Warren Buffett Imbau Investor Tak Beli Saham Pakai Utang

Warren Buffett juga memberitahukan mengenai porsi kepemilikan perusahaan investasi miliknya di sejumlah perusahaan.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Feb 2018, 07:45 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2018, 07:45 WIB
Ini 10 Daftar Orang Terkaya Dunia Tahun 2017 Versi Forbes
Peringkat kedua diikuti oleh pemilik Berkshire Hathaway, Warren Buffett. Kekayaan pria 86 tahun ini mencapai US$ 75,6 miliar atau sekitar Rp 1.005 triliun. (NYC)

Liputan6.com, Jakarta - Miliarder Warren Buffett mengimbau investor tak pinjam uang untuk beli saham. Hal itu disampaikan Warren Buffett dalam tulisan tahunannya kepada pemegang saham Berkshire Hathaway yang rilis pada Sabtu pekan lalu.

"Berkshire sendiri memiliki beberapa contoh nyata tentang bagaimana pergerakan harga sahamnya jangka pendek mengaburkan pertumbuhan nilai jangka panjangnya. Selama 53 tahun terakhir, perseroan telah membangun nilai dengan investasikan kembali pendapatannya dan membiarkan bunga majemuk bekerja. Pada tahun ini, kami bergerak maju, tapi saham Berkshire mengalami penurunan besar sebanyak empat kali," tulis Buffett, seperti dikutip dari laman CNBC, Selasa (27/2/2018).

Data menunjukkan saham Berkshire Hathaway turun antara 37-59 persen dalam 50 tahun terakhir. Pada 1973-1975, saham Berkshire Hathaway sempat melemah 59 persen. Kemudian 1987, saham Berkshire Hathaway susut 37 persen, 1998-2000 saham turun 49 persen, dan 2008-2009 merosot 51 persen.

"Hal itu menawarkan argumen terkuat yang bisa saya kumpulkan untuk tidak menggunakan uang pinjaman guna memiliki saham. Tidak ada yang tahu seberapa jauh saham bisa jatuh dalam waktu singkat," tulis dia.

Ia menambahkan, bahkan jika pinjaman kecil dan posisi Anda tidak segera terancam dengan bursa saham yang sedang lesu, Anda tetap memikirkan kondisi tersebut ditambah kabar yang mengkhawatirkan.

"Pikiran yang tidak tenang tidak akan membuat keputusan yang baik," tulis dia.

Buffett memperkirakan, saham Berkshire Hathaway berpotensi kembali turun serupa. "Tak ada yang bisa memberi tahu Anda kapan ini akan terjadi. Cahaya bisa sewaktu-waktu berubah. Ketika terjadi penurunan besar, bagaimanapun, mereka tawarkan kesempatan luar biasa kepada mereka yang tidak terhalang dengan utang," tulis dia.

Warren Buffett pun menolak keyakinan kalau obligasi atau surat utang merupakan investasi berisiko rendah dalam jangka panjang. Dia merekomendasikan tetap investasi di saham karena tahan terhadap dampak negatif dari inflasi.

"Saya ingin segera mengakui kalau saham akan menjadi lebih berisiko, jauh lebih berisiko dari pada obligasi Amerika Serikat dalam jangka pendek. Karena cakrawala investor untuk investasi jangka panjang, tapi diversifikasi portofolio makin panjang, portofolio diversifikasi saham Amerika Serikat semakin sedikit berkurang risikonya dari pada obligasi," tulis dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Kepemilikan Terbesar Perusahaan Investasi Buffett di Sejumlah Saham

[Bintang] 6 Kebiasaan yang Dilakukan Orang Sukses Saat Akhir Pekan
Warren Buffett. | via: dcclothesline.com

Selain itu, Warren Buffett juga membagikan posisi kepemilikan Berkshire Hathaway di sejumlah saham. Ia menjelaskan pandangannya mengenai investasi di saham dan mengapa dia yakin terhadap bursa saham Amerika Serikat dalam jangka panjang.

"Saya dan Charlie melihat saham yang dimiliki Berkshire sebagai kepentingan bisnis bukan sebagai saham yang dibeli berdasarkan pola grafik, target harga saham analis dan opini media," tulis dia.

Ia menambahkan, pihaknya percaya jika investasi di suatu bisnis yang baik maka investasinya juga akan berhasil. "Terkadang pembayaran kepada kami akan sederhana. Kadang akan keras. Terkadang saya membuat kesalahan mahal. Secara keseluruhan dari waktu ke waktu kami harus mendapatkan hasil yang layak," tulis dia.

Adapun posisi kepemilikan Berkshire Hathaway terbesar antara lain di saham Wells Fargo, Apple dan Bank of America. Total kepemilikan saham mencapai US$ 170,5 miliar pada akhir 2017.

Posisi kepemilikan saham Berkshire terbesar lainnya di Coca-Cola, American Express, Philips 66, US Bancorp, Moody's, Southwest Airlines, Delta Air Lines, Goldman Sachs, Bank of New York Mellon, Charter Communication, BYD Company, dan General Motors.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya