Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung konsolidasi pada kuartal I 2019. Hal itu seiring pelaku pasar wait and see kondisi dalam negeri dan luar negeri pada Maret 2019.
Mengutip data Bloomberg, Kamis (4/4/2019), IHSG naik 4,4 persen dari posisi 6.194,50 pada 28 Desember 2018 menjadi 6.468,76 pada 29 Maret 2019.
Pada awal 2019, laju IHSG cenderung menguat. Dari posisi 6.194 pada 28 Desember 2018 ke posisi 6.532 pada 31 Januari 2019.
Advertisement
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, IHSG cenderung menguat pada Januari 2019 didorong January Effect. Saat itu sentimen perang dagang China-Amerika Serikat (AS) juga mulai mereda.
Baca Juga
Dari eksternal, pernyataan bank sentral AS atau the Federal Reserve yang cenderung dovish dengan bersabar untuk menaikkan suku bunga pada 2019.
"Januari ada January Effect membuat IHSG menguat," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Akan tetapi, menurut Nafan, memasuki Februari hingga Maret 2019, IHSG cenderung konsolidasi. Hal ini karena pasar masih wait and see sentimen global dan internal. Dari global, pelaku pasar khawatir dengan pertumbuhan ekonomi global.
IHSG cenderung konsolidasi ini juga ditunjukkan dari posisi IHSG di 6.547,87 pada 6 Februari 2019 kemudian cenderung turun ke posisi 6.366 pada 11 Maret 2019. Laju IHSG pun beranjak naik sejak 12 Maret 2019. Hingga akhirnya berada di posisi 6.468,76 pada 29 Maret 2019.
"IHSG sideways memasuki Februari hingga kini. Pelaku pasar wait and see terkait dinamika politik dalam negeri dengan akan ada pesta demokrasi. Sedangkan sentimen global agak positif dari dovish the Federal Reserve. Pelaku pasar juga khawatir resesi," ujar Nafan.
Hingga perdagangan 1 April 2019, sektor saham infrastruktur, utilitas, dan transportasi mencatatkan performa tertinggi dengan naik 9,08 persen. Kemudian sektor saham keuangan menguat 7,56 persen dan sektor saham properti, real estate, dan konstruksi tumbuh 5,55 persen. Hal itu seperti dikutip dari data BEI.
Nafan perkirakan, IHSG sentuh posisi 6.675 dalam jangka pendek. Memasuki awal kuartal II 2019, Nafan menilai pelaku pasar masih wait and see terutama menyambut penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) 2019. Akan tetapi, IHSG berpotensi menguat kalau dilihat secara historikal.
"Rata-rata IHSG tumbuh 55,98 persen dari pelaksanaan pemilu 1999,2004,2009, dan 2014. Secara historical cenderung menguat. Pelaku pasar akan mulai berani masuk usai pemilu menunjukkan hasil positif,” ujar dia.
Adapun sentimen lainnya yang akan pengaruhi yaitu lembaga pemeringkat internasional Fitch Rating yang menyebutkan prospek Indonesia masih stabil juga jadi katalis positif dan kategori investment grade.
Selain itu, stabilitas fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga, meredanya sentimen perang dagang antara AS-China, dan berakhirnya rezim suku bunga tinggi bagi bank sentral dunia akan topang IHSG ke depan.
"Namun ketidakpastian Brexit, geopolitik, negosiasi perdagangan AS-China dan ancaman defisit neraca dagang akibat tergantung impor juga jadi hambatan," kata dia.
Aksi Beli Investor Asing Capai Rp 12 Triliun
Sepanjang tahun berjalan 2019, investor asing membukukan aksi beli bersih Rp 12,13 triliun. Nafan menilai, aksi beli investor asing itu menunjukkan investor asing masih yakin dengan pasar keuangan di Indonesia.
Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih stabil. Ini ditopang inflasi tahunan 0,48 persen. Pada Maret 2019, inflasi tercatat 0,11 persen.
Hingga akhir Maret 2019, perusahaan tercatat mencapai tujuh perusahaan. Jumlah perusahaan itu tertinggi dibandingkan jumlah perusahaan tercatat baru di kuartal I selama lima tahun terakhir.
Berdasarkan data Maret 2019, terdapat 16 pipeline saham, sembilan pipeline emisi obligasi dan sukuk serta dua pipeline pencatatan ETF. Dari 16 perusahaan itu yang telah ada dalam pipeline saham, sebagian besar berasal dari sektor perdagangan, jasa dan investasi, properti, real estate dan konstruksi.
Sedangkan total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang 2019 adalah 23 emisi dari 17 perusahaan tercatat atau emiten. Nilai obligasi dan sukuk tersebut mencapai R9,68 triliun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement