BEI Kantongi 30 Daftar Perusahaan untuk Tawarkan Saham ke Publik

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mencatat, hingga 25 Januari 2021 ada 3 perusahaan yang menerbitkan saham.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 26 Jan 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2021, 16:00 WIB
Dilanda Corona, IHSG Ditutup Melesat
Pekerja melintas di layar IHSG di BEI, Jakarta, Rabu (4/3/2020). IHSG kembali ditutup Melesat ke 5.650, IHSG menutup perdagangan menguat signifikan dalam dua hari ini setelah diterpa badai corona di hari pertama pengumuman positifnya wabah corona di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan bisa menjaring 30 perusahaan untuk menggelar initial public offering (IPO) saham pada 2021.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mencatat, hingga 25 Januari 2021 ada 3 perusahaan yang menerbitkan saham. Emiten-emiten tersebut antara lain, PT FAP Agri Tbk (FAPA), PT DCI Indonesia Tbk (DCII), dan PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS).

"Sampai dengan tanggal 25 Januari 2021 telah tercatat 3 perusahaan yang telah menerbitkan saham dengan total fundraised Rp 1,2 triliun,” ujar Nyoman kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).

Nyoman memaparkan, hingga saat ini, terdapat 30 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Berdasarkan IDX Industrial Classification (IDX-IC), detail per rincian sektor adalah sebagai berikut:  

1 Perusahaan dari sektor Energy 

2 Perusahaan dari sektor Basic Materials  

2 Perusahaan dari sektor Industrials  

3 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals  

7 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals  

1 Perusahaan dari sektor Financials  

2 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate  

3 Perusahaan dari sektor Technology  

1 Perusahaan dari sektor Infrastructures  

1 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistics  

7 Perusahaan masih dalam proses pengelompokan berdasarkan sektor yang baru (IDX Industrial Classification / IDX-IC)

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


OJK Dorong Penggalangan Dana di Pasar Modal, Ini Alasannya

Menkominfo, Kepala BKPM dan Ketua Dewan Komisioner OJK Diskusi Investasi Unicorn
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat diskusi FMB 9 bertajuk 'Investasi Unicorn untuk Siapa?', Jakarta (26/2). Potret e-commerce dan start-up Indonesia diyakini akan menjadi saran lompatan besar untuk Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong ada raising fund atau penggalangan dana di pasar modal. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara supply-demand di pasar modal melalui penambahan instrumen.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menuturkan, selama pandemi COVID-19 banyak masyarakat yang tidak membelanjakan uang karena terbatasnya ruang gerak. Situasi tersebut lantas menjadi peluang dari sisi investasi.

"Ini menjadi kekuatan untuk investasi. Mungkin kalau 1-2 bulan (tidak seberapa), (tapi) ini kan hampir 10 bulan, jumlahnya banyak. Sehingga inilah yang sebagian mengalir di pasar modal,” kata Wimboh dalam Webinar Akselerasi Pemulihan Ekonomi, Selasa, 26 Januari 2021.

Adapun di pasar modal, Wimboh mengatakan apabila tidak ada penambahan instrumen, keseimbangan antara supply-demand terganggu. Akibatnya, harga saham menjadi tinggi.

"Ini adalah situasi yang harus kita kendalikan di 2021, dan ini barangkali masih akan terjadi. Untuk itu kami akan mempercepat dan mempermudah untuk supply atau emiten yang raising fund di pasar modal,” kata Wimboh.

Sebelumnya, OJK telah meluncurkan securities crowdfunding (SCF) sebagai salah satu skema pembiayaan alternatif penggalangan dana melalui pasar modal.

Melalui skema ini, sebuah bisnis dan individu dapat mencari pendanaan dari satu atau beberapa investor di pasar modal. Selain itu, dana yang dihimpun bisa lindung nilai (hedge) untuk jangka waktu tertentu.

"Ini luar biasa. Ini kita adress kepada milenial, terutama yang sudah mendapatkan Surat Perintah Kerja (SPK) dari pemerintah untuk proyek-proyek (pemerintah) itu. Dan ini jumlahnya bisa kecil, bisa Rp 1 miliar dan juga ini gampang prosesnya,” beber Wimboh.

Dalam paparannya, Wimboh menyebutkan transaksi investor ritel melonjak 4 kali lipat sepanjang 2020. Sampai dengan 25 Januari 2021, tercatat pembelian saham mencapai Rp 11,32 triliun, sedangkan untuk SBN Rp 6,51 triliun.

"Ini kita sambut baik, dan sekarang kita push untuk securities crowdfunding, sehingga instrumennya banyak. Sehingga ini kita harapkan harganya menjadi harga yang wajar, sehingga dari segi transparansi masy nanti tidak terlalu terbebani dengan volatility yang besar di pasar modal,” pungkas Wimboh. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya