Liputan6.com, Jakarta - Saham emiten telekomunikasi bergerak di zona merah pada perdagangan saham, Jumat, (29/1/2021). Pergerakan saham emiten telekomunikasi yang di zona merah ini di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tertekan.
Mengutip data RTI, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) turun 4,01 persen ke posisi Rp 3.110 per saham. Saham TLKM sempat berada di level tertinggi 3.290 dan terendah 3.110 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 30.031 kali dengan nilai transaksi Rp 616,1 miliar.
Saham PT XL Axiata Tbk (EXCL) melemah 2,2 persen ke posisi Rp 2.220 per saham. Saham EXCL sempat berada di level tertinggi 2.360 per saham dan teredah 2.200 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 5.780 kali dengan nilai transaksi Rp 91,6 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Saham PT Indosat Tbk (ISAT) susut 2,9 persen ke posisi Rp 5.025 per saham. Saham ISAT sempat dibuka stagnan. Saham ISAT berada di level tertinggi 5.300 dan terendah 4.820 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 3.953 kali dengan nilai transaksi Rp 44,2 miliar.
Lalu saham PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) merosot 3,57 persen ke posisi Rp 54 per saham. Saham FREN sempat berada di level tertinggi 57 dan terendah 54 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 10.263 kali dengan nilai transaksi Rp 52,7 miliar.
Sementara itu, laju IHSG tersungkur 1,96 persen ke posisi 5.862,35. Indeks saham LQ45 tergelincir 3,03 persen ke posisi 911,98. Sebagian besar indeks saham acuan tertekan. IHSG sempat berada di level tertinggi 6.068,12 dan terendah 5.825.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Penjelasan DJP: Pungutan Pajak Penjualan Pulsa dan Token Listrik Sudah dari Dulu
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan penyederhanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN dan PPh atas penyerahan pulsa atau kartu perdana atau token listrik atau voucer sudah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
"Pulsa dan kartu perdana, pemunguta PPN hanya sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi. Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi faktur Pajak secara elektronik (eFaktur)," ujarnya, Jumat (29/1/2021).
Kemudian, untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan atau pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.
Lalu Voucer, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucer itu sendiri. Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN.
Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa atau kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran atau penjualan token listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final. Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya.
"Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa atau kartu perdana, token listrik, atau voucer," jelas Hestu.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement