Liputan6.com, Jakarta - Banyak pertanyaan seputar hal-hal yang membatalkan puasa, yang mungkin menjadi bahan perdebatan. Salah satu yang sering jadi perdebatan adalah soal muntah. Masyarakat terbelah ada yang bilang membatalkan puasa, ada juga yang percaya tidak membatalkan puasa.
Lalu mana yang benar? Jawabannya ternyata bergantung pada apakah muntah tersebut disengaja atau tidak. Peristiwa muntah yang tidak disengaja, misalnya karena mabuk perjalanan atau sakit perut, tidak membatalkan puasa. Namun, jika muntah dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan sengaja memasukkan jari ke tenggorokan, maka puasa menjadi batal dan wajib diganti.
Penjelasan ini bersumber dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits dari Abu Hurairah menyebutkan, "Barang siapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qada baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja) maka wajib baginya membayar qada." Hadits lain juga menegaskan bahwa muntah yang tidak disengaja, tanpa upaya untuk memicunya, tidak membatalkan puasa. Kesimpulannya, niat dan kesengajaan menjadi faktor kunci dalam menentukan sah atau tidaknya puasa setelah muntah.
Advertisement
Selain muntah, beberapa hal lain juga dapat membatalkan puasa. Makan dan minum dengan sengaja, tentu saja, membatalkan puasa. Begitu pula dengan hubungan intim di siang hari Ramadan. Hal ini ditegaskan dalam berbagai sumber agama dan memiliki konsekuensi berupa kewajiban mengganti puasa dan membayar kafarat.
Muntah Sengaja vs. Tidak Sengaja
Perbedaan utama terletak pada kesengajaan. Muntah yang terjadi tanpa disengaja, misalnya karena sakit perut atau mabuk perjalanan, tidak membatalkan puasa. Puasa tetap sah selama muntah tersebut terjadi di luar kendali individu. Sebaliknya, jika seseorang sengaja memicu muntah, misalnya dengan memasukkan jari ke tenggorokan, maka puasanya batal dan wajib diganti.
Hadits Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dengan jelas. "Barangsiapa yang muntah tanpa disengaja ketika ia sedang berpuasa, maka tidak ada qadha atasnya. Dan barangsiapa yang sengaja muntah, maka hendaklah ia mengqadha puasanya." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Ini menekankan pentingnya niat dan kontrol diri dalam menjalankan ibadah puasa.
Jika muntah terjadi dan muntahan tertelan kembali, baik sengaja maupun tidak sengaja, maka puasa juga batal. Hal ini karena tertelannya muntahan dianggap sebagai konsumsi makanan atau minuman, yang jelas-jelas membatalkan puasa.
Advertisement
Murtad dan Puasa
Murtad, atau keluar dari agama Islam, juga membatalkan puasa. Ini karena salah satu syarat sah puasa adalah beragama Islam. Al-Quran surah Al-Maidah ayat 5 menyebutkan, "Dan barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi." Puasa yang dilakukan dalam keadaan murtad menjadi tidak sah.
Jika seseorang murtad kemudian kembali masuk Islam pada hari yang sama, ia tetap wajib mengqadha puasa hari tersebut. Keraguan dalam keimanan juga perlu segera diatasi dengan memantapkan kembali keislaman dan bertaubat kepada Allah SWT.
Penting untuk diingat bahwa menjalankan ibadah puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkannya. Memahami hukum-hukum terkait puasa, seperti hukum muntah, sangat penting untuk memastikan ibadah kita diterima Allah SWT.
Hal-Hal Lain yang Membatalkan Puasa
- Makan dan minum dengan sengaja.
- Melakukan hubungan intim.
- Muntah dengan sengaja.
- Murtad.
Kesimpulannya, kesengajaan menjadi faktor penentu apakah muntah membatalkan puasa atau tidak. Muntah tidak sengaja tidak membatalkan puasa, sementara muntah yang disengaja membatalkan puasa dan wajib diganti. Selain itu, penting untuk memahami hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa agar ibadah kita dapat berjalan dengan lancar dan diterima Allah SWT.
Advertisement
