Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mencetak rekor pada perdagangan saham 2014. Hal itu dipicu dari euforia politik dengan pelaksanaan pemilihan Presiden 2014 yang berjalan aman.
Pada perdagangan saham Kamis 10 Juli 2014, IHSG naik 73,29 poin atau 1,46 persen ke level 5.098,01. IHSG sempat berada di level tertinggi 5.165,41 dan level terendah 5.072,98. IHSG sempat mencetak rekor tertinggi dengan mencapai level 5.204,97 pada 20 Mei 2013.
Gerak IHSG berada di kisaran 3.837,74-5.165,42 sepanjang 2014. IHSG telah naik 19,27 persen secara year to date ke level 5.098,01 pada Kamis pekan ini.
Advertisement
Tak hanya IHSG menguat, aliran dana investor yang masuk ke bursa saham juga semakin besar. Aliran dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia selama enam bulan pertama pada 2014 mencapai US$ 3,3 miliar. Angka ini hampir mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 3,6 milair yang pernah dicapai pada 2007.
Analis telah memperkirakan IHSGÂ berada di kisaran 5.000-5.200 pada 2014. Sentimen ekonomi dan politik mempengaruhi laju IHSG pada tahun ini. Analis menilai, pelaksanaan pemilihan umum Presiden berjalan aman dan lancar berdampak positif untuk pasar saham.
Selain itu, sejak akhir tahun 2013, ada ekspektasi pasar kalau calon presiden nomor urut dua Joko Widodo dapat terpilih menjadi presiden. Hal itu karena ada harapan pasar terhadap Joko Widodo memiliki program-program baru yang diusungnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Konsumsimasyarakat juga cenderung meningkat saat pemilu sehingga berdampak ke sektor saham di pasar modal Indonesia.
"IHSG itu sudah mencapai level 5.160 itu kan sudah mencapai target yang dicantumkan awal tahun. Range IHSG di kisaran 5.000-5200. Ketika mencapai target big fund melakukan aksi jual," ujar Analis PT Samuel Sekuritas, Muhammad Alfatih, saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (11/7/2014).
Alfatih mengatakan, IHSG sempat menyentuh level 5.100 didukung dari sentimen Jokowi Effect. Apalagi berdasarkan konsensus dan survei sejak awal tahun, ada harapan kalau calon presiden nomor urut dua Joko Widodo dapat memenangkan pemilihan presiden.
"Ya faktor itu ada. Dalam seminggu ini ada euforia di market bukan ada pro dan kontra Jokowi dan Prabowo tetapi melihat konsensus. Konsensus Jokowi menang kemudian setelah pemilihan Presiden kalau konsensus itu cenderung ke Jokowi maka pasar reaksi positif," ujar Alfatih.
Selain itu, faktor fundamental ekonomi Indonesia seperti cadangan devisa dan neraca perdagangan membaik, ditambah penguatan rupiah sehingga memberikan sentimen positif untuk bursa saham.
Akan tetapi, dua pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo yang mengklaim kemenangan mempengaruhi persepsi pasar. Oleh karena itu, pelaku pasar sedang menunggu keputusan komisi pemilihan umum (KPU) terkait penghitungan suara pemilihan Presiden pada 11 Juli 2014.
Alfatih menilai, bila Jokowi memang unggul berdasarkan keputusan KPU maka memberikan sentimen positif untuk bursa saham. Akan tetapi, kenaikan indeks saham akan mempertimbangkan beberapa tahap antara lain komposisi susunan menteri di kabinet dan program jangka pendek pemerintahan baru.
"Jokowi mungkin saja ada kenaikan lebih lanjut. Kondisi fundamental belum berubah ada saat pemilihan kabinet baru nanti kalkukasi lagi apakah valuasi perlu dinaikkan, rencana yang positif," kata Alfatih.
Alfatih memperkirakan, secara teknikal, IHSG akan berada di kisaran 5.250-5.400. Selain indeks saham, rupiah juga diperkirakan menguat dengan Jokowi Effect tersebut. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan berada di kisaran Rp 11.450-Rp 11.800.
"Kalau penguatan besar kita masih tergantung ekspor dan merugikan kita. Rupiah akan bergerak lagi konsolidasi di kisaran 11.450-11.700-11.800," tutur Alfatih.
Sementara itu, Dalam riset PT Bahana Securities menyebutkan, IHSG dapat menuju ke level 5.600 dalam 12 bulan. Hal itu sejalan dengan proyeksi pertumbuhan earning per share (EPS) sekitar 12 persen. "Hasil pemilihan umum dipandang sebagai keuntungan untuk pergerakan indeks saham," tulis riset PT Bahana Securities.
Selain itu, pihaknya mengharapkan Bank Indonesia (BI) dapat menaikkan suku bunga acuan sekitar 25 basis poin dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kenaikan suku bunga The Fed.
Saham-saham Media Pendukung Prabowo Cenderung Turun
Saham-saham media terutama yang mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa mengalami tekanan sejak kemarin.Saham-saham media ini sempat merah di tengah bursa saham Indonesia menghijau pada perdagangan saham kemarin.
Menanggapi hal itu, manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai gejolak harga saham itu karena dipengaruhi persepsi investor.
"Itu terkait sentimen investor terhadap saham-saham itu. Investor hanya mempercayai yang mereka percaya," ujar Direktur Utama BEI, Ito Warsito, saat ditemui wartawan di gedung BEI, Jumat (11/7/2014).
Ia menambahkan, faktor lain yang mendukung laju harga saham yaitu kondisi fundamental perusahaan. Hal itu terutama kinerja perusahaan yang akan mempengaruhi gerak saham dan sentimen pasar.
"Fundamental juga berpengaruh, lihat juga kinerja emiten. Kalau memang lagi turun ya harga turun," lanjut dia.
Menurut Ito, persepsi investor juga mempengaruhi gerak harga saham. Misalkan di tengah masa ekonomi memburuk tetapi ada emiten berkinerja bagus maka investor juga perlu melihat prospek emiten itu.
Berdasarkan data RTI pukul 13.05 WIB, harga saham VIVA turun 1,6 persen menjadi Rp 246 per saham. Harga saham VIVA sempat berada di level tertinggi Rp 255 dan level terendah Rp 241 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 583 kali dengan nilai transaksi Rp 2,3 miliar.
Harga saham VIVA sempat melemah 6,36 persen menjadi Rp 250 per saham pada perdagangan saham Kamis 10 Juli 2014.
Penurunan harga saham PT Visi Media Asia Tbk tidak diikuti saham PT Media Nusantara Citra Tbk pada hari ini. Saham berkode MNCN ini menguat 1,95 persen menjadi Rp 2.610 per saham.
Harga saham MNCN sempat berada di level tertinggi Rp 2.640 dan level terendah Rp 2.575 per saham. Nilai transaksi harian saham mencapai Rp 25,1 miliar. Saham MNCN sempat tergelincir 7,91 persen menjadi Rp 2.560 per saham pada perdagangan Kamis 10 Juli 2014. (Amd/Ahm/)