Gabah dari Petani Tak Terserap Bulog, Petani Terpaksa Jual ke Tengkulak

Saat ini petani mulai memasuki masa panen. Diperkirakan puncak musim panen akan terjadi bulan April 2025. Namun gabah petani di sejumlah daerah tak terserap Bulog dengan berbagai alasan.

oleh Edhie Prayitno Ige Diperbarui 25 Mar 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2025, 21:00 WIB
panen padi
Ilustrasi mimpi panen padi/Copyright unsplash.com/Boudewijn Huysmans... Selengkapnya

Liputan6.com, Semarang - Saat ini Bulog berupaya memenuhi target penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Itu adalah tugas untuk mewujudkan swasembada pangan. Target itu akan berpuncak pada April 2025. Mengutip data terbaru, hingga 14 Maret 2025, Bulog hanya menyerap 300.000 ton gabah/beras. Sedangkan produksi dari para petani sudah jauh di atas serapan tersebut. 

Angka serapan itu baru 10% dari target yang ditetapkan, yakni 3 juta ton setara beras hingga akhir periode panen. Sudarnoto, seorang petani dari masyarakat adat Bonokeling menyebutkan bahwa gabah yang dihasilkan petani tidak terserap. Sudarnoto tak menyebutkan alasannya. "Tiap kecamatan hanya mendapatkan jatah serapan 10 ton. Ada petugas yang turun menginformasikan ke petani," katanya.

Sementara itu Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan bahwa Bulog memiliki peran krusial dalam memastikan kesejahteraan petani. Peran tersebut dijalankan dengan menyerap gabah dengan harga yang sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp6.500 per kilogram. 

“Saya kecewa dengan Bulog. Petani sudah menunggu kepastian harga di sawah, tapi Bulog malah menunggu di gudang. Ini nggak bisa dibiarkan. Bulog wajib menyerap gabah any quality dengan harga Rp6.500 per kg, tanpa terkecuali,” kata Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.

Ditambahkan bahwa Bulog masih bersikap pasif. Bulog kalah dalam persaingan dengan tengkulak. Kondisi ini diperburuk keterbatasan fasilitas pengeringan di daerah seperti Ngawi, Banyumas, dan Lampung. Seperti daerah Ngawi, petani mengeluhkan harga gabah yang hanya Rp5.700 per kg, jauh di bawah HPP, karena Bulog kurang responsif.

Keluhan serupa juga datang dari Sudarnoto, seorang petani dari masyarakat adat Bonokeling di Banyumas. Ia mengaku kesulitan menjual gabahnya ke Bulog meski telah berusaha. “Harus ada perbaikan nyata. Bulog harus turun ke lapangan, bukan menunggu di gudang. Kita tidak bisa membiarkan petani terus dirugikan," katanya.

Amran Sulaiman mencopot Pimpinan Wilayah Bulog Kalimantan Selatan, Dani Satrio, setelah mendengar keluhan petani setempat yang terpaksa menjual gabah ke tengkulak dengan harga Rp5.300-Rp5.600 per kg.

Dengan puncak panen raya yang semakin dekat, Bulog diminta memastikan harga gabah petani. Selain itu juga memberikan kepastian melindungi petani dan memastikan kesejahteraannya, termasuk menjawab keluhan petani seperti Sudarnoto yang masih terhambat akses ke gudang Bulog.

Promosi 1
Bonokeling
Sudarnoto, salah satu anak keturunan Kyai Bonokeling sedang berbincang mengenai eksistensi masyarakat adat dengan Ketua Komunitas Penjaga Tradisi dan Masyarakat Adat Nusantara, Aris Munandar. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige ... Selengkapnya

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya