumlah nilai total yang akan disalurkan ini belum termasuk jumlah dari nominal beasiswa Da’i, karena akan dibuka kesempatan bagi jamaah untuk ikut berdonasi dan memberikan beasiswa. Ia pun berharap agar seluruh beasiswa yang disalurkan dapat menjadi keberkahan bagi seluruh masyarakat.
Pendakwah Ustaz Adi Hidayat mendoakan agar UMY dapat menjadi episentrum diantara seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyah (PTMA) yang mengawali visi Islam berkemajuan. Ia menyebutkan bahwa ini merupakan salah satu visi terbesar yang ditunjukkan oleh Muhammadiyah, untuk membangun gerakan Islam berkemajuan.
Menurutnya uraian visi itu dimulai dari ilmu pengetahuan sebagai awal dari peradaban yang maju. Perguruan tinggi memiliki peran dalam gerakan ini sebagai pusat pengembangan dari ilmu pengetahuan.
“Jadikanlah berbagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang setidaknya dapat mengangkat derajat dalam dua aspek utama, yaitu iman dan wawasan. Ini merupakan standar tolok ukur minimal dari orang yang tinggi derajatnya, di mana iman sebagai bentuk kekuatan moral dan wawasan sebagai bentuk kekuatan intelektual,” jelas Adi.
Menurutnya dengan adanya standar tersebut menjadi esensi dari sebuah majelis ilmu yang membedakan setiap orang, sebelum dan setelah menghadiri majelis ilmu tersebut. Ia pun menggarisbawahi perlu adanya transformasi dalam majelis ilmu termasuk perguruan tinggi, dari sekadar mentransfer ilmu pengetahuan hingga siap diimplementasikan di kehidupan.
Golongan elit dari kalangan penuntut ilmu, adalah golongan yang berusaha serius untuk memahami setiap apa yang dipelajarinya. Ia mendorong para mahasiswa untuk tidak hanya memiliki rasa ingin tahu saja, namun juga memiliki pemahaman.
“Dari pemahaman tersebutlah para penuntut ilmu dapat melakukan riset terhadap kebutuhan daerah asal masing-masing. Anda harus mampu berfikir strategis, masa perkuliahan harus digunakan untuk memahami kebutuhan standar di daerah asalnya, serta mempelajari ilmunya hingga paham. Setelah lulus, pulanglah untuk membangun daerah asal sehingga masyarakatnya tercerahkan dan memiliki semangat membangun yang sama, sehingga tercipta daerah yang berkemajuan,” ujar Adi Hidayat.