Sukses

Dorong Reformasi Bidang Pendidikan Kedokteran, Dedi Mulyadi Soroti Kasus Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad

Pemda Provinsi Jabar mendukung penuh langkah-langkah hukum yang sedang berjalan.

Liputan6.com, Bandung - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan, kepercayaan publik terhadap dunia kedokteran dan institusi pendidikan tinggi perlu dibangun kembali usai terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad di RSUP Dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung

“Ini bukan sekadar kasus kriminal, tapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan dan pendidikan,” ucap Dedi dikutip melalui siaran pers (12/4/2025).

Dia menuturkan bahwa Pemda Provinsi Jabar mendukung penuh langkah-langkah hukum yang sedang berjalan dan mendorong reformasi di bidang pendidikan kedokteran untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.

Menurutnya, hukuman tegas harus diberikan kepada pelaku. Kemudian, perguruan tinggi dan rumah sakit terkait diminta segera memberikan sanksi kepada pihak yang terlibat dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen calon dokter.

“Perguruan tinggi ataupun rumah sakit tidak boleh lambat dalam mengevaluasi kasus ini, untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat, itu yang paling penting,” ucap Dedi.

Sebelumnya diberitakan Liputan6.com, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewajibkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjalani tes kesehatan mental. Langkah tersebut guna mengantisipasi terjadinya kasus kejahatan yang dipicu masalah kejiwaan yang melibatkan peserta PPDS.

"Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan. Sekarang Kementerian Kesehatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun," ujar Menkes Budi Gunadi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (11/4).

Langkah tersebut juga dilakukan sebagai imbas dari kasus dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan rudapaksa terhadap keluarga pasien rawat inap di RS Hasan Sadikin Bandung.

Hal tersebut dilakukan, kata Budi, karena tekanan mental yang dialami peserta PPDS cukup besar.

"Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki," ucapnya.

Adapun terkait kasus yang melibatkan dokter PPDS Unpad, Menkes mengatakan perlu adanya perbaikan.

"Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RSHS Bandung untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki," jelasnya.

Lebih lanjut Menkes Budi menjelaskan mengapa diberlakukan pembekuan karena perbaikan akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara.

"Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa," ujar Menkes.

2 dari 2 halaman

Diancam 12 Tahun Penjara

Dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) berinisial PAP (31) terancam hukuman 12 tahun penjara usai diduga melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 6C Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. PAP yang merupakan mahasiswa PPDS dianggap telah menyalahgunakan kedudukan dan kewenangannya.

"Setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000," bunyi Pasal 6C UU TPKS.

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan kasus tersebut terungkap setelah korban berinisial FH (21) melapor ke pihak kepolisian pada 18 Maret 2025. Saat ini, tersangka telah ditahan.

Tersangka yang sedang mengambil spesialisasi dokter anestesi diduga memperdaya korban dengan dalih akan mengambil darahnya untuk transfusi. Tersangka pun membawa korban dari ruang IGD ke ruang 711 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 dini hari. Tersangka juga melarang adik korban untuk ikut.

"Sesampainya di ruang 711, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepas pakaian dalamnya. PAP kemudian melakukan pengambilan darah dengan sekitar 15 kali tusukan, lalu menyuntikkan cairan bening ke infus yang membuat korban pusing dan tak sadarkan diri," kata Hendra dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat, 11 April 2025.

 

 

Produksi Liputan6.com