Investor Asing Lepas Saham Rp 595 Miliar, IHSG Turun 68,67 Poin

Sebagian besar sektor saham melemah turut menekan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Feb 2019, 16:19 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2019, 16:19 WIB
Awal 2019 IHSG
Pengunjung melintas dekat layar monitor pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (2/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan saham 2019 menguat 10,4 poin atau 0,16% ke 6.204. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Selasa pekan ini. Aksi jual investor asing menekan laju IHSG.

Pada penutupan perdagangan saham, Selasa (11/2/2019), IHSG melemah 68,67 poin atau 1,06 persen ke posisi 6.426,32. Indeks saham LQ45 terpangkas 1,17 persen ke posisi 1.008,81. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 309 saham melemah sehingga menekan IHSG. 118 saham menguat dan 114 saham diam di tempat. Pada Selasa pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.513,10 dan terendah 6.392,23.

Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham 532.031 kali dengan volume 14,3 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 9,5 triliun. Investor asing jual saham Rp 595 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.069.

 

Saham Masuk Top Gainers dan Losers Hari Ini

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan bursa saham 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham barang konsumsi naik 0,34 persen. Sektor saham aneka industri turun 3,41 persen, dan bukukan penurunan terbesar. Disusul sektor saham infrastruktur merosot 2,31 persen dan sektor saham pertanian terpangkas 2,23 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham ALDO mendaki 25 persen ke posisi 1.375 per saham, saham ARTA melonjak 23,63 persen ke posisi 1.125 per saham, dan saham MARK melonjak 17,99 persen ke posisi 505 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham CSIS melemah 25 persen ke posisi 195 per saham, saham NOBU merosot 18,78 persen ke posisi 800 per saham, dan saham KICI turun 16,88 persen ke posisi 256 per saham.

Bursa saham Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 0,10 persen, indeks saham Singapura susut 0,16 persen.

Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,45 persen, indeks saham Jepang Nikkei menguat 2,61 persen, dan cetak penguatan terbesar.

Selanjutnya, indeks saham Thailand menguat 0,29 persen, indeks saham Shanghai naik 0,68 persen dan indeks saham Taiwan menanjak 0,93 persen.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, pelemahan IHSG didorong minimnya sentimen positif dari domestik. Salah satunya melebarnya defisit transaksi berjalan sehingga membuat IHSG dan rupiah tertekan.

"Saat ini posisi rupiah saja sudah terdepresiasi melewati level 14.000 terhadap dolar AS," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, secara eksternal, para pelaku pasar masih wait and see terkait dengan kemajuan negosiasi perdagangan bebas yang berkeadilan antara AS dan China.

"Di sisi lain terdapat kekhawatiran terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang memicu potensi terjadinya resepsi terhadap beberapa negara seperti AS, Jepang maupun Italia," kata dia.

 

 

Credit Suisse Rekomendasi Kurangi Alokasi Saham di RI

20151102-IHSG-Masih-Berkutat-di-Zona-Merah-Jakarta
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Dalam laporan Credit Suisse pada 11 Februari 2019 disebutkan telah menurunkan atau jual di pasar saham Indonesia menjadi 10 persen dari sebelumnya overweight atau menambah bobot 20 persen. Ini karena performa indeks MSCI Indonesia US Dollar lebih baik dari indeks MSCI EM atau emerging market sejak pertengahan Mei 2018.

"Kami melihat kesempatan untuk kurangi aset di Indonesia sebelum masuk ke fase underperform," tulis Analis Credit Suisse Alexander Redman dan Arun Sai dalam laporan Global EM Equity Strategy yang dikutip, Selasa (12/2/2019).

Adapun enam alasan pengurangan bobot saham di Indonesia yaitu rupiah menguat sehingga jenuh beli, kemudian dilihat dari siklus Asia Utara sejak 2019, dilihat historis inkonsisten menambah bobot saham di pasar saham Indonesia.

Selain itu, kabar revisi pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif, pertumbuhan aset bank yang terbatas sedangkan sektor bank relatif stagnan dan valuasi mahal. Kemudian, valuasi saham Indonesia tidak menarik dan saham Indonesia jenuh beli.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya